Menko PMK Sebut Perubahan Iklim Tingkatkan Angka Perkawinan Anak

Menko PMK Sebut Perubahan Iklim Tingkatkan Angka Perkawinan Anak

Terkini | inews | Kamis, 25 April 2024 - 16:08
share

JAKARTA, iNews.id - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan perubahan iklim berdampak pada meningkatnya angka perkawinan anak. Mengutip laporan Save the Children the Global Girlhood Report 2023, 2 dari 3 perkawinan anak terjadi di wilayah paling terdampak perubahan iklim. 

"Kerawanan pangan sebagai dampak kekeringan berkontribusi pada kemiskinan dan mendorong peningkatan angka perkawinan anak serta prevalensi stunting," kata Menko PMK diwakili Deputi Peningkatan Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (25/4/2024).

Untuk itu, kata Srihastuti, Muhadjir menegaskan pemerintah telah menyiapkan strategi sebagai upaya menghadapi dampak perubahan iklim ke depan. Fokus strategi tersebut meliputi penguatan ketahanan infrastruktur, teknologi, tata kelola dan pendanaan, serta meningkatkan peran masyarakat.

Selain itu, peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklim akan memengaruhi kapasitas dalam mencapai target Indonesia Emas 2045. 

"Untuk itu, kita harus terus memperkuat basis pengetahuan melalui pengembangan kegiatan riset, teknologi, dan inovasi terkait perubahan iklim dan dampaknya, agar berbagai kebijakan dapat disusun berbasis bukti atau evidence-based policy," ujarnya.

Pada kesempatan itu, lanjutnya, Muhadjir mengapresiasi Save the Children Indonesia yang telah melakukan kajian cepat pada 2023 melalui unit penelitian CERDAS tentang Aksi Adaptasi dan Antisipatif Perubahan Iklim di provinsi NTT dan NTB dengan fokus wilayah Sumba Timur, Lombok Barat, dan Kupang.

"Sehingga mendapatkan temuan kondisi yang menunjukkan bahwa dampak kekeringan berkepanjangan yang berulang berpengaruh terhadap kelompok rentan seperti anak-anak," ujarnya.

Apalagi berdasarkan Data SSGI 2022, prevalensi stunting di Kabupaten Lombok Barat sebesar 34 persen atau kategori sangat tinggi.

"Selain itu, anak-anak juga dilibatkan dalam pengambilan air yang ditempuh dengan jarak jauh di pagi hari. Kondisi ini tentunya mengganggu aktivitas belajar mengajar pada anak-anak. Lebih jauh lagi, kondisi ini juga menimbulkan tekanan emosional dan stres pada keluarga sehingga dapat mendorong terjadinya kekerasan dalam rumah tangga," tutur dia.

Sementara itu, Plt CEO Save The Children Indonesia Dessy Kurwiany Ukar mengungkapkan Indonesia menduduki posisi ke-46 dengan faktor iklim dan lingkungan pada tingkat keparahan sangat tinggi yakni 8,1. Kemudian, faktor kerentanan anak berada pada tingkat sedang 4,2 dan indeks risiko iklim anak-anak berada pada tingkat tinggi 6,5. 

Dessy menyebut krisis iklim dapat meningkatkan risiko kemiskinan dengan proporsi anak di bawah garis kemiskinan sebesar 11,80 persen. 

"Untuk itu kami ingin meningkatkan kesadaran untuk bersama-sama melakukan upaya bersama untuk memastikan bahwa hak-hak anak yang sekarang rawan akibat dampak krisis iklim itu bisa diatasi," katanya.

Topik Menarik