Anak SD di Grobogan Meninggal karena HIV/AIDS, Menyusul Ayah dan Ibunya

Anak SD di Grobogan Meninggal karena HIV/AIDS, Menyusul Ayah dan Ibunya

Terkini | inews | Jum'at, 26 April 2024 - 13:13
share

GROBOGAN, iNews.id - Sonto (62) warga Desa Sugihmanik, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah kehilangan cucunya yang mengidap HIV/AIDS berinisial AD (10). Kepergian bocah SD tersebut meninggalkan rasa duka mendalam karena satu keluarga anaknya tak bisa diselamatkan akibat penyakit HIV/AIDS.

Pak Tho-sapaan akrab ayah dua anak ini menjelaskan, sebelum meninggal cucunya sudah jarang mau mengonsumsi obat untuk mencegah berkembangnya penyakit mematikan tersebut.

"Saya ingat betul, sebelum meninggal saya dan cucu pergi ke Kota Salatiga menebus obat. Tapi selama sebulan, obatnya jarang dikonsumsi cucu saya sampai akhirnya meninggal dunia beberapa waktu lalu," ujarnya, Jumat (26/4/2024).

Sebelum sang cucu meninggal, anak perempuan semata wayangnya yang merupakan ibu AD lebih dahulu berpulang 3 tahun lalu.

Pak Tho lalu menceritakan usai acara 1.000 hari anaknya, cucunya menyebutkan ingin pulang melihat sang ibu. Sampai beberapa waktu kemudian, sang cucu menyusul ayah dan ibunya yang meninggal terlebih dahulu.

"Ya saya sudah minta dan rayu ke cucu sebelum meninggal agar berolahraga, minum obat hingga makan banyak. Tapi anak-anak ya seperti itu lebih ngeyel," katanya.

Sementara menurut salah seorang pengidap ODHA, Yuli mengatakan ada ribuan pengidap ODHA di Kabupaten Grobogan. Namun banyak yang enggan terbuka dan bahkan menebus obat dari pemerintah. Tertutupnya pengidap ODHA berbahaya karena bisa menularkan virus melalui luka, darah dan atau hubungan badan.

Padahal baginya, sebagai penyandang ODA tidaklah berat jika masyarakat mengetahui kondisinya. Bahkan yang melaporkan diri sebagai pengidap ODHA dan menebus obat hanya ratusan orang.

"Enggak kalau saya (dihujat atau dikucilkan). Saya malah sering jadi narasumber dan saya rasa masyarakat peduli dengan orang seperti saya (penyandang ODHA)," ucap Yuli.

"Menurut saya tidak hanya itu (takut mengakui) tapi lebih utama adalah bagaimana mendongkrak kesadaran pengidap seperti kita ini menebus obat dan menjaga stabilitas tubuh," katanya lagi.

Di sisi lain, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan dr Slamet menjelaskan ada kecenderungan pengidap ODHA lebih tertutup. Terutama menutup statusnya agar bisa diterima masyarakat.

Kondisi itu justru berdampak psikologis pada pengidap ODHA untuk kesadaran konsumsi obat khusus dan berolahraga. Oleh sebab itu, melalui gerakan Puskesmas Keliling, dinkes mengharapkan para pelaku ODHA tetap tersentuh dan mendapatkan pelayanan terbaik.

"Jadi memang kecenderungan itu (takut) kepada masyarakat itu ada. Wajar karena mereka (pengidap ODHA) ini akan dikucilkan juga. Tapi yang terpenting jangan sampai menularkan ke masyarakat lain. Supaya bisa ditekan secara baik penyebaran virus mematikan yang belum ada obatnya ini," katanya.

Topik Menarik