Dunia Hadapi Tiga Ancaman Besar

Dunia Hadapi Tiga Ancaman Besar

Nasional | koran-jakarta.com | Rabu, 25 Mei 2022 - 01:00
share

JAKARTA - Dunia saat ini menghadapi tiga ancaman besar mulai perubahan iklim, normalisasi kebijakan moneter, hingga pengetatan likuiditas.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa (24/5), menyatakan dinamika global saat ini sangat nyata. Normalisasi kebijakan keuangan terutama di bidang moneter dilakukan untuk merespons kenaikan inflasi akibat kenaikan harga komoditas.

Normalisasi kebijakan moneter dan pengetatan likuiditas itu telah menimbulkan disrupsi di seluruh dunia termasuk Indonesia. "Disrupsi rantai pasok yang muncul akibat meningkatnya geopolitik menjadi perhatian dan harus kita waspadai," kata Menkeu.

Apalagi konflik antara Russia dan Ukraina turut memperparah situasi geopolitik dunia yang pada akhirnya menimbulkan ancaman krisis mulai dari energi, pangan, sampai keuangan.

Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah membentuk sebuah grup untuk mengantisipasi tiga potensi krisis dunia, yaitu energi, pangan, dan keuangan. Indonesia, jelasnya, harus mampu merespons secara tepat waktu, tepat kualitas, dan tepat aksi terhadap berbagai potensi ancaman dunia.

Ia optimistis pemerintah akan mampu mengatasi gejolak global mengingat upaya yang telah dilakukan dalam menghadapi krisis kesehatan akibat pandemi Covid-19 mulai membuahkan hasil khususnya aktivitas ekonomi domestik.

Krisis Air

Pengamat Energi dan Lingkungan, Siti Shara, mengatakan pemerintah harus mengambil langkah konkret mengatasi perubahan iklim, sebab perubahan iklim itu kian nyata dan Indonesia sudah merasakannya.

Sebagai contoh, saat ini, kondisi air bersih di Indonesia sangat memprihatinkan dan terancam akan mengalami krisis air di masa depan, padahal Indonesia adalah salah satu negara terkaya dalam sumber daya air yang menyimpan 6 persen potensi air dunia.

Perubahan iklim mengakibatkan perubahan pola curah hujan sehingga beberapa daerah mengalami kekeringan dan banjir. Limbah yang berasal dari aktivitas manusia telah mencemari sumber air dan mempengaruhi ketersediaan air bersih untuk air minum dan sanitasi.

Menurut data dari UNICEF, hampir 70 persen air rumah tangga di Indonesia tercemar limbah tinja dan memicu penyebaran penyakit di kelompok usia anak-anak termasuk bayi dan balita.

Indonesia dapat mencegah krisis air bersih dengan pengembangan sektor air, sanitasi, dan higine ( Wash ) yang berkelanjutan dan Indonesia membutuhkan infrastruktur Wash yang tahan iklim. Wash yang tidak memadai dapat menyebabkan masalah kesehatan.

Pemerintah, katanya, harus melakukan tindakan-tindakan yang mencegah peningkatan laju perubahan iklim, sehingga pengembangan Wash untuk mendukung ekonomi hijau menjadi efektif.

Topik Menarik