KPK Perpanjang Penahanan Eks Pejabat Kemendagri Ardian Noervianto

KPK Perpanjang Penahanan Eks Pejabat Kemendagri Ardian Noervianto

Nasional | jawapos | Senin, 4 April 2022 - 10:40
share

JawaPos.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang penahanan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Ardian Noervianto. Perpanjangan penahanan dilakukan dalam rentang waktu satu bulan ke depan.

Terhitung dari 3 April 2022 sampai dengan 2 Mei 2022, kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (4/4).

Ardian saat ini mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK cabang Gedung Merah Putih. Perpanjangan penahanan ini juga berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

KPK memastikan akan segera menyelesaikan pemberkasan perkara Ardian. Lembaga Antikorupsi juga sudah menjadwalkan beberapa pemanggilan saksi untuk membongkar dugaan suap pengajuan pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2021.

Pemanggilan saksi-saksi masih terus diagendakan oleh tim penyidik sebagai bentuk pengumpulan alat bukti dalam melengkapi berkas perkara penyidikan, ucap Ali.

KPK menetapkan Dirjen Bina Keuangan Kemendagri, Mochamad Ardian Noervianto, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar dan Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur sebagai tersangka. Diduga, Andy Merya menyuap Ardian sebesar Rp 2 miliar melalui rekening Laode M. Syukur. Suap itu diberikan agar Kabupaten Kolaka Timur mendapat alokasi pinjaman dana PEN.

Ardian Noervianto selaku Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020 sampai dengan November 2021 memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman dana PEN dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah. Dengan tugasnya itu, Ardian berwenang menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah.

Sekitar Maret 2021, Andy Merya Nur yang menjabat selaku Bupati Kolaka Timur periode 2021 sampai 2026 menghubungi Laode M. Syukur agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN bagi Kabupaten Kolaka Timur. Selanjutnya sekitar Mei 2021, Laode M. Syukur mempertemukan Andy Merya Nur dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta.

Tersangka Andy Merya Nur mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar tersangka Mochamad Ardian Noervianto mengawal dan mendukung proses pengajuannya.

Untuk memuluskan pengajuan pinjaman itu, Ardian diduga meminta pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman. Ardian menyampaikan keinginannya itu kepada Laode M. Syukur yang diteruskan kepada Andy Merya Nur.

Tersangka Andi Merya Nur memenuhi keinginan tersangka MAN lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik tersangka Laode M. Syukur.

Uang Rp 2 miliar yang diberikan Andy Merya itu kemudian dibagi dua antara Ardian dan Laode M. Syukur. Ardian menerima dalam bentuk mata uang dollar Singapura sebesar SGD 131.000 atau setara dengan Rp 1,5 miliar yang diberikan langsung di rumah pribadinya di Jakarta. Sementara sisanya atau sebesar Rp 500 juta diterima Laode M. Syukur.

Atas penerimaan uang tersebut, permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan Andi Merya Nurdisetujui dengan adanya bubuhan paraf tersangka Mochamad Ardian Noervianto pada draf final surat Menteri Dalam Negeri ke Menteri Keuangan.

Andi Merya Nur disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Ardian dan Laode disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Topik Menarik