Kesimpulan Kubu Ganjar-Mahfud: KPU Tak Sangkal Terima Pendaftaran Gibran Sebelum Ubah PKPU

Kesimpulan Kubu Ganjar-Mahfud: KPU Tak Sangkal Terima Pendaftaran Gibran Sebelum Ubah PKPU

Terkini | inews | Kamis, 18 April 2024 - 13:22
share

JAKARTA, iNews.id - Tim Hukum Ganjar-Mahfud menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak menyangkal telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi peserta Pilpres 2024 tanpa mengubah Peraturan KPU terlebih dahulu. Hal itu disampaikan dalam catatan kesimpulan sidang PHPU yang telah diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (16/4) lalu.

Anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Firman Jaya Daely menyampaikan Peraturan PKPU Nomor 19 tahun 2023 tidak dulu direvisi pascaputusan MK Nomor: 90/PUU-XXI/2023. Artinya, batas usia peserta pilpres masih dengan ketentuan lama yakni berusia 40 tahun. 

Sedangkan usia putra Presiden Joko Widodo itu saat mendaftar masih 36 tahun.

"Termohon dalam hal ini KPU tidak mengubah PKPU Nomor 19/2023 sebelum menerima dan memverifikasi pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden dari Pihak Terkait," kata Firman, Kamis (18/4/2024).

Fakta itu, kata Firman, adalah salah satu materi yang dipaparkan dalam rangkaian pembuktian sidang PHPU. Bahkam menurutnya, fakta itu juga tidak terbantahkan dan diakui oleh pemohon, termohon dan pihak terkait.

"Fakta tentang KPU yang tidak mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023 sebelum menerima Gibran sebagai kontestan di Pilpres 2024 menjadi satu dari 12 fakta persidangan yang diakui dan disepakati bersama oleh Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait," sambungnya.

Firman juga mengatakan pemohon, termohon, pihak terkait, dan Bawaslu juga sepakat mengenai fakta bahwa pemungutan suara tidak sesuai waktu yang ditentukan. Fakta lain, tidak adanya penjelasan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.

"Oleh karena fakta-fakta di atas sudah diakui dan disepakati oleh para pihak, maka fakta-fakta di atas dapat menjadi bahan pertimbangan oleh Majelis Hakim Konstitusi yang mulia," tutur Firman.

Ada pun 12 fakta hukum yang disepakati bersama oleh para Pemohon, KPU, dan Paslon 2, adalah, pertama Pemilihan Umum (Pemilu), termasuk Pilpres 2024, seyogianya diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.

Kedua, Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang berwenang untuk menjaga dan menegakkan konstitusi dan konstitusionalisme di Indonesia.

Ketiga, sudah banyak putusan MK yang memeriksa dan memutus pelanggaran kualitatif dalam pemilihan umum, baik untuk pemilihan umum kepala daerah, legislatif maupun presiden.

Keempat,  Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) telah menjatuhkan Putusan No. 135-PKE-DKPP/XII/2023, No.136-PKE-DKPP/XII/2023, No. 137-PKE-DKPP/XII/2023, No. 141-PKEDKPP/XII/2023.

Kelima,  Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan Putusan No. 02/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan, bahwa Hakim Konstitusi Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etika berat ketika memutus Putusan No. 90/PUU-XXI/2023.

Keenam,  pembuktian di MK sama dengan pembuktian perdata, yaitu pembuktian formil.

“Ketujuh, Termohon dalam hal ini KPU tidak mengubah PKPU No. 19/2023 sebelum menerima dan memverifikasi pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden dari Pihak Terkait,” kata Firman.

Kedelapan, pihak terkait adalah pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang didukung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kesembilan, nepotisme adalah pelanggaran hukum.

Kesepuluh, Presiden Jokowi melakukan banyak pembagian bantuan sosial selama periode Pilpres 2024. Hal itu diperkuat keterangan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Menteri Sosial.

Kesebelas, telah terjadi mobilisasi kepala desa selama periode Pilpres 2024. Hal itu diperkuat  keterangan saksi Dadan Aulia Rahman, Fahmi Rosyidi, Memed Alijaya, dan keterangan Saksi Bawaslu, Sakhroji.

Kedua belas, telah terjadi pelbagai pelanggaran prosedur pemilihan umum selama periode Pilpres 2024, termasuk permasalahan  Sirekap, dalam bentuk adanya ruang manipulasi data, dan kemungkinan kesalahan data dalam Sirekap. Data yang disajikan Sirekap menimbulkan kegaduhan di masyarakat. 

Topik Menarik