Pemerintah Pungut Bea Ekspor Batu Bara, Laba Emiten Tambang Berpotensi Turun hingga 27 Persen
IDXChannel - Pemerintah berencana menerapkan tarif bea ekspor batu bara di kisaran 1-5 persen. Besaran tarif ini masih akan mempertimbangkan mutu batu bara, meski detail implementasinya belum dirilis.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, arah kebijakan tersebut akan mempertimbangkan tren harga komoditas demi menjaga keberlanjutan industri batu bara.
Wacana ini melanjutkan pernyataan bulan lalu, ketika pemerintah menyebut peluang implementasi bea ekspor mulai 2026. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahkan menyatakan pihaknya tengah menyiapkan batas minimum harga acuan sebagai dasar pengenaan bea.
Selain bea ekspor, pemerintah juga berencana memperketat aturan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam. Purbaya mengonfirmasi rencana revisi aturan yang akan mewajibkan eksportir menempatkan dana di bank-bank BUMN (Himbara) serta membatasi konversi valas ke rupiah.
Dalam rancangan baru, penempatan DHE non-migas tetap 100 persen selama 12 bulan. Namun, batas maksimal konversi valas ke rupiah akan diturunkan dari 100 persen menjadi 50 persen. Instrumen penempatan DHE juga akan diperluas, tidak hanya ke rekening khusus dan instrumen BI, tetapi juga ke surat berharga negara (SBN) valas.
Peraturan yang direvisi juga memperluas penggunaan valas untuk pembayaran pinjaman, termasuk kebutuhan modal kerja, serta mencabut pembatasan penggunaan valas untuk pengadaan barang tertentu.
Laba emiten batu bara diproyeksi tergerus
Stockbit dalam risetnya, Senin (8/12/2025) menilai bahwa bea ekspor baru berpotensi memberikan tekanan signifikan terhadap kinerja emiten batu bara, terutama perusahaan yang sangat bergantung pada ekspor dan memiliki produk batu bara berkalori tinggi.
Berdasarkan estimasi awal, penurunan laba bersih 2026 diperkirakan mencapai 7-27 persen. Di mana skenario penurunan terdalam sebesar 27 persen berlaku bagi PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dengan porsi ekspor tinggi dan tarif bea terbesar 5 persen.
Skenario paling ringan 7 persen berlaku bagi PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang memiliki porsi ekspor lebih kecil.
Stockbit menegaskan, proyeksi tersebut masih dapat berubah, tergantung detail akhir regulasi, dinamika harga batu bara, serta strategi masing-masing emiten ke depan.
Di sisi lain, pembatasan konversi valas ke rupiah di satu sisi dapat meningkatkan retensi valuta asing di dalam negeri, membantu stabilisasi nilai tukar rupiah.
Namun, ada konsekuensi lain yakni likuiditas valas di bank swasta dapat berkurang karena dana terkonsentrasi di Himbara. Lalu fleksibilitas eksportir mengelola arus kas valas menjadi lebih terbatas, meski kelonggaran pembayaran pinjaman dapat sedikit meredam dampak tersebut.
(DESI ANGRIANI)









