Desain Optimistis APBN 2023 ala Ketua Banggar DPR

Desain Optimistis APBN 2023 ala Ketua Banggar DPR

Ekonomi | BuddyKu | Rabu, 3 Agustus 2022 - 19:08
share

JAKARTA Belum usai persoalan pandemi Covid-19, awal tahun 2022 Indonesia dihadapkan pada perang antara Rusia dan Ukraina. Perang tersebut menyebabkan supply shock bahan pangan dan energi. Dampaknya, inflasi mebumbung tinggi yang menjalar dibanyak kawasan.

Ketua Badan Anggaran DPR MH Said Abdullah mengatakan, situasi itu tentu ada untung ruginya buat ekonomi Indonesia. Untungnya, efek kenaikan harga komoditas global di kuartal IV tahun 2021 membuat penerimaan perpajakan kita melampaui target, setelah 12 tahun berturut-turut Indonesia mengalami short fall pajak.

"Naiknya harga komoditas juga menjaga surplus perdagangan sejak Mei 2020," kata Said Abdullah, Rabu (3/8/2022).

Said menambahkan, di sisi lain Indonesia harus memperbesar alokasi belanja subsidi dan kompensasi energi, yakni BBM, LPG dan listrik. Membengkaknya alokasi subsidi dan kompensasi energi ini dikarenakan Indonesia telah lama menjadi importir minyak bumi.

"Biaya tambahan juga kita butuhkan untuk menjaga daya beli, khususnya rumah tangga miskin terhadap kenaikan inflasi yang mulai kita rasakan disejumlah bahan pangan impor," jelas Said.

Menurut Said, bila pada sejumlah serial meeting tingkat Menteri G20 dan puncaknya pada KTT G20 pada November 2022 nanti tidak membuahkan hasil nyata untuk mengatasi supply shock pangan dan energi dunia, maka pada tahun depan Indonesia masih akan menghadapi situasi ekonomi yang kurang lebih sama seperti tahun ini. Bila KTT G20 bisa menganulir berbagai pelarangan produk pangan dan energi Rusia ke pasar global, langkah itu akan membuka pasokan logistik global pulih secara perlahan.

Pada tahun 2023, Indonesia perlu mewaspadai kesiapan fiskal, mengingat tahun depan kita harus kembali pada defisit pembiayaan APBN di bawah 3% dari PDB. Pemerintah tidak bisa lagi membuka pembiayaan utang seperti tiga tahun terakhir untuk melebarkan ruang fiskal.

Senjata utama pemerintah agar memiliki dompet lebih tebal yakni dengan menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi, menjaga surplus perdagangan yang ditopang dari ekspor baru dan manufaktur, penerimaan perpajakan yang baik, dan inflasi yang terkendali, serta meningkatkan investasi, khususnya pada sektor primer.

Said optimistis pertumbuhan ekonomi bisa ke level 5%-an jika pemerintah mampu mengelola inflasi dengan baik. Inflasi yang terkendali akan membuat permintaan domestik (konsumsi rumah tangga) sebagai pilar penting pertumbuhan akan terjaga. Kita masih punya peluang besar seiring masih relatif tingginya harga komoditas ekspor.

"Oleh sebab itu porsi ekspor dalam mendorong permintaan perlu terus ditingkatkan, agar tidak semata-mata mengandalkan permintaan domestik. Inilah saatnya kita melakukan transformasi ekonomi untuk lebih outward looking," papar Said.

Oleh sebab itu pemerintah tidak boleh mengandalkan ekspor hanya bertumpu pada komoditas. Program hilirisasi harus mulai tampak kontribusinya pada produk ekspor baru. Selama rentang 2014-2019 kita hanya menghasilkan 17 produk ekspor baru, sementara Vietnam 48, Thailand 30, dan Malaysia 30 produk ekspor baru.

Dari sisi investasi pemerintah perlu lebih giat mendorong investasi pada mesin-mesin dan peralatan serta hak kekayaan intelektual. Pengeluaran untuk barang modal atau PMTB kita selama ini lebih dari 70% didominasi oleh bangunan, kontribusi mesin, peralatan dan hak kekayaan intelektual masih rendah.

Lebih dari 30% belanja negara tertransfer ke daerah dan desa. DPR telah memberikan dukungan kepada pemerintah pusat dan daerah melalui Undang Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Melalui undang-undang ini pemda diberikan kewenangan fiskal yang lebih besar, seiring dengan kewajiban untuk efisiensi belanja rutinnya.

Said melanjutkan, jika kita mampu disiplin dalam mengelola target, serta cepat melakukan mitigasi atas berbagai dinamika sosial, ekonomi, politik dan keamanan, serta berkaca dari kemampuan cepat melakukan recovery di tahun 2021, maka postur APBN pada 2023 diperkirakan sebagai berikut:

1. Asumsi ekonomi makro;(1) Pertumbuhan ekonomi 5,2-5,5%(2) Inflasi 4%(3) Kurs (Rp/USD) 14.400-14.700(4) Suku bunga SUN 10 tahun 7,3% 9%(5) Harga minyak mentah Indonesia (ICP); USD90-100/barel(6) Lifting minyak bumi 650-680 ribu barel/hari(7) Lifting gas bumi 1.040-1.150. setara minyak, ribu barel/hari

2. Target Indikator Kesejahteraan:(1) Tingkat kemiskinan 7,5-8,5%(2) Tingkat pengangguran terbuka 5,3 6%(3) Rasio gini 0,375-0,378(4) Indeks pembangunan manusia 73,3-73,4(5) Nilai tukar petani 105-107(6) Nilai tukar nelayan 107-108

3. Pendapatan Negara berkisar Rp2.296,64 Rp2.507,8 triliun, yang terdiri dari penerimaan (1) Penerimaan perpajakan berkisar Rp1.936,14 Rp2.050,58 triliun, (2) Penerimaan negara bukan pajak Rp385,5 Rp455,22 triliun(3) Penerimaan hibah Rp2 triliun

4. Belanja Negara berkisar Rp2.829,8 Rp3.116,88 triliun yang terdiri dari; (1) Belanja pusat Rp2.019,9 Rp2.276,6 triliun (2) Transfer ke daerah dan desa Rp809,9 Rp840,73 triliun

5. Defisit berkisar 2,85% PDB6. Pembiayaan:a. SBN Netto : Rp600,8- Rp902,2 triliunb. Investasi Netto : Rp65,6 Rp205,0 triliunc. Rasio utang terhadap PDB: 40,58-42,35 % PDB

(uka)

Topik Menarik