Mantap, PDB Q1 2022 Hampir Pasti Naik, Bagaimana Q2?

Mantap, PDB Q1 2022 Hampir Pasti Naik, Bagaimana Q2?

Ekonomi | infobanknews.com | Senin, 9 Mei 2022 - 07:03
share

Pelonggaran kebijakan pembatasan sosial dorong PDB Indonesia Q1 2022 berpeluang besar tumbuh berkisar 4,8%-5,1%. Oleh Ryan Kiryanto, Ekonom dan Staf Ahli Otoritas Jasa Keuangan

Jakarta Hampir pasti ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal pertama ( quarter 1/Q1 ) 2022 tumbuh signifikan pada kisaran 4,8%-5,1% secara tahunan ( year on year/ yoy ). Adalah pelonggaran kebijakan pembatasan sosial yang menjadi faktor utama pendorong pertumbuhan.

Maklum, dengan dilonggarkannya kebijakan tersebut sebagai dampak program vaksinasi masif yang mencapai 75% dari target populasi penduduk yang harus divaksin sehingga menjadikan Indonesia mendekati level herd immunity (kekebalan kelompok) sesuai kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan bersiap diri menuju fase endemi telah mendorong mobilitas orang dan barang secara masif.

Dibukanya berbagai jalur dan moda transportasi makin meningkatkan permintaan masyarakat terhadap berbagai jenis barang dan jasa. Meskipun sempat dibayangi penyebaran varian virus baru, Omicron, pada awal tahun ini, kesigapan pemerintah telah mampu mengatasi efek negatif lebih lanjut dari sebaran Omicron tersebut.

Sistem dan manajemen kesehatan nasional juga makin baik, yang membuat kepercayaan diri masyarakat makin meningkat untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi dan sosial. Persentase pola kerja dari kantor ( work from office / WFO ) pun ditingkatkan dan sebaliknya pola kerja dari rumah ( work from home / WFH ) diturunkan.

Semua itu pada gilirannya mampu mendongkrak sisi permintaan masyarakat secara signifikan. Itulah yang mendasari pertumbuhan PDB Indonesia di kuartal pertama tahun ini di kisaran 4,8%-5,1% ( yoy ).

Bahkan, pola yang sama juga akan terjadi di kuartal kedua tahun ini, lebih-lebih dengan adanya kebijakan cuti bersama dan aktivitas selama Ramadan disertai fenomena mudik Lebaran yang mendorong permintaan masyarakat melonjak sangat signifikan dibandingkan dengan periode yang sama dalam dua tahun terakhir sebelumnya.

Permintaan dadakan ( pent-up demands ) pun terdorong meningkat tajam setelah dua tahun lebih hasrat konsumsi masyarakat tertahan karena pandemi. Disposable income masyarakat yang tinggi mendorong perilaku konsumtif ketika masyarakat percaya diri untuk keluar rumah dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas konsumsi.

Pada kuartal pertama lalu pun kegiatan di sisi pemerintahan berjalan relatif normal yang memacu konsumsi pemerintah juga meningkat. Kegiatan investasi langsung oleh pelaku usaha meningkat, baik penanaman modal asing (PMA) maupun penanaman modal dalam negeri (PMDN). Para investor tetap yakin prospek ekonomi Indonesia ke depannya akan bagus sekali karena ditopang oleh manajemen fiskal, moneter, dan sektor keuangan yang solid, harmonis, dan kolaboratif.

Kegiatan ekspor dan impor masih berjalan baik, kendati dihadapkan pada ketegangan politik terkait agresi militer Rusia ke Ukraina sejak 14 Februari lalu. Namun, mobilitas arus barang dan jasa akan sedikit terganggu karena disrupsi berbagai moda transportasi laut dan udara setelah AS dan sekutu Baratnya memberlakukan sanksi ekonomi kepada Rusia. Dalam hal ini Indonesia tetap mampu memupuk surplus neraca perdagangan selama lebih dari setahun terakhir.

Kegiatan ekspor komoditas tetap berjalan normal di tengah kenaikan harga di pasar dunia lantaran permintaan eksternal yang juga tetap solid mendukung kinerja ekspor. Hal yang sama untuk aktivitas impor seiring dengan meningkatnya permintaan domestik, baik berupa barang modal maupun bahan baku dan barang setengah jadi untuk mendukung manufaktur.

Purcashing Managers Index ( PMI ) pun berada di zona ekspansi, tepatnya di atas level 50. Indeks tendensi bisnis juga meningkat disertai kenaikan indeks kepercayaan konsumen ritel dan indeks penjualan ritel.

Untuk keseluruhan 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap akan positif pada rentang 4,75%-5,05%, meskipun dibayang-bayangi potensi kenaikan inflasi dan suku bunga acuan yang tetap terukur dan akomodatif untuk bisa menopang perekonomian nasional. (*)

Topik Menarik