Jejak Berdarah Pemberontakan Republik Maluku Selatan

Jejak Berdarah Pemberontakan Republik Maluku Selatan

Berita Utama | okezone | Kamis, 25 April 2024 - 06:10
share

JAKARTA - Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) tak bisa dilepaskan dari bagian sejarah kelam Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, negeri ini mengalami banyak konflik internal, termasuk di antaranya adalah pemberontakan yang terjadi di beberapa wilayah.

Pada 25 April 1950, ada sebuah gerakan separatis diproklamasikan oleh Christian Robert Steven Soumokil, mantan Jaksa Agung di Negara Indonesia Timur. Gerakan ini lahir dari keinginan beberapa pihak untuk menjaga Negara Indonesia Timur (NIT) sebagai negara federasi, terutama setelah Konferensi Meja Bundar.

Dirangkum dari berbagai sumber, dalam waktu yang tidak lama setelah rapat tertutup pada 13 April 1950, di mana Soumokil bertemu dengan berbagai pihak di Ambon, proklamasi pendirian RMS diumumkan. Pada 25 April 1950, J.H Manuhutu diangkat menjadi Presiden dan Albert Wairisal sebagai Perdana Menteri dalam pemerintahan RMS yang baru.

Namun, pemerintah Indonesia berusaha menyelesaikan konflik ini secara damai dengan mengutus J. Leimena. Namun, ketika upaya damai tersebut gagal, pemerintah akhirnya mengirim pasukan ekspedisi di bawah pimpinan A.E. Kawilarang.

Pada November 1950, pasukan Indonesia berhasil menguasai kembali kota Ambon. Namun, tidak tanpa korban, karena dalam perebutan Benteng Nieuw Victoria, Indonesia kehilangan seorang Letnan Kolonel Slamet Riyadi. Bukan hanya itu, juga banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak pada masa perlawanan.

Pada 12 Desember 1963, Soumokil ditangkap, dan pemberontakan RMS secara resmi berakhir setelah dijatuhkan hukuman mati oleh Mahkamah Militer Luar Biasa.

Peristiwa ini menjadi bagian yang penting dalam sejarah Indonesia hingga hari ini.

Topik Menarik