Maling Teriak Maling, Cerita Rangkaian Intimidasi Hukum dalam Kasus Pasutri Dihajar Bos Pabrik Tepung

Maling Teriak Maling, Cerita Rangkaian Intimidasi Hukum dalam Kasus Pasutri Dihajar Bos Pabrik Tepung

Nasional | BuddyKu | Jum'at, 23 September 2022 - 07:14
share

PORTAL MEDIA, ID. MAKASSAR - Sudah jatuh tertimpa tangga pula, ungkapan ini mungkin sama atau hampir sama yang dirasakan wanita bernama Riski Amaliah (RA) dan suaminya Amiruddin Malik (AM).

Bagaimana tidak, Pasutri ini dipastikan terlibat dalam kasus Maling Teriak Maling. RA yang justru menjadi korban dugaan penganiayaan namun malah ikut ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian Resor (Polres) Gowa.

Sekadar diketahui, kasus dugaan yang menimpa RA dan sang suami Amiruddin Malik (AM) telah bergulir sejak bulan Apri 2022. Kasus ini pun sudah sampai di meja Kejaksaan Negeri (Kejari) Gowa, dengan berbagai pelomiknya.

Pasangan Suami-Istri (Pasutri) ini mengalami dugaan penganiayaan yang dilakukan seorang pria bernama Irfan Wijaya yang dikenal sebagai bos pabrik tepung, dengan posisi manajer di PT Eastern Pearl Flour Mills, Kota Makassar.

Ditemui Portalmedia, wanita tiga anak ini menceritakan keganjalan hingga dugaan initimidasi yang dilakukan oknum penyidik Polres Gowa dalam perjalanan kasus yang menimpanya.

Kejadian berawal pada 9 April 2022, saat itu Pasutri dan rekannya mendatangi kediaman Irfan yang terletak di wilayah Desa Taeng, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Di sana, kedatangan mereka nampaknya disambut kurang baik oleh Irfan yang bersikap arogan. Tak lama, saat perbincangan mulai memanas, Irfan disebut melayangkan tamparan terhadap AM.

Tak sampai di situ, Irfan juga melakukan pengeroyokan terhadap AM dan rekannya. Saat keadaan sudah kacau RA berteriak histeris yang menyaksikan kejadian itu.

Merespons jeritan RA, Irfan langsung melayangkan hantaman ke wajah RA. Warga yang mendengar ribut-ribut itu pun berusaha menyelamatkan pasutri tersebut.

Seusai insiden pemukulan,RA dan AM pun langsung menuju ke Polres Gowa untuk membuat laporan kejadian yang baru saja dialaminya. Namun, ternyata petugas yang berada di Mapolres Gowa sempat menolak laporan pasutri itu.

"Menurut kami ganjil, karena pada saat proses pelaporan, kami disuruh pulang karena polisi takut terjadi chaos (gesekan) sebab pada saat itu banyak rombongan yang dibawa (Irfan Wijaya) kami merasa diintimidasi sedari awal, karena ada ormas dan preman yang dibawa," jelas RA yang ditemui Portalmedia, pada Kamis (22/9/2022).

Saling Lapor

Dalam pelaporan yang dilayangkan RA dan MA diketahui, Irfan Wijaya baru ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi selang hampir sebulan lebih, tepatnya pada 26 Mei 2022. Irfan Wijaya disangkakan polisi dengan Pasal 170 KUHPidana tentang penganiayaan secara bersama-sama.

Belakangan, ternyata Irfan Wijaya juga melayangkan laporan dengan perkara yang sama yakni Pasal 170 KUHPidana tentang penganiayaan secara bersama-sama.

Irfan melayangkan laporan pada 10 April 2022. Polisi pun juga menetapkan RA dan AM sebagai tersangka pada 11 Agustus 2022.

Rangkaian polemik dialami RA dan AM dalam perjalanan kasus ini memang tak terhindarkan. RA mengungkapkan saat dimintai keterangan selaku korban, Ia merasa diintimidasi oleh oknum penyidik Polres Gowa.

"Kedua saat proses berlanjut di BAP, kami itu kalau memberikan keterangan, dan ketika kami koreksi, kita dimarahi, jelas ada kami diintimidasi sebagai korban," ungkap RA.

"Bahkan dia (oknum penyidik) bilang ini ibu buang-buang kertas, habis kertasku satu rim. Jadi saya bilang saya belikanki kertas pak," jelasnya menceritakan gambaran saat proses BAP di hadapan penyidik.

"Saya juga dipaksakan, bilang ibu bajunya warna apa, ini kan warna ini, dalam hatiku itu bukan warna baju itu warna jaket, ini sekongkol karena kan dari keterangan saksi, ini saksi tidak berada di TKP," tuturnya lagi.

Saling Lempar Bola Kejaridan Polres Gowa

Seiring berjalannya waktu, tentunya keganjalan demi keganjalan dirasakan RA dan AM dalam perjalanan perkaranya sebagai korban.

Bagaimana tidak, saat RA dan AM mempertanyakan berkas perkara Irfan Wijaya yang sudah dilimpahkan kepada Kejari Gowa oleh pihak kepolisian, dua instansi penegak hukum itu disebut saling lempar argumen.

"Ketiga itu ketika kami pertanyakan prosesnya kami ini, bagaimana ini prosesnya ini (Terlapor Irfan Wijaya) karena kita dapat info dari kejaksaan sudah P21, kami pertanyakan penyidik kami di Polres Gowa. Dia (penyidik) bilang belumpi bu, belum P21," bebernya.

"Kami dari kejaksaan pertanyakan terus dibilang sudah P21 kok pak dari tanggal 2, jadi kaget kita. Saya konfirmasi lagi jaksa, jaksa bilang sudah. Jadi dia (penyidik) bilang oh iya tunggu saya suruh ambil anggota, ada tapi tidak sampai di mejaku," ungkap RA menirukan jawaban Kejari Gowa dan Polres Gowa.

Bahkan, RA sempat ditegur oknum perwira di Mapolres Gowa lantaran mempertanyakan perkembangan kasusnya itu.

"Ada oknum Kanit bilang begini, Saya baru dapat ini pelapor itu pertanyakan tahap duanya sendiri, itukan wajar hak kami mempertanyakan lawan kami. Jawabannya (oknum kanit) pengacara pihak sebelah (Irvan Wijaya) suruh saya pending, bayangkan itu dia lebih dengar pengacara pihak sebelah untuk ditahan tahap 2 nya," tutur RA lagi.

Berkas tersangka Irfan Wijaya disebut sudah tahap P21 pada 21 Agustus 2022 namun tahap duanya sempat ditahan beberapa lama lantaran tersangka melakukan perjalanan ke luar kota.

"Jadi kita ke Kejaksaan lagi, tidak ada, ibu Kajari katanya ke Belanda jadi dipending seminggu. Setelah itu seharusnya terlapor tahap dua tersangka liburan ke Bali. Jadi tidak jadi tahap dua. Tidak bisa P21 karena tersangka ke Bali, jadi terbitlah P21 A," paparnya.

Irfan pun baru resmi menjadi tahanan kejaksaan setelah terbit tahap 2 pada 20 September 2022.

Ditersangkakan dengan Alasan tak Jelas

RA dan AM kemudian bercerita kembali saat posisinya sudah menjadi terlapor dalam kasus dugaan penganiayaan yang dilayangkan Irfan Wijaya.

RA bahkan sempat mengalami muntah darah saat dimintai keterangan oleh oknum penyidik di Mapolres Gowa.

"Yang pertama, baru tahap pertama itukan konfirmasi, penyidik tidak mau datang ke rumah padahal saya kan baru di opname keluar dari rumah sakit jadi akhirnya saya yang ke sana (Polres Gowa), disana saya suruh (penyidik) ke mobil dia tidak mau juga," jelasnya.

"Jadi dia (penyidik) suruh bapak (AM) gantikan saya BAP, jadi tinggal copy paste saya disuruh tanda tangan dia (penyidik) sudah setting semua jawaban baru disuruh saya tanda tangan tapi saya tidak terima," sambungnya.

Dengan kondisi fisik yang masih sangat lemah RA pun memaksakan diri untuk tetap diambil keterangannya. Ia berusaha koperatif saat diperiksa.

"Jadi saya turun dari mobil bawa oksigen, sampai di ruang penyidik saya minta waktu 5 menit untuk perbaiki perasaan saya, tapi penyidik langsung bengkok mukanya sambil saya dicecar pertanyaan, jadi saya minta lagi keringanan waktu 2 menit tapi tetap dicecar pertanyaan. Ini oksigen masih terpasang karena saya baru keluar dari rumah sakit, jadi tidak lama keluar itu darah dari hidung dan mulutku, akhirnya berhenti pemeriksaan," ujarnya.

Menilai ganjal lantaran ia dilaporkan dengan kasus dugaan pengeroyokan. RA dan AM pun mencoba mengadu ke Mapolda Sulsel untuk melakukan gelar perkara khusus.

Di sana muncul sejumlah solusi, namun RA dan AM menilai Mapolres Gowa tidak mengindahkan rekomendasi hasil gelar yang dilakukan Polda Sulsel.

"Kedua karena Polda mencium ada keganjalan kasus ini, akhirnya ditarik ke Polda untuk diadakan gelar perkara khusus. Hasil gelar perkara khusus di Polda ada keluar beberapa poin pertama Irfan dijadikan statusnya sebagai tersangka. Kedua itu dinilai status saya sebagai terlapor terlalu prematur untuk dinaikkan sebagai tersangka makanya direvisi diadakan rekonstruksi," kata RA.

Polres Gowa pun melakukan rekonstruksi di kediaman Irfan Wijaya, namun RA dan AM menilai rekonstruksi tersebut mempunyai banyak keganjalan.

"Lagi-lagi Polres Gowa kurang ajarnya pas rekonstruksi itu banyak kan yang liat termasuk media juga, terkesan kami diintimidasi mengikuti arahan penyidik, sedangkan Irfan sendiri dia itu sempat argumen dengan penyidik. Nah saat itu juga kita dipasangi tulisan terlapor, Irfan disitu korban, na statusnya kan sudah tersangka," ungkapnya dengan kesal.

RA dan AM menyebut rekonstruksi itu tidak sepenuhnya selesai lantaran pada saat itu sakit diderita RA kembali kambuh.

"Itu Polres Gowa tidak ikuti rekomendasi nya Polda, seharusnya kan (rekonstruksi) dari dia dari kita juga. Versi Irfan belum selesai, versi kami belum sama sekali jalan," kata RA.

RA dan AM juga merasa ganjal lantaran merasa penetapan tersangka terhadap dirinya sangat cepat.

"Saya cuma dua kali di BAP sudah tersangka, padahal untuk dia kita berapa kali bolak-balik," tuturnya.

Saksi Pihak RA dan AM juga Alami Intimidasi

Tak hanya RA dan AM, rupanya saksi dari Pasutri ini juga diduga mengalami intimidasi dari pihak kepolisian.

"Saksi kami juga diintimidasi, pertama tidak mau sekali dipanggil, pernyataannya dia (penyidik) bilang meringankan ibu, jadi saya bilang ini kan memang fakta. Akhirnya dihadirkan, tapi dibatasi ketika mau dikembangkan pernyataannya saksi, dia (penyidik) bilang jangan bicara, jawab saja pertanyaan di sini. Ketika dikoreksi juga marah," ungkap RA menirukan penjelasan penyidik.

Untuk diketahui, berkas perkara RA dan AM sebagai tersangka juga sudah dilimpahkan ke Kejari Gowa dengan status P21 pada 21 September 2022 kemarin.

Topik Menarik