Strategi Sneevliet Menyusupkan Komunisme ke Jantung Sarekat Islam

Strategi Sneevliet Menyusupkan Komunisme ke Jantung Sarekat Islam

Gaya Hidup | netralnews.com | Senin, 10 Oktober 2022 - 08:31
share

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Perkembangan organisasi Sarekat Islam (SI) ditandai dengan munculnya banyak cabang di Indonesia. Salah satu cabang SI yang cukup terkenal adalah SI Semarang. Namun SI Semarang kemudian berubah menjadi SI Merah.

Kondisi ini adalah buah perpecahan di tubuh Sarekat Islam yang erat kaitanya dengan siasat Sneevliet dalam menyusupkan unsur komunisme dalam strategi blok dalam-nya.

Pemain Utama

Sneevliet yang dikenal sebagai akar komunisme di Indonesia, mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV)pada Mei 1914 di Surabaya guna menghimpun orang Belanda sosialis yang ingin menyebarkan ide-idenya kepada rakyat Hindia Belanda. Pribumi juga dapat bergabung. Kemudian mereka mendirikan cabang baru yang terletak di Semarang.

Selain itu Sneevliet juga merupakan seorang editor De Volharding yang merupakan surat kabar berbahasa Belanda yang terletak di Semarang yang juga merupakan bagian penting dari VSTP V ereeniging van Spoor en Treemweg Personeel (VSTP) (Sari, 2006). VSTP memiliki misi terselubung yakni memperbaiki nasib pegawai Bumi Putera yang kurang cakap dan miskin,

Di Semarang, ISDV mulai menyebarkan pengaruhnya ke tubuh SI melalui strategi Blok Dalam, yaitu strategi yang mengembangkan propaganda dengan menyusupkan propagandis ke dalam tubuh partai. Untuk melancarkan strateginya, Sneevliet membidik nama Semaun.

Sneevliet bertemu dengan Semaun pada tahun 1914 di Surabaya. Semaun yang kala itu menjabat sebagai sekertaris SI Surabaya mulai bergabung dengan ISDV. Pertemuan tersebut melahirkan hubungan antar keduanya.

Hal ini dapat dilihat ketika Semaun menerima tawaran Sneevliet untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan ISDV dan VSTP Surabaya. Hubungan Sneevliet dengan Semaun telah membentuk Semaun menjadi propagandis yang cocok menjadi pemimpin SI Semarang.

Selain Semaun, Sneevliet juga memiliki hubungan erat dengan seorang jurnalis, wartawan, dan politikus bernama Marco Kartodikromo. Hubungan tersebut terjalin karena Sneevliet berhasil menangguhkan masa hukuman Marco akibat aktivitas jurnalisnya dari hukuman 7 bulan penjara menjadi 3 bulan penjara.

Sneelviet kemudian bertemu dengan Darsono, seorang redaktur Sinar Hindia. Gerakan-gerakan Sneevliet telah menginspirasi Darsono. Atas ajakan Semaun, Darsono bergabung dan aktif di SI Semarang dan juga ISDV (Nugroho, 2014).

Melalui ketiga pemuda ini, Sneevliet melancarkan strategi blok dalamnya yaitu dengan menyusupkan ketiganya dalam kepengurusan SI Semarang pada tahun 1916. Pada saat pergantian pengurus pada tahun 1917, Mohammad Josoef menyerahkan kepemimpinanya kepada Semaun.

Terpilihnya Semaun, memperlancar tujuan Sneevliet untuk menyebarkan pengaruhnya pada SI Semarang. Sebelumnya pengurus SI merupakan kalangan kaum menengah dan pegawai negeri.

Terpilihnya Semaun menjadi ketua, mampu menghimpun dukungan dari rakyat kecil. Hal ini telah mengubah corak SI Semarang dari gerakan kaum menengah menjadi gerakan kaum buruh (Niel, 1960).

Di bawah pimpinan Semaun, SI Semarang seringkali cekcok dengan Central Sarekat Islam (CSI), di antaranya ketika CSI hendak mengirimkan kandidat Volksraad (lembaga dewan rakyat).

Semaun menganggap bahwa Volksraad hanyalah pertunjukan kosong yang hanya akan mengambil lebih banyak keuntungan dari rakyat. Semaun bahkan mengancam akan keluar dari SI apabila tuntannya tidak dikabulkan. Namun CSI tetap mengirimkan kandidatnya (Sari, 2006).

Selain itu Semaun juga tidak sependapat terkait Indie Werbaar (pertahanan Hindia) yang merupakan salah satu agenda wajib militer bagi pribumi, SI Semarang menganggap bahwa Indie Weerbar hanyalah alat Belanda untuk melindungi kapitalis dengan menggunakan milisi orang pribumi. Namun lagi-lagi penolakan Semaun tidak berpengaruh dan SI tetap menyetujui agenda Indie Werbaar (Ghulam&Mahasta, 2020).

Banyaknya perbedaan tersebut telah mendorong munculnya benih perpecahan. Puncaknya ketika Baars, salah satu anggota ISDV menyerang pemimpin SI terkait Indie Weerbar dalam sidang terbuka pada Oktober 1917. Peristiwa ini menyebabkan CSI menuntut SI Semarang agar memisahkan diri dengan ISDV.

ISDV meminta CSI untuk mempertimbangkan keputusanya, hal ini karena kekhawatiran ISDV kehilangan hubungan dengan organisasi pergerakan yang menjadi media dalam mewujudkan tujuanya (De Rode, 1917).

Namun ternyata SI Semarang justru mendapatkan banyak dukungan dari cabang SI lainya. Akhirnya Tjokroaminoto harus mendukung hubungan SI Semarang dengan ISDV yang semula tidak ia setujui.

Kekuatan SI Semarang semakin meningkat sedangkan CSI hanya terikat pada cabang yang ada di kota-kota besar. Oleh karena itu SI terpaksa menerima ideologi kiri tersebut. SI Semarang kemudian tidak lepas dari pengaruh Sneevliet dan ISDV. ISDV semakin gencar melebarkan paham kirinya.

Kemudian pada 23 Mei 1920, ISDV mengubah namanya menjadi Perserikatan Komunis Hindia yang kelak akan berganti nama menjadi PKI dengan Semaun sebagai pimpinan dan Darsono sebagai wakilya (Winarni & Widuatie, 2015: 221).

Pada kongres istimewa yang dilaksanakan pada 24 Desember 1920, Semaun menyerang SI dengan mengatakan bahwa sebenarnya SI sedang dikendalikan kaum borjuis yang justru menyokong kapitalisme dan merugikan pergerakan rakyat.

Kemudian SI terpecah setelah Semaun dan Darsono dikeluarkan dari SI akibat perubahan peraturan tentang disiplin partai dan keanggotaan rangkap pada kongres ke-6 SI pada 6-10 Oktober 1921. Pada kongres ini terjadi perdebatan pelik antara Semaun dan Agus Salim.

Semaun ingin mengubah asas SI dari Islam menjadi pluralisme. Agus Salim merespons usulan Semaun dengan memberlakukan aturan disiplin partai, hal ini bertujuan agar SI bebas dari pengaruh komunis.

Tan Malaka meminta pengecualian untuk PKI, namun permintaan tersebut ditolak karena disiplin partai mendapatkan mayoritas suara. Oleh karena itu, anggota yang merangkap diharuskan untuk memilih satu organisasi.

Akibatnya, Semaun dan Darsono yang merangkap sebagai bagian dari PKI resmi keluar dari Sarekat Islam (Muryanti, 2010).

Maka, Sarekat Islam pun terpecah menjadi 2 kubu, SI Merah yang berpusat di Semarang, berlandaskan komunis dengan Semaun sebagai pemimpin dan SI Putih yang berpusat di Yogyakarta, berlandaskan keagamaan dan kebangsaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto.

Faktor Keberhasilan Strategi Blok Dalam

Keberhasilan Strategi Blok dalam ISDV didorong oleh faktor-faktor di antaranya lemahnya koordinasi Central Sarekat Islam dalam membawahi Sarekat Islam yang tersebar di kota-kota besar, hal ini juga memudahkan masuknya ideologi baru yang disebarkan bahkan oleh para pemimpin Sarekat Islam sendiri (Sari, 2006).

Semaun adalah kasus nyata. Semaun kala itu telah mendapat aliran ideologi komunis lalu menjadi pemimpin SI Semarang, hal ini tentu memudahkan Semaun dalam mendoktrin dan menyebarkan ideologinya terhadap anggota SI Semarang.

Lemahnya koordinasi Central Sarekat Islam juga terlihat dalam mudahnya seorang anggota SI menjadi bagian dari organisasi lain yang memiliki latar belakang berbeda, terbukti dengan hadirnya Semaun dalam Sarekat Islam Semarang dan juga ISDV yang barang tentu memiliki ideologi berbeda dengan Sarekat Islam (Sari 2006),

Selain lemahnya koordinasi, peraturan yang pada saat itu memperbolehkan keanggotaan untuk bergabung lebih dari satu organisasi telah membuat ISDV berhasil untuk menyusupkan Semaun, Marco, Darsono yang juga aktif dalam ISDV dan VSTP dalam kepengurusan SI Semarang.

Pecahnya golongan dalam Sarekat Islam menjadi dua kubu suatu saat nanti akan membawa keduanya dalam jurang perbedaan yang lebih besar yakni dengan munculnya Partai Sarekat Islam sebagai pendewasaan dari Central Sarekat Islam dan Sarekat Rakyat sebagai pendewasaan dari Sarekat Islam Semarang.

Penulis: Ays Nur Adillah

Universitas Negeri Malang

Referensi

De Rode, S.Ier. (1917). Het S.I. Congres te Batavia (Kongres SI di Batavia), Het Vrije Woord.

Ghulam, Ahmad. & Arya, Mahasta. (2020). Dinamika Sarekat Islam dan Komunis (Proses Penyusupan Komunis dan Perpecahan Sarekat Islam). Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman p-ISSN: 1693-8712|e-ISSN: 2502-7565 Vol. 20, No. 02, Desember 2020, 62-67.

Muryanti, E. (2010). MUNCUL DAN PECAHNYA SAREKAT ISLAM DI SEMARANG 1913-1920. Paramita, 20(1), 15.

Niel, V.R. (1960). The Emergence of the Modern Indonesian Elites Gravenhage . Van Hoeve

Nugroho, A. R. (2014). Peranan Henk Joseph Sneevliet dalam Perkembangan Sarekat Islam Merah di Semarang Tahun 1917-1920: Menyemaii Benih-benih Komunisme" [Universitas Sanata Dharma]. https://repository.usd.ac.id/115/2/091314027_full.pdf

Sari, Kartika. (2011). Gerakan Sarekat Islam (SI) Merah (Persinggungan antara Islam dan Komunis di Indonesia Tahun 1920-1926) . Palembang: IAIN Raden Fatah Palembang.

Winarni, R., & Widuatie, M. R. E. (2015). Konflik politik dalam pergerakan Sarekat Islam 1926. LITERASI: Indonesian Journal of Humanities, 5 (2), 216323.

Topik Menarik