Hukum Melagukan Bacaan Alquran, Ini Kata MUI

Hukum Melagukan Bacaan Alquran, Ini Kata MUI

Gaya Hidup | BuddyKu | Rabu, 10 Agustus 2022 - 16:33
share

HUKUM melagukan bacaan ayat-ayat suci Alquran sangat penting diketahui setiap Muslim. apakah boleh atau terlarang? Simak penjelasan lengkap Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) berikut ini.

Dihimpun dari mui.or.id , bahasa Alquran memang sangat indah. Keindahan tersebut akan lebih tampak apabila dibacakan seseorang yang memiliki suara yang indah dan selalu memerhatikan hukum-hukum tajwid. Dengan begitu bakal memberikan pengaruh yang mendalam bagi pendengarnya.

Pakar ilmu qiraat dan ilmu-ilmu Alquran, KH Dr Ahsin Sakho Muhammad, dalam bukunya \'Membumikan Ulumul Quran: Tanya Jawab Memudahkan tentang Ilmu Qiraat, Ilmu Rasm Usmani, Ilmu Tafsir, dan Relevansinya dengan Muslim Indonesia\' menjelaskan bahwa para ulama, sebagaimana dikemukakan Syekh Ali As-Shabuni dalam kitabnya \'Rawai al-Bayan fi Tafsir Ayat al-Ahkam, terbelah menjadi dua pendapat.

Pertama, ulama yang menolak dan tidak setuju melagukan bacaan Alquran merupakan ulama yang berasal dari Mazhab Maliki dan Hanbali.

Pendapat ini dirujuk sahabat Anas bin Malik, Sa\'id bin Al-Musayyab, Sa\'id bin Jubair, Al-Ashim bin Muhammad, Al-Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakha\'i, dan lainnya.

Kedua, mereka yang setuju melagukan bacaan Alquran. Inilah pendapat ulama dari Mazhab Syafi\'i dan Hanafi. Para ulama dari Mazhab Syafi\'i dan Hanafi yang membolehkan melagukan lagu antara lain Umar bin Khathab, Ibn Mas\'ud, Ibn \'Abbas, Abdurrahman bin Al-Aswad bin Zaid, Abu Jafar Ath-Thabari, Abu Bakar bin Al-Arabi, dan lainnya.

Para ulama yang tidak setuju melagukan bacaan Alquran merujuk sejumlah dalil dan alasan di antaranya hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam:

"Bacalah Alquran dengan lahn (bacaan, langgam) orang Arab dan suara mereka. Jauhilah olehmu (melagukan Alquran) dengan lagunya ahli kitab dan orang fasik. Akan datang setelahku orang-orang yang akan melagukan Alquran sebagaimana penyanyi berlagu, berdendang, dan berteriak-teriak. Bacaan mereka hanya terhenti di tenggorokan mereka. Hati mereka terkena fitnah, begitu juga hati yang memuji mereka."

Menurut Kiai Ahsin, hadis ini disebutkan bagaimana Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam memberi peringatan terhadap mereka yang melagukan bacaan Alquran seperti penyanyi.

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam juga pernah bersabda mengomentari mereka yang membaca Alquran dengan berlagu:

"Anak-anak muda yang menjadikan Alquran sebagai seruling-seruling (musik) dan mereka memajukan (menjadikan imam) seseorang agar dia melanggamkan irama (seperti lagu) padahal dia adalah orang yang paling sedikit ilmunya (pemahaman agama) di antara mereka."

Selain itu, ada pendapat yang menyatakan bahwa orang yang berlagu saat membaca Alquran akan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kaidah ilmu tajwid seperti memanjangkan bacaan yang semestinya pendek, melunakkan hamzah yang semestinya dibaca keras. Padahal, hal ini sangat jelas tidak boleh terjadi Ketika membaca Alquran.

Imam Malik pernah ditanya tentang hukum orang yang melagukan bacaan Alquran sewaktu sholat. Beliau menjawab, "Aku tidak menyukainya," kemudian berkata, "Itulah nyanyian, mereka bernyanyi yang tujuanya mencari uang."

Kemudian hal serupa terjadi terhadap Imam Ahmad. Beliau ditanya bagaimana hukum melagukan bacaan Alquran. Ia menjawab, "Itu bid\'ah, tidak boleh didengarkan."

Kiai Ahsin melanjutkan, sementara itu para ulama yang setuju melagukan bacaan Alquran pun merujuk sejumlah dalil dan alasan, di antaranya hadis Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam:

"Barang siapa tidak melagukan Alquran, dia bukan golonganku (tidak mengikuti perilakuku)." (HR Abu Dawud)

Para ulama banyak mengartikan kata "Yataghanna" dengan memperindah bacaan. Ibn Jarir Ath-Thabari berkata, "Yang masyhur pada perkataan orang Arab, ungkapan \'Taghanni\' ialah melagukan, membaguskan bacaan dengan berlagu."

Kemudian Imam al-Khathtabi memberikan latar belakang dari munculnya hadis tersebut. Ia berkata, "Orang Arab sangat ganderung dengan nyanyian pada banyak kesempatan. Pada saat Alquran turun, Nabi menginginkan agar kebiasaan itu digantikan dengan kebiasaan melagukan Alquran. Nabi berkata, \'Barang siapa yang tidak melagukan bacaan Alquran maka dia bukan termasuk dalam kelompokku\'." (Syarh kitab At-Tauhid min Shahih Al-Bukhori, Al-Ghanimani II/460)

Ibn Jarir meriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab, "Umar berkata kepada Abu Musa al-Asyari, \'Ingatkanlah diriku akan Allah.\' Abu Musa lalu membaca Alquran dan melagukannya. Umar berkata, \'Barang siapa ingin membaca Alquran dengan berlagu sebagaimana Abu Musa lakukan, maka lakukanlah\'." (Zad Al-Maad, 1/466)

Dari pendapat yang disampaikan para ulama, baik yang setuju maupun tidak setuju melagukan bacaan Alquran, Kiai Ahsin Sakho mengatakan bahwa pendapat yang setuju untuk membaca Alquran lebih tarjih.

"Hal ini karena dalilnya kuat dengan catatan bahwa membaca Alquran dengan lagu tidak sampai mengorbankan unsur tajwid," jelasnya.

Kiai Ahsin Sakho menjelaskan, unsur tajwid harus dikedepankan dalam membaca Alquran karena tajwid itu hukumnya wajib (dharuriyyat), sementara melagukkan bacaan Alquran bersifat kamaliyat atau demi kesempurnaan bacaan saja.

Allahu a\'lam bisshawab .

Topik Menarik