Baba Vanga-nya Jepang Ramal Tsunami Dahsyat 5 Juli 2025 Picu Ketakutan, Pakar Angkat Bicara

Baba Vanga-nya Jepang Ramal Tsunami Dahsyat 5 Juli 2025 Picu Ketakutan, Pakar Angkat Bicara

Global | sindonews | Kamis, 3 Juli 2025 - 12:44
share

Ryo Tatsuki, seniman komik manga dan peramal yang dijuluki Baba Vanga-nya Jepang, telah meramalkan tsunami dahsyat akan terjadi di negaranya pada Sabtu (5/7/2025). Ramalan itu telah muncul dalam komik manga berjudul Watashi ga Mita Mirai (Masa Depan yang Kulihat).

Komik manga Watashi ga Mita Mirai pertama kali diterbitkan pada tahun 1999 dan menyusun visi berdasarkan mimpi dari Ryo Tatsuki. Yang membuat komik manga tersebut terkenal adalah dimasukkannya entri yang meramalkan bencana besar pada tanggal 11 Maret—tanggal yang kemudian bertepatan dengan gempa bumi Tohoku 2011.

Keakuratan yang dipersepsikan ini telah membuat karya tersebut terkenal karena pandangan ke depan di antara para pembacanya.

Baca Juga: Baba Vanga-nya Jepang Ramal Bencana Besar Terjadi 5 Juli 2025, Orang-orang Ketakutan

Cetakan ulang tahun 2021 menyertakan visi baru yang ditetapkan pada tanggal 5 Juli 2025, yang menggambarkan retakan bawah laut di Samudra Pasifik yang menyebabkan tsunami besar.

Menurut komik manga tersebut, bencana ini akan menghancurkan wilayah barat daya Jepang, jauh melebihi skala bencana tahun 2011. Meskipun tidak ada data ilmiah khusus yang mendukung visi ini, kemiripannya yang aneh dengan peristiwa masa lalu telah menyebabkan spekulasi yang meluas, terutama di media sosial.Meskipun para seismolog dan lembaga publik secara luas menolak gagasan bahwa peristiwa semacam itu dapat diprediksi dengan tanggal yang tepat, dampak budaya dan emosional dari citra manga tersebut telah mulai terwujud secara nyata.

Dari pariwisata yang terganggu hingga kerugian ekonomi, efek berantai dari narasi fiksi ini dirasakan di seluruh negeri.

Badan Meteorologi Jepang telah mengeluarkan pernyataan publik yang menyerukan publik agar tetap tenang, dengan menyatakan dengan tegas bahwa tidak ada dasar ilmiah untuk peristiwa yang diprediksi tersebut.

Para pakar telah menyatakan kekhawatiran atas misinformasi yang beredar sebagai akibat dari popularitas komik manga tersebut.

Profesor Sekiya Naoya dari Universitas Tokyo menyatakan dalam sebuah wawancara dengan NHK: "Tidak ada cara, dengan sains saat ini, untuk memprediksi dengan tepat kapan dan di mana gempa bumi akan terjadi."

Kimiro Meguro, seorang profesor yang mengkhususkan diri dalam mitigasi bencana di universitas yang sama, menegaskan hal ini: “Ini tidak menggunakan pendekatan ilmiah terhadap seismologi. Rumor seperti ini hanya membuat orang gelisah, dan kerumunan yang gelisah dapat menimbulkan bahaya lain.”

Dampak pada Pariwisata dan Ekonomi

Meskipun ada jaminan ilmiah, prediksi komik manga tersebut telah memiliki konsekuensi di dunia nyata.

Menurut Takahide Kiuchi, ekonom eksekutif di Nomura Research Institute, Jepang dapat kehilangan hingga ¥560 miliar (USD3,9 miliar) dalam pendapatan pariwisata jika ketakutan terus menghalangi pelancong internasional.

Greater Bay Airlines Hong Kong telah melaporkan penurunan pemesanan sebesar 30 dan telah mengurangi penerbangan ke Jepang.

Prefektur Tottori, yang terletak di Jepang barat daya, menyatakan bahwa pemesanan dari Hong Kong telah turun hampir 50.

Secara keseluruhan, operasi penerbangan telah turun hingga 83 dari kapasitas normal, dengan maskapai lain mengikuti dengan mengurangi rute mereka.

Gubernur Shinji Hirai dari Tottori mengakui implikasi yang parah: "Minat untuk datang ke Jepang mulai memudar. Dampak rumor tersebut tidak dapat disangkal." Selain itu, gempa bumi pada tanggal 28 Maret di Myanmar dan publikasi pemerintah baru-baru ini tentang skenario terburuk Palung Nankai telah semakin memicu ketidakpastian publik. Bahkan Kedutaan Besar China di Tokyo menyarankan warganya untuk mempertimbangkan pengaturan keselamatan saat bepergian di Jepang selama periode ini.

Reaksi Otoritas dan Pakar Jepang

Pejabat setempat telah menyuarakan kekhawatiran tentang penyebaran ramalan yang tidak ilmiah yang tidak terkendali.

Gubernur Yoshihiro Murai dari Prefektur Miyagi menyatakan: "Ini adalah masalah besar bahwa informasi berdasarkan bukti yang tidak ilmiah menyebar di media sosial dan berdampak pada pariwisata."

Gubernur Tokushima Masazumi Gotoda juga mengingatkan publik tentang realitas yang lebih luas: "Gempa bumi dapat terjadi kapan saja, di mana saja, terlepas dari apa yang dikatakan buku komik."

Departemen pariwisata telah menyatakan ketidakpercayaan bahwa prediksi komik manga dapat mengakibatkan pembatalan pemesanan tiket yang sebenarnya. Namun, angka-angka tersebut menunjukkan pola yang jelas dari berkurangnya aktivitas perjalanan, terutama dari negara-negara Asia Timur.

Peran Media Sosial dan Interpretasi Budaya

Media sosial telah memainkan peran pentingperan fiktif dalam memperkuat klaim manga tersebut. Diskusi berkisar dari skeptis hingga mengkhawatirkan, dengan tanda pagar (tagar) yang terkait dengan prediksi 5 Juli menjadi tren di berbagai platform.

Sifat viral dari postingan ini telah mempersulit informasi faktual untuk menembus kebisingan.Menambah kecemasan, seorang ahli feng shui Hong Kong juga meramalkan gempa bumi besar antara bulan Juni dan Agustus, memberikan daya tarik lebih lanjut pada gagasan bahwa bencana akan segera terjadi, bahkan tanpa dukungan ilmiah.

Gearoid Reidy dari Bloomberg menyimpulkannya dengan menyoroti ketidakmungkinanan statistik dari prediksi tersebut: "Dua benar-benar merupakan angka ajaib yang hanya sedikit—jika ada—prediktor gempa bumi yang berhasil mencapainya."

Kesiapsiagaan atas Kepanikan

Sementara pejabat dan ilmuwan telah mengecam prediksi tersebut sebagai tidak berdasar, mereka terus menekankan pentingnya kesiapsiagaan umum.

Jepang tetap menjadi salah satu negara yang paling rawan gempa bumi di dunia, dan pemerintah mendorong warganya dan pengunjung untuk tetap mendapat informasi melalui saluran resmi.

Seperti yang dicatat oleh Reidy dari Bloomberg: “Bersiaplah menghadapi bencana—bukan karena komik mengatakan demikian, tetapi karena di Jepang, bencana besar berikutnya bukanlah masalah apakah akan terjadi, tetapi kapan.”

Insiden tersebut menjadi pengingat betapa mudahnya ketakutan dapat meningkat di era digital, dan betapa pentingnya bagi lembaga publik untuk merespons dengan cepat dengan informasi yang akurat.

Topik Menarik