Pengacara Jokowi Sebut Buku Jokowi's White Paper Hanya Upaya Bangun Alibi
Pengacara Joko Widodo (Jokowi), Rivai Kusumanegara, menilai kemunculan buku putih Jokowi's White Paper tidak lebih dari upaya membangun alibi. Rivai menyinggung tata waktu terbitnya buku tersebut yang menurutnya janggal.
Rivai menilai, buku itu menjadi alasan penundaan pemeriksaan pada saat itu, dan baru belakangan muncul untuk memperkuat narasi tertentu.
"Kami berpendapat buku ini memang hanya buku upaya membangun alibi. Seolah-olah penelitian yang dilakukan memiliki dasar kuat, padahal kalau mengikuti kaidah akademik, penelitian itu harus diuji, diproses, baru diekspos. Bukan justru tiap hari dilempar ke media, lalu berbulan-bulan kemudian muncul kesimpulannya," ujar Rivaidalam program Interupsi bertema "Setelah 'Jokowi Undercover' Terbit Buku Putih" yang tayang di iNews, Kamis (21/8/2025) malam.
Ia juga menyinggung tren satu dekade terakhir yakni kasus pencemaran nama baik kerap dikemas seakan-akan sebagai hasil penelitian. Menurutnya, hakim tidak boleh terkecoh dengan strategi semacam itu.
"Memang ada beberapa perkara yang mencoba menghadirkan penelitian sebagai tameng, tapi mayoritas hakim tidak terkecoh. Artinya, silakan saja dijadikan alibi, nanti kita lihat apakah hakim meyakini buku itu atau tidak,” tegas Rivai.Baca Juga: Polemik Ijazah Jokowi Berkepanjangan, Ubedilah Badrun Ungkap Penyebabnya
Rivai menambahkan, pengalaman kasus serupa sebelumnya menjadi pelajaran bahwa klaim penelitian tidak selalu bisa dijadikan pembelaan hukum.
Di acara yang sama, Ketua Perjuangan Rakyat Nusantara (Pernusa) Norman Hadinegoro menilai polemik seputar buku putih sebaiknya disikapi dengan tenang. Menurutnya, publik berhak menilai isi buku tersebut tanpa perlu saling menghakimi.
Norman menegaskan, meski ada pro-kontra terkait keilmiahan buku tersebut, dirinya tidak mempermasalahkannya. "Biarkan saja masyarakat yang menilai. Kalau ada yang bilang ini bukan karya ilmiah, ya silakan. Bagi saya tidak ada masalah. Isinya pun sudah banyak dibahas oleh pengacara. Jadi tidak usah diperdebatkan telur dulu atau ayam dulu," kata Norman.
Namun, dia mempertanyakan sikap Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terkesan menolak memberikan ruang akademik bagi peluncuran atau penguatan buku itu. "Kalau memang ada rekomendasi dari Gadjah Mada, seharusnya bisa memperkuat buku ini. Tapi kemarin justru terkesan ditolak. Nah, ini yang saya minta penjelasan," ujarnya.Sebelumnya, Rismon Sianipar menjelaskan buku berjudul Jokowi's White Paper merupakan kajian ilmiah yang membuktikan ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) tidak ada atau palsu. Rismon merupakan salah satu penulis buku tersebut.
"Ini adalah kajian teknis, ilmiah, yang menjadi background kami yang membuktikan bahwa ijazah Joko Widodo itu satu tidak ada atau yang kedua palsu," kata Rismon Sianipar.
Rismon menjelaskan bahwa buku ini pada intinya merupakan kompilasi dari tulisan beberapa terlapor dari tudingan ijazah palsu Jokowi. Mereka adalah Roy Suryo, Dokter Tifa, dan dirinya.
Rismon juga memastikan ketiganya tidak saling berkoordinasi terkait penulisan buku ini. "Jadi ini adalah kompilasi dari tiga tulisan, dari pak Roy Suryo, Saya maupun Bu Tifa. Dan ini masing-masing independen tanpa ada koordinasi, menulis bersama, karena kami, bidang kami adalah bidang yang sangat berbeda."
Rismon menegaskan bahwa hasil penelitiannya ini bukan semata-mata merupakan secara personal kepada Jokowi. Ia kembali menegaskan bahwa buku ini ialah kajian teknis untuk membuktikan bahwa ijazah Jokowi tidak ada.
"Ini tidak diperuntukkan untuk publik umum, tetapi bisa dijadikan kenangan bahwa di sini sebenarnya lebih kepada bukan secara personal kepada Joko Widodo," tandasnya.










