Penjelasan Lengkap Kepala BMKG soal Gempa Megathrust 8,7 SR yang Bakal Lumpuhkan Jakarta

Penjelasan Lengkap Kepala BMKG soal Gempa Megathrust 8,7 SR yang Bakal Lumpuhkan Jakarta

Nasional | okezone | Senin, 18 Maret 2024 - 16:02
share

JAKARTA - Viral video pada platform TikTok yang menyebutkan bahwa Jakarta mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust berkekuatan 8,7 SR . Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati pun membantah narasi dalam video tersebut.

Dwikorita mengatakan video tersebut dipenggal oleh orang yang tidak bertanggung jawab sehingga dapat dimaknai berbeda, sehingga dapat membuat masyarakat menjadi resah.

Itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan Jakarta. Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System - InaTEWS) di Bali, ungkap Dwikorita di Jakarta, Sabtu (16/3/2024).

Dwikorita menjelaskan, lumpuh yang dimaksudkan dirinya adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi seperti Base Transceiver Station (BTS) akibat gempa megathrust. Hal inilah yang coba diantisipasi BMKG dengan membangunkan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (Indonesia Tsunami Early Warning System - InaTEWS) sebagai fungsi back up/cadangan di Bali, meskipun di Jakarta sudah ada.

Keberadaan gedung InaTEWS di Bali ini sebagai bagian dari mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran Jakarta mengalami kelumpuhan. Hal ini didasarkan pada skenario terburuk yaitu jika gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak kurang lebih dari 250 kilometer dari tepi pantai.

Dalam skenario terburuk tersebut, lanjut Dwikorita, gempa megathrust berkekuatan M 8.7 diperkirakan dampaknya mampu melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta, karena terputusnya (lumpuhnya) jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuifaksi.

Maka sebagai upaya Manajemen Risiko demi keberlanjutan operasional sistem Peringatan Dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980 an, ujarnya.

Topik Menarik