Kisah Paitun Jemaah Haji Tertua Usia 92 Tahun dari Malang, Buruh Tani Dapat Warisan Keluarga

Kisah Paitun Jemaah Haji Tertua Usia 92 Tahun dari Malang, Buruh Tani Dapat Warisan Keluarga

Terkini | inews | Jum'at, 10 Mei 2024 - 08:54
share

MALANG, iNews.id - Paitun menjadi jemaah haji tertua dari Kabupaten Malang, Jawa Timur berusia 92 tahun. Dia menjadi bagian dari jemaah di kloter 26 untuk Kabupaten Malang yang berangkat dari embarkasi Juanda, Surabaya.

Di usianya yang hampir genap seabad, fisik Paitun masih terlihat kuat dan mampu berjalan normal. Namun Paitun memang sedikit kesulitan berkomunikasi dengan orang baru. Dia harus dipandu dan diarahkan oleh keponakannya yang setia mendampingi di rumah.

Yuyun Maslahah, keponakan Paitun mengatakan, bibinya itu secara administrasi kependudukan tercatat memiliki tanggal kelahiran 9 Agustus 1932 atau berusia 92 tahun. Namun umur pastinya Yuyun mengaku tak tahu pasti atau bisa jadi lebih tua dari catatan adminstrasi kependudukan.

"Di KTP usianya 92 tahun. Tapi usia pastinya nggak tahu, ya bisa jadi lebih. Kan dulu kan melahirkan nggak dicatat," ujar Yuyun Maslahah, ditemui di rumahnya Jalan Raden Saleh, Dusun Pabrian RT 15 RW 3 Desa Sukonolo, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang.

Yuyun menambahkan, bibinya memiliki keinginan berangkat haji usai disarankan tetangganya. Dari pesan tetangganya itulah, Paitun juga akhirnya mendaftarkan haji pertama tahun 2018.

"Diarahkan, disarankan tetangga, katanya dari pada tidak punya anak, dibuat pergi (haji), kan biar lebih sempurna (rukun Islamnya), ya namanya diarahkan naik (haji) ya keluarga tidak menghalangi. Alhamdulillah dikasih saran baik gitu sama tetangga," katanya.

Alhasil, uang dari bagian warisan keluarga itu digunakan membayar uang biaya haji. Tapi ketika melakukan pendaftaran diakui Yuyun, keluarga tidak tahu menahu. Saat itu tetangga yang menyarankan itulah yang mengajaknya mendaftar haji di KBIH Al Rifa'i.

"Ya keluarga tidak tahu, tidak ngomong juga ke keluarga. Yang mengajak daftar tetangga. Ya Alhamdulillah, kan biar sempurna rukun Islamnya. Cuma kalau keinginannya berangkat haji kapan itu, kita nggak tahu," ujarnya.

Dari pembayaran awal untuk mendaftar haji, akhirnya kepastian berangkat didapat Paitun pada akhir tahun 2023. Saat itu keputusan berangkatnya Paitun tergolong mendadak karena sebenarnya tidak ada informasi dia akan berangkat di tahun 2024 ini.

"Ya informasinya ndadak, jadi ya sedikit agak kaget, kan jadwalnya katanya nggak tahun ini. Apalagi kan yang kelebihan (uang pendaftaran) ditaruh di bank itu akhirnya terpakai semua untuk biaya haji. Nambah Rp35 juta, dapat subsidi pemerintah, seharusnya Rp90 juta, jadi Rp60 juta," katanya.

Uang-uang yang digunakan untuk membayar biaya haji itu memang diakui sebagai warisan keluarga. Tapi untuk mencari uang tambahan sebagai uang saku dan kebutuhan lain-lain, perempuan yang sehari-hari mencari kayu bakar untuk memasak dan jadi buruh tani harus mencari lagi.

"Biaya haji kan naik, jadi uangnya itu akhirnya terpakai semua untuk keberangkatan, untuk uang saku dan buat (syukuran dan lain-lain) di rumah harus cari lagi. Bibi ini dapat warisan, tapi nggak banyak, ya cukuplah, dulu buruh (tani), sekarang sudah nggak boleh kerja lagi, sudah tua," ucapnya.

Menurutnya, untuk mencari sisa uang itu nanti pihak keluarga akan berusaha dengan menjual beberapa aset dari Paitun. Sebab Paitun juga memiliki sawah dan kebun.

"Kalau Bibi itu dulu buruh tani, di sawah ya di kebun, kebunnya tebu. Sama suaminya pisah (cerai), sudah lama, tahunnya lupa saya. Saya masih kecil pokoknya, mungkin sekarang suaminya sudah meninggal, nggak tahu soalnya, nggak dengar kabarnya lagi," ujarnya.

Selama mempersiapkan keberangkatan Paitun ke Tanah Suci Makkah, keluarga mendampinginya untuk melaksanakan manasik haji di KBIH Al Rifa'i. Beberapa kali Yuyun, suaminya, dan anaknya juga mengantarkan Paitun untuk manasik.

"Bibi ini perlu diingatkan, didorong, kalau lupa nggak, cuma kadang itu tiba-tiba keluar. Pernah itu pagi mau manasik, Bibi itu malah keluar nyari kayu, ya akhirnya saya tinggal ngantar anak sekolah dulu, baru setelah itu nyari Bibi ngajak manasik," katanya.

Yuyun mengaku, sudah menitipkan bibinya itu kepada ketua rombongan untuk dituntun. Sebab, Paitun memang perlu perhatian khusus meskipun secara fisik dan kesehatan tidak pernah ada sakit bawaan, seperti hipertensi, diabetes hingga gula darah.

"Semuanya normal, nggak ada (hipertensi, diabetes dan gula), cuma Bibi ini punya penyakit lambung maag. Makannya agak susah, kalau nggak tepat susah makan. (Di Makkah nanti seperti apa) Kami keluarga nitip ke imamnya, ada ketua rombongannya, jadi ya dituntun saja, ngikut saja," ucapnya.

Bahkan ketika ditanya ke Paitun, dia mengaku tak tahu menahu akan berdoa dan membaca apa. Terpenting bagi Paitun, dia berangkat dulu sambil dibimbing ketua rombongan.

"(Mau berdoa apa) Nggak tahu, ikut saja, disuruh baca ya baca," ujar Paitun sambil tertawa.

Tapi Paitun berharap keberangkatannya ke Makkah untuk ibadah haji bisa diberikan kelancaran dan kemudahan.

"Ya inginnya lancar dan dimudahkan," ucap Paitun.

Topik Menarik