Sengketa Pilpres 2024, Pakar dan Eks Hakim Yakin MK Buat Landmark Decision

Sengketa Pilpres 2024, Pakar dan Eks Hakim Yakin MK Buat Landmark Decision

Terkini | inews | Jum'at, 19 April 2024 - 21:48
share

JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sengketa Pilpres 2024 pada Senin (22/4/2024). Mantan hakim konstitusi dan sejumlah pakar hukum meyakini MK akan mengukir sejarah baru dengan membuat keputusan penting (landmark decision) yang menjadi terobosan di Tanah Air.

Mantan hakim konstitusi, Prof Ahmad Sodiki mengingatkan, MK sudah pernah mengukir sejarah dengan membuat landmark decision dalam sengketa-sengketa pemilu sebelumnya.

Misalnya, keharusan calon kepala daerah untuk mengumumkan kepada publik bahwa mereka pernah menjalani masa hukuman penjara atas suatu kasus. Kemudian ada persyaratan batas usia bagi calon wakil presiden yang sudah menjadi polemik selama Pilpres 2024.

"Apakah masih mungkin untuk menguji pasal tentang umur wakil presiden itu dengan pasal lain yang ada di dalam konstitusi, bukan yang telah dipakai. Kalau itu masih mungkin ya mungkin bisa diuji lagi," kata Sodiki dalam diskusi media yang digelar MMD Initiative di Gado-Gado Boplo, Cikini, Jumat (19/4/2024).

Sodiki menekankan, masih terbuka satu kemungkinan untuk dilakukan perbaikan dari putusan lama yang saat ini digunakan.

Sementara, Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof Sulistyowati Irianto mengatakan, putusan MK soal sengketa Pilpres 2024 akan jadi ujian masihkah Indonesia sebagai negara hukum.

"Kita sedang menguji apakah ini kita masih negara hukum atau tidak melalui kasus ini," kata Sulis.

Kasus ini menguji pilar-pilar negara hukum yang dimiliki Indonesia mulai dari demokrasi, HAM dan mekanisme kontrol untuk mengontrol pemisahan kekuasaan. Sulis menilai, sengketa pemilu untuk Pilpres 2024 ini bersifat sangat khusus atau tidak bisa direduksi menjadi penyelesaian sengketa biasa sehingga ada harapan hakim MK bisa memikirkan pertimbangan yang melampaui analisis doktrinal.

"Artinya, hakim MK tidak sekadar menjadikan diri sebagai corong undang-undang saja, dan sebagai penjaga gerbang terdepan dari konstitusi MK harus mempertahankan konstitusi, biarpun langit runtuh, konstitusi harus tetap tegak," ujar Sulis.

Di kesempatan yang sama, peneliti Pusat Studi Politik Hukum Kepemiluan dan Demokrasi Universitas Andalas, Feri Amsari menegaskan, hakim sudah pasti bukan corong undang-undang atau hukum. Namun, hakim merupakan corong keadilan yang tidak cuma membaca UU.

"Jadi, hakim tidak menemukan undang-undang, wong semua orang baca undang-undang kok, untuk apa hakim kalau cuma sekadar baca undang-undang. Tapi, yang mau ditemukan hakim adalah keadilan," kata Feri.

Dalam kasus sengketa Pilpres 2024, Feri mendorong hakim-hakim MK berani memberhentikan siapa pun calon yang terbukti melanggar. Termasuk, jika calon itu merupakan anak seorang presiden.

"Apakah Mahkamah Konstitusi berani memberhentikan anak presiden yang melantik dia, apakah Mahkamah Konstitusi berani kalau salah satu di antaranya adalah orang yang dititipkan melalui proses seleksi tidak adil dari hakim," ujar Feri.

Direktur Eksekutif MMD Initiative, Asmai Ishak menyampaikan, pihaknya menggelar diskusi untuk menyegarkan kembali sekaligus memberi pelajaran ke masyarakat. Terutama, tentang demokrasi Indonesia yang pernah baik dan perlu dikembalikan lagi.

"Itu yang harus kita kembalikan lagi. MK sebagai lembaga terakhir, benteng demokrasi, benteng keadilan, itu pernah menjadi atau memutuskan atau mengambil putusan yang fenomenal dan sangat bermanfaat untuk kepentingan bangsa," kata Asmai.

Topik Menarik