Restrukturisasi Utang Sri Lanka Mandek, Ini Penyebabnya

Restrukturisasi Utang Sri Lanka Mandek, Ini Penyebabnya

Ekonomi | inews | Rabu, 17 April 2024 - 05:20
share

KOLOMBO, iNews.id - Sri Lanka menolak proposal pemegang obligasi internasional untuk merestrukturisasi utang lebih dari 12 miliar dolar AS pada, Selasa (16/4/2024). Adapun hal ini dapat membahayakan dukungan Dana Moneter Internasional (IMF) yang penting dan menunda upayanya untuk menyelesaikan krisis utang yang telah berlangsung selama dua tahun.

Mengutip Reuters, Pemerintah Sri Lanka mengatakan, dua alasan utama kesepakatan tersebut tidak disetujui karena sejumlah penilaian dasar proposal dan kurangnya pilihan darurat jika perekonomian terus melemah.

Kolombo menyebut, pihaknya berharap mengadakan perundingan lebih lanjut sesegera mungkin. Namun, risiko langsungnya tanpa adanya kompromi dalam beberapa minggu mendatang, tahap selanjutnya dana dukungan penting dari IMF berpotensi tertunda.

Adapun, Sri Lanka telah mencapai kesepakatan dengan para kreditor utama pemerintahnya, namun perjanjian prinsip dengan para pemegang obligasi juga diperlukan untuk mendapatkan persetujuan Dewan IMF untuk cicilan 337 juta dolar AS berikutnya dari program senilai 2,9 miliar dolar AS tersebut.

Pemerintah mengatakan, salah satu hambatan utama adalah parameter dasar rencana pemegang obligasi tidak sesuai dengan program IMF. Komite pengarah pemegang obligasi yang telah melakukan negosiasi dalam beberapa pekan terakhir tidak ingin memperluas diskusi terbatas, bagian penting dari pembicaraan utang yang diadakan secara pribadi. 

Selain perbedaan pendapat dari IMF, Sri Lanka juga tidak setuju dengan usulan untuk menghubungkan pembayaran kembali masa depan kepada pemegang obligasi dengan pertumbuhan makroekonomi negara, melalui obligasi terkait makro atau disingkat MLB.

Kekecewaan karena belum tercapainya kesepakatan membuat obligasi Sri Lanka turun antara 2,3 dan 2,8 sen, sehingga nilai obligasinya hanya setengah dari nilai aslinya yaitu antara 53 dan 55 sen terhadap dolar.

Seperti diketahui, Sri Lanka terjerumus ke dalam krisis keuangan terburuk sejak kemerdekaannya dari Inggris pada 1948 setelah cadangan devisanya turun pada awal tahun 2022 sehingga tidak mampu membayar kebutuhan pokok termasuk bahan bakar, gas untuk memasak, dan obat-obatan.

Negara ini gagal membayar utang luar negerinya pada Mei 2022 dan memulai negosiasi dengan kreditor bilateral beberapa bulan kemudian, yang akhirnya mencapai kesepakatan prinsip dengan China, India, dan Paris Club pada November lalu.

Sri Lanka juga memerlukan perjanjian dengan masing-masing kreditor bilateral, termasuk Bank Ekspor-Impor China, untuk menyelesaikan proses peninjauan IMF.

Didukung oleh program IMF, inflasi Sri Lanka yang pernah melonjak menjadi 0,9 persen pada Maret dan mata uangnya menguat 7,6 persen sepanjang tahun ini. Perekonomian diperkirakan akan kembali tumbuh setelah mengalami kontraksi 2,3 persen pada 2023.

Negara ini adalah salah satu dari beberapa negara miskin yang dilanda krisis utang dalam beberapa tahun terakhir dan sedang berjuang untuk melupakan krisis tersebut.

Topik Menarik