Sudan Kacau akibat Perang Saudara, Naik Angkutan Umum Bayar Pakai Sabun
KHARTUM, iNews.id - Kekacauan akibat perang saudara yang telah berlangsung 2 tahun membuat warga Sudan harus beradaptasi dengan cara bertahan hidup yang semakin ekstrem. Dengan sistem perbankan runtuh dan nilai mata uang kolaps, transaksi keuangan konvensional praktis tidak berfungsi.
Akibatnya, aktivitas sehari-hari, termasuk transportasi, kini dibayar menggunakan sabun, bahan bakar, dan barang kebutuhan pokok lainnya.
Pertempuran sengit antara pasukan pemerintah dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) terus meluas, terutama sejak pemberontak menduduki Kota El Fasher. Situasi ini memperburuk kehancuran ekonomi yang sudah lama terjadi.
Transportasi Tanpa Uang: Sabun, Solar, dan Gula Jadi Ongkos Baru
Di tengah ambruknya nilai tukar pounds Sudan dan hilangnya uang tunai dari peredaran, moda transportasi rakyat seperti ojek dan tuk-tuk kini beroperasi dengan sistem barter.
“Pengemudi ojek dan tuk-tuk diberi bahan bakar dan sabun sebagai ongkos,” kata Al Sadiq Issa, relawan lokal yang membantu menyalurkan bantuan kemanusiaan, seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (4/12/2025).
Warga yang ingin bepergian membawa barang-barang kecil seperti sabun mandi, gula, atau beberapa liter solar untuk membayar perjalanan singkat. Sistem ini telah menjadi norma baru di sejumlah wilayah yang terputus aksesnya dari perbankan.
Bengkel dan Pedagang pun Terima Pembayaran dalam Bentuk Barang
Tak hanya transportasi, para tukang bengkel hingga pedagang kecil di pasar lokal menerima pembayaran berupa makanan atau barang rumah tangga. Jagung, tepung, beras, dan bahkan peralatan dapur menjadi "alat tukar" yang lebih bernilai dibanding uang tunai.
Dengan bank tutup dan uang tak ada artinya, warga tak punya pilihan lain selain mengikuti pola ekonomi pra-modern ini agar tetap bisa bertahan hidup.
Uang Tidak Lagi Dipakai, 9 Bulan Tanpa Satu Lembar pun
Ali, seorang pegawai negeri dari Dilling yang kini dikepung RSF, mengaku sudah hampir setahun tidak melihat uang kertas.
“Saya tidak memegang uang kertas selama lebih dari 9 bulan,” ujarnya.
Ini Perolehan Suara Zohran Mamdani, Menang Telak di Pilwalkot New York Kalahkan Jagoan Trump
Untuk membeli makanan, dia harus menukar barang-barang seperti kursi, cangkul, atau peralatan rumah tangga lainnya. Ali bahkan pernah menukar satu cangkul dan satu kursi dengan tiga karung sorgum.
Bank Dibakar dan Dijarah, Ekonomi Kolaps Total
Kekacauan ini bermula saat pertempuran mencapai ibu kota Khartum pada 2023. Bank Sentral Sudan dibakar dan kemudian diduduki pemberontak selama hampir dua tahun, menghentikan operasi jaringan antarbank SWIFT. Bank-bank komersial ditutup, dijarah, dan brankasnya kosong.
Akibatnya uang tunai hilang dari pasaran, tabungan warga beku tanpa akses, tidak ada transaksi elektronik, pelaku usaha kecil gulung tikar, eEkonomi Sudan praktis lumpuh, dan perdagangan berbasis uang digantikan barter di hampir semua sektor.
Sudan Hidup dalam Kekacauan Baru
Dengan mata uang tidak lagi berharga dan fasilitas negara tidak berfungsi, Sudan memasuki fase kekacauan sosial-ekonomi baru, kehidupan tanpa uang, tanpa pasar stabil, dan tanpa sistem transportasi finansial yang dapat diandalkan.
Pesawat Kargo UPS MD-11 Jatuh dan Meledak, Korban Tewas Jadi 12 Orang Beberapa Masih Hilang
Warga tak hanya berjuang melawan perang yang tak berkesudahan, tetapi juga berjuang untuk memastikan mereka dapat makan, bepergian, dan bekerja, hanya dengan modal barang yang mereka punya.
Konflik yang terus membakar Sudan ini bukan hanya menghancurkan bangunan dan kota, tetapi juga menghancurkan fondasi kehidupan masyarakat modern. Di banyak wilayah, warga kini hidup seolah kembali ke era di mana barang ditukar dengan barang, bukan karena pilihan, tetapi karena kekacauan memaksa mereka demikian.



