Minimnya Data Hambat Akses Karier bagi Penyandang Disabilitas Mental
JAKARTA — Minimnya ketersediaan data yang akurat masih menjadi penghambat utama akses karier bagi penyandang disabilitas mental di Indonesia. Kondisi ini mendorong perlunya inisiatif yang mampu membuka peluang kerja bagi individu berkebutuhan khusus atau special talent.
Managing Director My JCDC, Nadia Emanuella, menjelaskan bahwa penyandang disabilitas mental membutuhkan forum karier inklusif yang secara khusus memberi ruang bagi mereka untuk tampil dan terhubung dengan dunia kerja. Forum Special Career Day 2025 menjadi penyelenggaraan keempat yang dilakukan oleh My JCDC.
“Forum karier inklusif Special Career Day 2025 diharapkan berdampak positif dan membuka peluang karier yang lebih inklusif bagi individu berkebutuhan khusus special talent,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).
Forum ini diharapkan menjadi ruang dialog antara special talent, perusahaan, dan pemerintah untuk melihat langsung potensi para individu berkebutuhan khusus sebagai tenaga kerja yang produktif. Di acara tersebut, peserta diberikan kesempatan menunjukkan kemampuan mereka bukan sebagai “penerima bantuan”, tetapi sebagai calon pekerja kompeten yang siap bersaing.
Dengan pendekatan ini, perusahaan dan pemangku kebijakan diharapkan terdorong membuka akses kerja yang lebih adil bagi semua. Inklusivitas pun diperluas, tidak hanya untuk disabilitas fisik dan sensorik, tetapi juga mental dan intelektual.
“Penyandang disabilitas mental atau intelektual juga memiliki potensi nyata, kreativitas, dan kontribusi jika diberi kesempatan dan lingkungan yang mendukung,” tambah Nadia.
Pendekatan tersebut bukan hanya melawan stigma, tetapi juga membuka ruang dialog untuk menciptakan ekosistem kerja yang lebih inklusif.
Pentingnya Pemisahan Data
Data menjadi fondasi penting dalam menciptakan akses kerja yang setara. Namun hingga kini, pendataan penyandang disabilitas di Indonesia termasuk data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta masih menggabungkan kategori fisik, sensorik, mental, dan intelektual dalam satu kelompok besar. Ketiadaan pemisahan data membuat jumlah penyandang disabilitas mental dan intelektual sulit diidentifikasi secara akurat.
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia bekerja di sektor informal, sementara hanya sedikit yang berhasil masuk ke pekerjaan formal. Hal ini menggambarkan kesenjangan peluang yang masih sangat lebar antara potensi talenta disabilitas dan kesempatan yang tersedia di pasar kerja.
“Ketika data saja belum bisa menunjukkan dengan jelas siapa dan berapa jumlah penyandang disabilitas mental, maka agak sulit kesempatan kerja bisa dibuka seluas-luasnya,” ujar Ketua Yayasan Cita Anak Bangsa, Anna Soenardi.
Anna menegaskan bahwa melalui Special Career Day, pihaknya ingin menunjukkan bahwa talenta disabilitas itu nyata, beragam, dan memiliki hak yang sama untuk mendapatkan panggung serta peluang kerja yang adil.
“Inklusif bukan soal belas kasih. Inklusif adalah soal kesempatan, penghargaan, dan keadilan,” tegasnya.









