Teknologi dan AI Berkembang, Anak Tak Hanya Butuh Kemampuan Akademik
JAKARTA – Perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) semakin mengubah lanskap dunia kerja. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran baru dari para orang tua: pendidikan seperti apa yang mampu membekali anak untuk tetap relevan di masa depan?
Para pendidik sepakat bahwa kemampuan akademik saja tidak lagi cukup. Anak-anak membutuhkan keberanian berpikir, empati dalam hubungan sosial, ketangguhan karakter, rasa ingin tahu yang kuat, serta kemampuan mengambil keputusan secara bijaksana. Nilai-nilai ini tidak dapat dibangun secara instan, tetapi harus ditanamkan sejak dini. Masa depan menuntut individu yang bukan hanya cerdas, tetapi juga adaptif, bijaksana, dan berkarakter.
Koordinator IB Diploma Programme di North Jakarta Intercultural School (NJIS), Warren Wessels, menegaskan bahwa pendidikan yang komprehensif mampu membentuk anak dari berbagai sisi, bukan hanya dari aspek akademis.
“Pencapaian akademik itu penting, tetapi perkembangan identitas, kepercayaan diri, ketahanan, dan kecerdasan sosial-emosional juga sama pentingnya. Pendidikan adalah perjalanan untuk menjadi pribadi yang utuh,” kata Warren.
Menurutnya, anak-anak belajar paling banyak dari contoh nyata di sekitar mereka. Jika guru ingin menumbuhkan rasa ingin tahu, maka guru harus menunjukkannya melalui perilaku. Jika guru ingin siswa berani bertanya dan berpikir kritis, ruang kelas harus menjadi tempat yang aman untuk berdiskusi dan menghargai perbedaan pendapat. Untuk menanamkan empati, guru perlu memberikan teladan melalui interaksi yang penuh penghargaan dan keramahan.
Warren juga menekankan bahwa guru yang terampil dapat memperlihatkan kepada siswa bagaimana proses belajar sesungguhnya berlangsung. Ketika guru menghadapi tantangan baru, menyesuaikan pendekatan, dan melakukan refleksi, siswa belajar bahwa pertumbuhan adalah proses berkelanjutan. Guru menjadi contoh nyata filosofi lifelong learner dalam kurikulum International Baccalaureate (IB), yang mengajarkan bahwa perkembangan intelektual adalah perjalanan tanpa akhir.
Ia menjelaskan bahwa International Baccalaureate Continuum merupakan kerangka pendidikan yang kuat dalam membentuk pemikir mandiri. Dua komponen penting di dalamnya adalah Theory of Knowledge (TOK) dan Extended Essay.
TOK mendorong siswa mempertanyakan hal-hal yang selama ini dianggap benar serta memahami bagaimana budaya, bahasa, dan emosi mempengaruhi cara mereka memandang dunia. Sementara itu, Extended Essay—sebuah esai akademik sepanjang 4.000 kata—memberikan pengalaman riset serupa tingkat universitas. Siswa merumuskan pertanyaan penelitian, menilai sumber, membangun argumen, hingga merevisi pemikirannya. Proses ini memang menantang, tetapi sangat efektif membangun kepercayaan diri.
“Momen paling berkesan sebagai guru adalah ketika siswa menyadari bahwa mereka mampu mencapai sesuatu yang sebelumnya terasa mustahil. Dari situ muncul ketangguhan dan kepercayaan diri,” ungkapnya.
Bagi Warren, esensi pendidikan sangat jelas: pendidikan tidak berhenti pada nilai tinggi atau perguruan tinggi terkemuka. Pendidikan adalah proses membentuk individu bijaksana dan berempati, yang mampu melihat dunia dengan ketegasan dan keberanian.
“Anak-anak ini bukan hanya dipersiapkan untuk menyesuaikan diri dengan masa depan. Mereka dipersiapkan untuk membentuk masa depan itu sendiri,” tegasnya.










