Suara Ledakan Meriam jadi Pertanda Buka Puasa di Lebak Sejak 1928

Suara Ledakan Meriam jadi Pertanda Buka Puasa di Lebak Sejak 1928

Gaya Hidup | cilegon.inews.id | Sabtu, 16 Maret 2024 - 14:54
share

LEBAK , iNews Cilegon . id - Masyarakat di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, punya tradisi unik dikala Bulan Ramadhan tiba. Dimana dalam menunggu waktu berbuka Puasa, bukan suara sirine yang dijadikan sebagai pertanda berbuka puasa melainkan suara ledakan meriam. Tradisi unik ini sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda, yakni tahun 1928. Dan ini menjadi satu-satunya tradisi unik di Banten.

Meski sudah ratusan tahun berlalu, namun warga di Kabupaten Lebak masih menjadikan suara ledakan meriam peninggalan jaman belanda ini sebagai acuan waktu berbuka puasa.

suara ledakan meriam itu bisa terdengar sejauh 10 kilometer untuk menyampaikan informasi bahwa tibanya umat Islam di tiga kecamatan antara lain Rangkasbitung, Cibadak dan Kalanganyar untuk berbuka puasa.

Asal mula penggunaan suara ledakan meriam ini karena pada zaman Belanda, tidak ada media elektronika untuk menyebarkan informasi telah tiba nya berbuka puasa.

"Mungkin di Banten hanya ada di Rangkasbitung setiap Ramadhan masih lestari tradisi dentuman suara meriam," demikian dikatakan Opik, seorang petugas penyulut meriam di Masjid Agung Al A'raf Rangkasbitung. Jumat (15/3/2024).

"Tradisi dentuman suara meriam di Rangkasbitung berlangsung sejak tahun 1928 hingga kini masih dipertahankan," sambungnya.

Sebagai orang yang menyulut meriam selama puluhan tahun,nOpik mengaku, awalnya ia merasa ketakutan saat api dimasukkan ke lubang meriam hingga mengeluarkan dentuman suara keras. Namun, saat ini dirinya merasa senang karena banyak masyarakat setempat yang berkumpul di masjid dapat buka puasa bersama.

"Dentuman suara meriam ini hanya setiap tahun sekali dilakukan pada Bulan Ramadhan dan masyarakat sangat merindukan tradisi unik tersebut. Saya senang karena banyak orang tua hingga kalangan anak-anak muda rindu mendengarkan dentuman suara meriam yang berlangsung selama satu sampai dua detik itu," jelasnya.

Lanjut Opik, saat ini meriam locok sudah diganti dengan pipa yang memiliki panjang dua meter menggunakan bahan peledak dari karbit dan air.

"Sekarang gak pake meriam locok lagi tapi sudah digantindengan pipa besi dengan panjang 2 meter dan bahan peledak karbit," ungkapnya.

Meski dirinya senang sebagai penyulut meriam, Opik menuturkan, dirinya sering merasa khawatir karena petugas penyulut meriam tidak dilengkapi alat peredam suara dan berpotensi mengalami gangguan pendengaran juga kecelakaan.

"Dentumannya keras sekali dan bisa merusak bagian gendang telinga akibat hentakan ledakan. Petugas penyulut bernama Sai pada 1956 bagian tangannya terputus ketika hendak menyulut meriam locok," pungkasnya.

Topik Menarik