Kisah Pendeta yang Ditangkap Aparat Rusia karena Kritik Putin

Kisah Pendeta yang Ditangkap Aparat Rusia karena Kritik Putin

Berita Utama | BuddyKu | Rabu, 20 Juli 2022 - 03:40
share

RUSIA - Rumah Pendeta Ioann Kurmoyarov tiba-tiba didatangi sejumlah polisi Rusia . Mereka menyita telepon selular (ponsel), laptop , dua lukisan keagamaan, jubah pendeta, dan sebuah salib kayu milik pendeta.

Pendeta Ioann kemudian dibawa ke kantor polisi di Kota St Petersburg dan diizinkan menelepon keluarganya sebanyak satu kali. Sang pendeta mengatakan dirinya telah ditahan.

Pendeta Ioann disebut-sebut sebagai pendeta pertama yang dijebloskan ke penjara menggunakan undang-undang untuk menghukum orang-orang yang dituduh menyebarkan informasi bertentangan dengan narasi perang Kremlin.

"Saya adalah tahanan nurani, menderita karena kepercayaan saya. Saya menganggap tuduhan terhadap saya dan penahanan saya adalah ilegal," kata Pendeta Ioann melalui pernyataan kepada pengacaranya di Penjara Kresty, St Petersburg, dikutip BBC.

Pendeta Ioann menambahkan bahwa dirinya adalah seorang penganut Kristen pasifis yang seluruh pandangan moralnya berdasarkan perintah Alkitab dan hukum kanonik Gereja Ortodoks Rusia.

Dia juga mengutip ayat-ayat dalam Alkitab, termasuk "Diberkatilah mereka yang membawa damai sebab mereka akan disebut anak-anak Allah" serta "Jangan membunuh".

Sorotan terhadap Pendeta Ioann bermula ketika dia mengunggah sebuah vdeo berdurasi 8,5 menit ke YouTube pada 12 Maret, lebih dua pekan setelah Presiden Rusia Vladimir Putin melancarkan invasi ke Ukraina.

Dalam video tersebut, dia mengatakan bahwa mereka yang melakukan agresi tidak akan masuk surga. Hal itu ditujukan kepada orang-orang Rusia.

"Anda adalah agressor yang menyerang dan membunuh warga sipil. Anda tidak akan masuk surga manapun, Anda akan ada di neraka," cetus Pendeta Ioann kepada para pemimpin Rusia.

Pendeta Ioann membandingkan invasi Rusia dengan "jihad" kekerasan. Dia bahkan menganjutkan agar para pemimpin di Moskow seharusnya pindah agama dan menjadi "Islamis militan".

"Kami khawatir, tapi kami tidak mengira dia akan ditahan," kata Alexander Kurmoyarov, saudara kandung sang pendeta.

Menurut Alexander, saudaranya itu kini menjalani tahanan selama dua bulan dan amat mungkin dibawa ke pengadilan.

"Kami mengira dia bakal diberi peringatan oleh polisi, tapi kini kami khawatir dia akan menghabiskan 10 tahun di penjara," lanjutnya, merujuk hukuman maksimal yang bisa dijatuhkan kepada saudaranya.

Pendeta Ioann diketahui menghabiskan sebagian besar hidupnya di Vinnytsia, Ukraina bagian tengah. Keluarganya pindah ke sana setelah sang ayah pensiun dari militer Rusia.

"Bahkan sejak masa kanak-kanak dia selalu lantang bicara, selalu mencari kebenaran," ujar Alexander, yang ditemui di Vinnytsia.

"Di gereja dia menemukan tempat yang bisa memuaskan pencarian kebenaran," lanjutnya.

Satu-satunya orang yang telah menemui Pendeta Ioann di Penjara Kresty adalah pengacaranya, Leonid Krikun. Dia menilai kliennya itu tampak dalam kondisi kesehatan yang baik dan masih teguh pada keyakinannya.

"Saya mengatakan kepada Pendeta Ioann bahwa jika dia menyatakan bersalah mungkin dia akan dijatuhkan hukuman yang lebih singkat. Namun dia menolak telah melakukan kejahatan," ujar pengacara.

"Dia menegaskan dirinya lebih baik menjalani hukuman lebih penjang ketimbang mengaku berbuat salah. Jika itu terjadi [dihukum lebih lama di penjara], dia akan berkhotbah kepada sesama narapidana," tambahnya.

Pendeta Ioann sudah pernah menunjukkan bahwa dirinya tidak takut bicara blak-blakan. Pada 2020 lalu dia diskors melayani di gereja karena menyebut Gereja Angkatan Bersenjata Rusia yang baru selesai dibangun adalah "kuil berhala".

Ide pembangunan gereja katedral di Moskow itu berasal dari Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu. Di dalam gereja akan ditampilkan mosaik Presiden Putin, Josef Stalin, dan adegan yang merayakan okupasi Krimea.

Dalam unggahan media sosial, Pendeta Ioann menyebut Menhan Shoigu seharusnya ditahan karena menistakan agama.

Namun, yang membuat kisah Pendeta Ioann unik adalah dia tak hanya terlibat masalah dengan aparat Rusia tapi juga berurusan dengan dinas keamanan Ukraina (SBU).

Pada 2017, Pendeta Ioann menjadi pemberitaan di Ukraina. Ketika pasukan Rusia mencaplok Krimea dan bagian timur Ukraina diduduki milisi sokongan Rusia, pemerintah Ukraina membuat aturan yang melarang kemunculan simbol-simbol Uni Soviet.

Akan tetapi, Pendeta Ioann malah mengunggah foto simbol paling kontroversial, pita Santo George. Pita berwarna oranye dan hitam itu kerap digunakan untuk merayakan kemenangan atas Nazi Jerman, namun dipakai kubu separatis sokongan Rusia di Ukraina bagian timur.

Dia lantas ditangkap kepolisian Ukraina untuk diinterogasi dan SBU melayangkan gugatan administratif padanya.

"Dia tidak mendukung Rusia secara radikal, tapi kukuh pada kebebasan bicara sekaligus meyakini aparat melakukan kesalahan dengan melarang kemunculan pita," terang Alexander.

Kala itu, Pendeta Ioann bersiap membayar denda sebesar USD100 (Rp1,5 juta) dan akan memakai pita di depan umum karena sudah membayar denda. Namun, gugatan aparat Ukraina kepadanya lantas digugurkan.

Setelah insiden itu, dia pindah ke Rusia. Di sana dia justru membayar harga mahal demi kebebasan berekspresi.

Pada April lalu, dia dikeluarkan dari Patriarkat Moskow Gereja Ortodoks Rusia, meski sejumlah anggota Gereja Ortodoks Rusia di Mancanegara (ROCA) mengatakan mereka telah menerimanya.

Kini Pendeta Ioann harus tetap berada di balik jeruji Pusat Tahanan Nomor Satu, Penjara Kresty, dengan ancaman hukuman bertahun-tahun. Masa tahanan awal Pendeta Ioann berakhir pada 6 Agustus mendatang dan selanjutnya dia akan dihadapkan pada pengadilan.

"Saya ingin dia diputuskan tidak bersalah sebagai seorang Kristen yang bicara soal nilai-nilai kekristenan," ujar saudaranya Alexander.

"Namun saya khawatir atas apa yang terjadi sekarang dan saya khawatir dengan masa depannya," pungkasnya.

Topik Menarik