Sentimen The Fed dan Geopolitik Berpotensi Angkat Prospek Harga Minyak
IDXChannel - Sejumlah ketegangan geopolitik mendorong harga minyak mentah naik 2,6 persen ke USD60,08 per barel sepanjang pekan lalu.
Kenaikan tersebut menjadi yang kedua berturut-turut, sehingga total penguatan minyak mencapai 3,5 persen dalam dua pekan terakhir.
Berbagai konflik global, termasuk eskalasi sikap Amerika Serikat (AS) terhadap Venezuela, pemasok utama bagi negara-negara seperti China, ikut memengaruhi sentimen karena berpotensi mengganggu permintaan.
Namun faktor lain yang mengangkat harga minyak adalah penantian pasar menjelang pertemuan Federal Reserve (The Fed) berikutnya.
Analis Price Futures Group, Phil Flynn, mengatakan, dikutip Dow Jones Newswires, para pembuat kebijakan diperkirakan memangkas suku bunga, langkah yang berpotensi meningkatkan permintaan komoditas.
Prospek Pekan Ini
Analis FXEmpire, James Hyerczyk, menilai harga minyak berpotensi melanjutkan kenaikan pekan ini, didorong kombinasi ekspektasi kebijakan dovish The Fed dan meningkatnya risiko geopolitik di sejumlah kawasan.
Hyerczyk menjelaskan, pelaku pasar saat ini mematok sekitar 87 persen peluang The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pekan ini.
Suku bunga yang lebih rendah biasanya menurunkan biaya pendanaan dan mendorong prospek pertumbuhan, sehingga meningkatkan minat terhadap energi, terutama ketika konsumsi rumah tangga AS mulai melemah dan pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda goyah.
“Datanya memang campuran, tetapi sikap dovish The Fed menjadi faktor yang paling diperhatikan pasar,” tulis Hyerczyk.
Dinamika geopolitik juga menjaga harga minyak tetap bertahan. Perundingan damai terkait Ukraina kembali buntu, sementara negara-negara G7 dikabarkan mempertimbangkan larangan maritim penuh terhadap minyak Rusia untuk menggantikan mekanisme batas harga saat ini.
Kebijakan itu, jika diterapkan, berpotensi mengurangi pasokan global. Di saat bersamaan, Presiden Rusia Vladimir Putin memastikan pasokan ke India tetap berlangsung.
Hal itu terlihat dari langkah kilang-kilang India yang mulai mengamankan kargo minyak Rusia diskon untuk Januari.
Ketegangan lain muncul dari Venezuela. Menurut estimasi Rystad, ancaman aksi militer AS terhadap jaringan perdagangan narkoba membuka kemungkinan gangguan pasokan sekitar 1,1 juta barel per hari.
Sebagian besar volume itu mengalir ke China, namun setiap potensi gangguan tetap menambah kecemasan pasar. Meski demikian, stabilnya produksi OPEC diperkirakan membatasi ruang reli harga.
Dari sisi teknikal, Hyerczyk menilai level rata-rata pergerakan 50 hari (MA-50) di USD59,67 menjadi titik kunci. Jika level tersebut bertahan, minyak berpeluang menguji rata-rata pergerakan 200 hari (MA-200) di USD60,98 dalam waktu dekat.
Namun bila menembus ke bawah, harga berpotensi kembali menuju area USD59,23-USD58,44, zona yang sebelumnya menarik minat beli.
“Konfigurasi saat ini masih memihak bullish. Pemangkasan suku bunga semakin dekat, tekanan pasokan meningkat, dan teknikal mulai menguat. Tetapi ini belum menjadi reli yang solid, lebih tepatnya fase pengujian,” ujar Hyerczyk.
Dia melanjutkan, respons pasar terhadap level USD59,67 awal pekan ini akan menjadi penentu. (Aldo Fernando)










