Indonesia Kalah Gugatan di WTO soal Larangan Ekspor Bijih Nikel

Indonesia Kalah Gugatan di WTO soal Larangan Ekspor Bijih Nikel

Ekonomi | jawapos | Rabu, 30 November 2022 - 15:49
share

JawaPos.com Indonesia menelan kekalahan dalam gugatan Dispute Settlement Body (DSB) yang dilayangkan ke World Trade Organization (WTO) atas kebijakan larangan ekspor bijih nikel. Meski harus menelan pil pahit, pemerintah menegaskan bahwa upaya hilirisasi sumber daya alam (SDA) akan tetap berjalan.

Kita dikalahkan, disalahkan oleh WTO soal nikel, iya, tapi hilirisasi jalan aja terus. Kita dorong terus, nanti terkait WTO biarkan teman-teman trade negotiator terus kerja keras mendudukkan masalah ini di dunia internasional, ujar Wamenkeu Suahasil Nazara di Jakarta kemarin (29/11).

Suahasil melanjutkan, upaya hilirisasi amat penting bagi Indonesia, terutama untuk pemerataan pertumbuhan ekonomi. Seluruh komoditas SDA, termasuk minerba, tidak boleh dijual mentah. Tapi harus diolah terlebih dahulu di dalam negeri.

Urgensi hilirisasi disebutnya amat penting. Karena dapat membuka berbagai lapangan kerja dan multiplier effect bagi perekonomian di dalam negeri.

Sekaligus meningkatkan penerimaan negara. Royalti nikel beserta olahannya juga mencapai Rp 2,05 triliun, naik empat kali lipat dibandingkan periode 2015.

Terlebih, lanjut Suahasil, pemerintah juga telah menebar berbagai fasilitas dan insentif fiskal dalam mendukung investasi dan industri logam dasar. Di antaranya fasilitas bea impor, tax allowance, tax holiday , hingga insentif dari pemerintah daerah.

Berbagai macam fasilitas karena seluruh fiscal tools akan kita pakai untuk mendorong hilirisasi SDA, imbuh Wamenkeu.

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menegaskan, upaya pemerintah mendorong hilirisasi tak akan surut. Negara jangan dikendalikan pengusaha dan negara jangan ditakut-takuti negara lain. Pemerintah yang mengendalikan pengusaha melalui arah kebijakan negara. Negara lain enggak boleh intervensi kita karena kita punya kewenangan sendiri, tandasnya.

Bahlil menceritakan, saat RI memulai melakukan hilirisasi, dirinya didatangi banyak pihak yang merasa keberatan. Mereka menyatakan bahwa hilirisasi akan membawa banyak risiko bagi Indonesia. Terutama dalam hal kehilangan pendapatan negara dari sektor pertambangan.

Sementara itu, dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif disebutkan, pemerintah bakal mengajukan banding karena menilai keputusan panel belum memiliki keputusan tetap.

Masih ada peluang untuk banding dan tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi DSB, ujarnya.

Topik Menarik