Hadapi Era Post Truth Dengan Kecakapan Literasi

Hadapi Era Post Truth Dengan Kecakapan Literasi

Ekonomi | BuddyKu | Selasa, 6 September 2022 - 13:12
share

Pada tahun 2045, saat Indonesia memasuki usia emas 100 tahun, generasi bangsa akan mampu menjadi generasi yang unggul dan punya kapasitas bersaing serta bertransformasi sebagai negara maju. Permasalahannya, di era post truth seperti saat ini, masyarakat Indonesia berpotensi terpapar informasi yang keliru sehingga diperlukan kecakapan literasi dan keluasan pengetahuan.

Post truth adalah era ketika kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran. Caranya dengan memainkan dan perasaan, tutur Kepala Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Indo Global Mandiri, M Quranul Kariem, pada Webinar Kegemaran Membaca Pusat Analisis Perpustakaan dan Pengembangan Budaya Baca Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Selasa (6/9).

Kariem melanjutkan, post truth dapat menjadi ancaman serius dalam kehidupan masyarakat di era perkembangan teknologi informasi. Disinformasi dan misinformasi banyak bertebaran. Apalagi Indonesia merupakan masyarakat majemuk karena dihuni sekitar 1.340 suku bangsa. Informasi yang tidak benar bisa memunculkan disintegrasi.

Maraknya, misinformasi dan disinformasi yang bertebaran disinyalir karena masyarakat Indonesia masih bermental netizen. Menurut situs Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo, 2020), di Indonesia terdapat sedikitnya 800 ribu situs penyebar hoaks. Fakta lain menyebutkan, 60 persen orang Indonesia terpapar hoaks.Sepanjang 2018-2020, Kominfo telah menangani 3.640 kasus terkait ujaran kebencian (hate speech).

Banyaknya etika buruk yang terjadi di dunia digital sehingga diperlukan sebuah solusi aplikatif. Seperti critical thinking , tidak mengumbar privasi, melawan konten negatif dengan konten positif, melatih soft skill , berkompetisi sehat, serta memperbanyak baca dan menulis, imbuh Duta Baca Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selantan, Ilham Bahari.

Literasi bukan sekadar deretan huruf-huruf, melainkan tools (alat) manusia dalam mengembangkan kecakapan hidup di abad ke-21. Literasi menjadi wajib dimiliki agar manusia mampu mengikuti perkembangan zaman. Di tatanan masyarakat, sudah mulai tumbuh gerakan literasi lewat berbagai medium, seperti taman baca, rumah baca, pojok baca, hingga komunitas pustaka bergerak.

Kecakapan di abad ke-21 menumpukan pada kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, dan berkreasi, ujar Akhmad Cahyo, seorang guru dan penulis.

Literasi tentu saja memerlukan aksi atau tindakan. Artinya, bergerak untuk melakukan sesuatu. Mulailah aksi literasi dari lingkungan terdekat, yakni keluarga dengan sejumlah treatment, seperti orang tua yang membacakan buku atau mendongeng, membangun perpustakaan mini di rumah, mengajak keluarga mengunjungi perpustakaan atau toko buku terdekat, memberikan hadiah buku pada momen-momen tertentu.

Untuk aksi literasi di satuan pendidikan, misalnya bisa secara kolektif mengelola sudut baca, mengadakan jam kunjung perpustakaan sekolah, memberdayakan majalah dinding, membuat pohon literasi, membentuk relawan perpustakaan, hingga mengajak guru/dosen menjadi role model dengan menghasilkan karya/artikel ilmiah, buku-buku.

Nah, ketika berada di lingkungan tempat tinggal, aksi literasi bisa dilakukan dengan mendirikan komunitas peduli literasi, membangun perpustakaan atau taman baca masyarakat, hingga membuat program-program literasi, ucap Pustakawan Perpusnas Hikmah Nurida.

Topik Menarik