Suara Burung Diputar di Kafe Bisa Kena Royalti? Ini Penjelasan LMKN

Suara Burung Diputar di Kafe Bisa Kena Royalti? Ini Penjelasan LMKN

Berita Utama | sindonews | Jum'at, 8 Agustus 2025 - 19:20
share

Isu terkait kewajiban membayar royalti untuk penggunaan suara alam dan kicauan burung di restoran dan kafe menuai respons luas dari publik. Banyak pelaku usaha kuliner merasa resah dan khawatir, menganggap langkah tersebut sebagai kebijakan yang tidak masuk akal.

Namun, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menilai kekhawatiran tersebut cenderung berlebihan dan perlu diluruskan. Dedy Kurniadi, anggota baru Komisioner LMKN kelompok pencipta periode 2025–2028, menanggapi secara langsung polemik ini.

Ia menegaskan bahwa suara alam, termasuk kicauan burung, tidak secara otomatis dikenakan royalti. Hanya saja, kecuali dalam konteks penggunaan rekaman yang memiliki hak produksi atau produser di baliknya.

"Berkaitan dengan suara burung itu ada satu hal yang menarik sekali. Selama ini tidak akan lebih indah suara penyanyi manusia dan lagu ciptaan para pencipta di Indonesia daripada suara burung," kata Dedy usai menjalani pelantikan di Kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Jakarta, Jumat (8/8/2025).

Baca Juga:Kemenkum Lantik 10 Komisioner LMKN 2025-2028, Termasuk Marcell Siahaan dan Makki Ungu

LMKN Tegaskan Prinsip Keadilan untuk Pemegang Hak

Dedy menjelaskan bahwa inti dari kebijakan LMKN adalah memberikan perlindungan terhadap karya cipta. Selain itu memastikan kesejahteraan para pencipta dan pemilik hak rekaman.

Ia pun menyebut bahwa jika ada rekaman suara burung atau alam yang digunakan secara komersial dan berada di bawah kepemilikan produser, maka secara hukum memang dapat dikenakan royalti.

Namun, ia menegaskan bahwa hal ini tidak berlaku untuk suara alam yang bersifat alami atau tidak diproduksi secara komersial.

"Saya kira sepanjang suara burung itu juga ada produsernya maka juga akan ada yang kena royalti. Karena ada pemegangan terkait harian rekaman suara," jelasnya.Baca Juga:Anji Soroti Royalti Suara Burung: Dibayarkan ke Siapa?

Reaksi Publik Dinilai Tidak Proporsional

Menanggapi kegaduhan di media sosial dan keluhan para pemilik kafe dan restoran, Dedy menyebut bahwa reaksi tersebut terkesan berlebihan dan perlu diluruskan. Ia meyakini bahwa masyarakat Indonesia pada dasarnya mendukung upaya menyejahterakan pencipta lagu dan pekerja seni.

Ia juga menegaskan bahwa LMKN terbuka untuk berdialog dan menyosialisasikan kebijakan secara transparan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.

"Tapi saya kira ini reaksi yang agak berlebihan. Dan mungkin akan bisa kita luruskan lagi. Karena siapa masyarakat Indonesia yang tidak suka penciptanya juga sejahtera, itu yang menjadi kunci," tandasnya.

Baca Juga:Piyu Umumkan AKSI Segera Gugat LMKN, Pertanyakan Kewenangan dan Kinerja Royalti

Topik Menarik