Trauma Healing Diprioritaskan untuk Perempuan dan Anak Korban Banjir Sumatera
JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menegaskan komitmennya dalam memastikan perlindungan perempuan dan anak pascabencana banjir di Sumatera. Hal ini dilakukan melalui pendekatan psikososial hingga pemenuhan kebutuhan spesifik di lokasi pengungsian.
Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi mengatakan, langkah awal yang dilakukan KPPPA saat tiba di lokasi terdampak bencana adalah memastikan kondisi perempuan dan anak, terutama mereka yang telah berada di tenda-tenda pengungsian sementara.
“Pastinya kami meminta informasi tentang perempuan dan anak-anak. Ketika mereka sudah berada di tenda pengungsian, langkah pertama yang kami lakukan adalah trauma healing,” ujar Menteri PPPA dalam media gathering bersama Forum Wartawan Perempuan Indonesia (Fortapena), Sabtu (20/12/2025).
Ia menjelaskan, saat KPPPA turun langsung ke lapangan pada 1 Desember, kondisi psikologis para korban, khususnya ibu-ibu, masih rentan. Banyak di antara mereka yang belum bisa menerima kenyataan bahwa rumah tempat tinggalnya telah hilang akibat bencana.
“Masih banyak ibu-ibu yang tidak percaya bahwa rumahnya itu sudah tidak ada,” ungkapnya.
“Rata-rata yang ada di situ hanya pakaian yang melekat saat mereka menyelamatkan diri,” tambahnya.
Selain pemulihan trauma, KPPPA juga memprioritaskan pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak, seperti susu untuk anak, popok, hingga pakaian dalam, yang kerap terabaikan dalam situasi darurat.
KPPPA sendiri memilih menyesuaikan bantuan berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Selain bantuan barang, KPPPA juga menyalurkan bantuan dalam bentuk dana agar dapat digunakan secara lebih fleksibel dan tepat sasaran.
“Kami di internal kementerian juga menggalang donasi yang kami kirimkan berupa dana. Karena kalau barang, kadang kurang tepat untuk kegunaannya,” jelas Arifa.
Tak sendiri, Kementerian PPPA berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengirimkan bantuan menggunakan kapal ke tiga provinsi terdampak. KPPPA juga bersyukur karena saat ini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) semakin komprehensif dalam mendata kelompok rentan dan ibu hamil, tidak hanya memisahkan data berdasarkan jenis kelamin.
Hal ini memudahkan penanganan yang lebih tepat bagi para korban bencana.
“Sekarang datanya lebih lengkap. Ibu hamil ada berapa, lansia ada berapa. Ini sangat membantu untuk penanganan yang lebih tepat,” ujarnya.
Untuk itu, KPPPA berharap penanganan pascabencana tidak hanya berfokus pada pemulihan fisik, tetapi juga memberikan rasa aman, perlindungan, dan pemulihan menyeluruh bagi perempuan dan anak sebagai kelompok paling rentan.









