Masyarakat Adat Blokade Pulau Wayag usai IUP Dicabut, Aktivitas Wisata Raja Ampat Lumpuh
JAKARTA, iNews.id – Masyarakat adat Suku Kawei di Raja Ampat, Papua Barat Daya, melakukan aksi protes menyusul pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan nikel oleh pemerintah, termasuk PT Kawei Sejahtera Mining.
Aksi protes dilakukan dengan memblokade total akses masuk ke Pulau Wayag, destinasi wisata ikonik berskala internasional.
Imbas pemblokadean tersebut seluruh kegiatan pariwisata di kawasan tersebut lumpuh total. Sejumlah kapal wisata yang membawa turis asing dilaporkan diusir dari wilayah tersebut oleh warga adat yang mengklaim sebagai pemilik hak ulayat Pulau Wayag.
"Kalau perusahaan tambang tidak dibuka, maka Wayag tetap kami tutup," ujar salah satu perwakilan masyarakat dalam rekaman yang beredar di media sosial. Pernyataan ini disambut seruan “setuju” oleh massa yang hadir dalam aksi tersebut, Sabtu (14/6/2025).
Menanggapi memanasnya situasi, Pemerintah Kabupaten Raja Ampat mengeluarkan larangan sementara bagi wisatawan untuk berkunjung ke Pulau Wayag, Distrik Waisai Utara. Langkah ini dilakukan demi menjaga keamanan dan membuka ruang dialog.
“Saya sudah sampaikan ke Kadis Pariwisata agar untuk sementara jangan dulu ada kunjungan wisata ke sana, sambil kami lakukan pendekatan langsung ke masyarakat,” kata Bupati Raja Ampat, Abdul Faris Umlati. Dia juga menegaskan akan turun langsung ke lapangan untuk menemui warga Suku Kawei.
Pemerintah daerah berharap masyarakat tidak menjadikan sektor pariwisata sebagai sasaran protes karena bisa berdampak negatif terhadap ekonomi lokal yang sangat bergantung pada kunjungan wisata.
Penolakan Tambang Terus Bergulir
Di sisi lain, suara penolakan terhadap praktik pertambangan nikel di Raja Ampat terus menggema dari berbagai pihak, termasuk organisasi lingkungan nasional dan internasional.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menjadi salah satu pihak yang paling vokal. Mereka mengibaratkan eksploitasi tambang di Raja Ampat seperti “menjual ginjal untuk membeli ponsel”.
“Pertama, hentikan seluruh aktivitas tambang di Raja Ampat. Kedua, cabut seluruh izin perusahaan tambang. Ketiga, lakukan pemulihan atas kerusakan yang sudah terjadi dan keempat, usut tuntas pihak-pihak yang menerbitkan izin bermasalah,” tegas Direktur WALHI dalam pernyataan resminya.
Di tengah pencabutan izin empat perusahaan, satu perusahaan tambang yakni PT Gaknikel, anak usaha PT Aneka Tambang (Antam), masih diizinkan beroperasi.
Wakil Menteri ESDM, Yulio Tanjung menjelaskan, operasional PT Gaknikel sempat dihentikan sementara untuk proses evaluasi. Namun, hasil investigasi menunjukkan perusahaan tersebut tidak terbukti melanggar prosedur pertambangan, sehingga izinnya tidak dicabut.
“PT Gaknikel tetap bisa beroperasi karena memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku,” kata Yulio.
Pemblokadean masih berlangsung dan belum ada kepastian kapan Pulau Wayag akan kembali dibuka. Situasi ini memunculkan dilema besar antara kepentingan lingkungan, hak masyarakat adat, dan keberlanjutan ekonomi berbasis pariwisata.






