Kata Ente Ane dalam Budaya Betawi yang Viral Gara-Gara Jindan Penantang Pesulap Merah

Kata Ente Ane dalam Budaya Betawi yang Viral Gara-Gara Jindan Penantang Pesulap Merah

Travel | BuddyKu | Senin, 22 Agustus 2022 - 03:49
share

KURUSETRA -- Salam Sedulur... Kalimat "Ente nih kadang-kadang" viral di media sosial. Kalimat yang dipakai untuk meme itu merupakan ucapan dari Jidan, seorang pria yang mengaku habib keturunan Mbah Priok dan ikut dalam barisan Asosiasi Dukun yang melaporkan Pesulap Merah alias Marcel Radhival ke polisi. Sedulur, terlepas dari kasus yang menyeret Pesulap Merah dengan para dukun, di tulisan kali ini kita akan membahas soal kata "ente" yang bisa dipakai dalam percakapan orang Betawi.

Kata Ente berasal dari bahasa Arab yaitu Anta yang artinya kamu. Kemudian kata Anta diadopsi masyarakat Betawi dan diubah menjadi Ente untuk menggantikan kata "Lu" agar lebih sopan. Kata Ente bersanding dengan kata Ane yang juga berasal dari bahasa Arab yakni Ana. Sama seperti kata Ente, kata Ane diserap masyarakat Betawi dan diubah menjadi Ane untuk menggantikan kata "Gue" agar lebih sopan.

Kata lu dan gue sekarang ini sudah menjadi bahasa gaul. Mungkin banyak yang tidak tahu, kata gue dan elu berasal dari bahasa China. Alwi Shahab, sejarawan sekaligus wartawan Republika mengatakan, orang China di Glodok membahasakan diri dengan sebutan owe dan engko. Lu dan gue memang sudah mengalahkan ane dan ente yang punya arti serupa dalam bahasa Arab. Namun, Ane dan ente hingga kini masih digunakan di kampung-kampung Betawi.

Memang kampung-kampung Betawi sampai 1970-an dicemoohkan sebagai tempat jin buang anak. Namun kini semua berubah menjadi hutan beton, berupa perumahan, perkantoran, shopping centre, dan entah apa lagi namanya.

Namun di tengah hiruk pikuk Jakarta, di mana penduduk asli yang bernama Betawi? Bagaimana nasibnya? Istilah kata yang punya kampung ke mana?

Disadur dari tulisan Habib Alwi Shahab, nasib orang Betawi, kata dramawan Nano Riantiarno bisa diibaratkan seperti sungai Ciliwung yang membelah kota Jakarta. Sungai itu makin lama makin menjadi parit dan pada suatu masa, entah kapan, bisa jadi akan hilang dari peta, karena sudah diuruk untuk dijadikan perumahan atau jalan layang."

Sedangkan budayawan Betawi Ridwan Saidi yakin, warga Betawi masih tetap eksis di kota kelahirannya. Ia menunjuk masih banyaknya perkampungan Betawi di kelima wilayah DKI. Bahkan, Ridwan yang mencalonkan diri jadi gubernur DKI memperkirakan, jumlah pendatang dengan warga Betawi berimbang, alias fifty-fifty.

Jumlah orang Betawi tidak berkurang, malah nambah. Cuma, mereka tidak ngumpul seperti dulu. Udeh pada berpencaran, kata Yahya Andi Saputra, sekretaris Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB).

Yang jelas, orang Betawi sejak zaman kuda gigit besi, sudah merasakan bahwa di kotanya banyak pendatang yang ngendon. Kalo memang Jakarta serba jelek dan kagak enak mustahil orang dari daerah lain cari makan di sini, kata Bang Doel sewot pada anaknya yang hendak merantau.


Memang, karena sejak zaman kompeni Jakarta selalu dibanjiri pendatang, dan segalanya ada di kota ini, menyebabkan orang Betawi enggan merantau. Kalau pendatang tidak sukses di Betawi pulang kampung malu, tidak demikian bagi orang Betawi. Namanya di kampung sendiri, bisa pergi ke kerabat yang agak mampu. Minta sedikit bantuan dan bisa nyambung hidup. Hal itu terjadi karena warga Betawi punya kekerabatan yang kental.

Akibat Jakarta selama ratusan tahun jadi pusat pemerintahan, dan segala-galanya di mulai di sini, setidaknya membuat orang Betawi tidak minder. Kite warga Betawi yang lebih dulu liat trem, kereta-api, mobil, dan kapal terbang, kata Bang Amat, mencoba membanggakan diri.

Sepaye-payenye orang Betawi, tidak ada yang jadi tukang becak, jadi gembel, jadi WTS juga tidak ade, tambahnya. Atau seperti yang dikatakan Bang Mamid yang lagi nongkrong jualan soto. Sambil tangannya menunjuk pada mobil Baby Benz yang lewat berkata : Biar die naek Mercy, tapi gue lebih kaya. Gini-gini gue enggak cari makan di tempat laen.

Namun jangan dikira kehidupan orang Betawi tidak berat. Kalau ada yang mengatakan hidup di Jakarta berat dan penuh tantangan, menurut Ridwan Saidi, warga Betawi merasa lebih berat lagi.

Mereka menghadapi pukulan bertubi-tubi, sejak masa VOC, zaman Jepang, Orla, dan Orba. Tapi, pukulan-pukulan itu mereka alihkan dengan humor agar tidak stres. Karenanya humor bagi orang Betawi tidak pernah pudar dalam situasi dan kondisi bagaimana pun.

Menurut Irwan Sjafiie, ini karena kentalnya orang Betawi memegang teguh agama. Itulah yang membuat mereka tidak iri hati terhadap pendatang yang sukses di kotanya. Mereka dilarang untuk berprasangka buruk. Dalam ihwal humor, ketika Bang Doel menasihati istrinya yang lagi terbaring karena darah tinggi, tidak lupa menyelipkan unsur itu.

Jangan lupe Ram, bangsa makanan yang berminyak lu jauhin. Apalagi minyak oli, jangan. Buat sementara makan aje rebusan, jangan yang digoreng.

Tentu saja Ramelah, istrinya, nyap-nyap. Lu kire gue motor bejat pake minum oli segale. Eh iye, gue telepasan ngomong, jawab sang suami.


Salah satu ciri khas orang Betawi mulutnya tidak bisa diam. Selalu ada saja yang dikatakannya tentang diri orang lain, termasuk penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Tujuannya humor, tapi seringkali timbul keributan dengan orang yang dijadikan objek humornya. Kalau ada orang yang kepalanya botak dan mengkilap, apalagi kalau kena panas, si Azis berkomentar: "Gue heran tuh mentege dari kemaren kagak lumer-lumer juga.

Atau ketemu orang yang kepalanya ditumbuhi rambut yang kurang lebat, si Mamat berkomentar : Gue liat tuh rambut tumbuhnya ogah-ogahan.

Kembali kepada prinsip hidup, biar bagaimanapun, bagi orang Betawi nomor satu itu agama. Dulu bahkan ada yang bilang yang utama itu shalat, lalu silat. Karena itulah para jagoan Betawi tempo doeloe pantang melakukan pemerasan, seperti para preman sekarang. Hingga Mohammad Sobary, peneliti dari LIPI menyatakan, Bila Betawi dilepas dari keislamannya, ia akan menjadi bukan Betawi.

BACA BERITA MENARIK LAINNYA:
> Humor NU: Orang Muhammadiyah Ikut Tahlilan Tapi Gak Bawa Pulang Berkat, Diledek Makan di Tempat Saja

> Bolehkah Makan Nasi Berkat dari Acara Tahlilan? Halal Bisa Jadi Haram

> Banyak Pria Jakarta Sakit Raja Singa Gara-Gara Wisata "Petik Mangga"

> Kata Siapa Muhammadiyah tidak Punya Habib, KH Ahmad Dahlan Itu Keturunan Rasulullah

> Pak AR Salah Masuk Masjid, Diundang Ceramah Muhammadiyah Malah Jadi Imam Tarawih di Masjid NU

> Humor Gus Dur: Yang Bilang NU dan Muhammadiyah Berjauhan Hanya Cari Perkara, Yang Dipelajari Sama

> Humor Cak Nun: Soal Rokok Muhammadiyah Terbelah Jadi Dua Mahzab

> Humor Ramadhan: Puasa Ikut NU yang Belakangan, Lebaran Ikut Muhammadiyah yang Duluan

> Muhammadiyah Tarawih 11 Rakaat, Pakai Formasi 4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1?

.

Ikuti informasi penting seputar berita terkini, cerita mitos dan legenda, sejarah dan budaya, hingga cerita humor dari KURUSETRA. Kirim saran dan kritik Anda ke email kami: kurusetra.republika@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook KURUSETRA.