PDIP Soroti Potensi Laut RI 1,3 Triliun Dolar AS, Dorong Sekolah Pelayaran Dibangun di NTT
KUPANG, iNews.id - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto meminta seluruh kader partainya untuk terus mendorong pengembangan di wilayahnya, termasuk Nusa Tenggara Timur (NTT). Dia melihat, NTT yang merupakan wilayah kemaritiman yang bisa didorong untuk mengembangkan potensinya.
Hasto mengaku menerima banyak aspirasi terkait hal tersebut. Dia menyinggung potensi laut Indonesia yang mencapai 1,3 triliun dolar AS per tahun.
"Ketika perjalanan dari Kupang ke sini, banyak aspirasi yang kami terima. Bagaimana mereka mengharapkan adanya sekolah pelayaran untuk mendidik anak-anak kita yang ada di sini," kata Hasto di Kupang, NTT, Kamis (6/11/2025).
Oleh karena itu, dia meminta kantor PDIP di Rote tidak hanya menjadi pusat pendidikan politik, tapi juga visi kemaritiman.
"Agar mereka punya visi samudera, agar mereka punya kemampuan juga untuk mengelola seluruh sumber daya maritim kita," ujarnya.
Tak hanya soal kemaritiman, dia juga menyoroti pengembangan budaya lokal. Hasto menyinggung tradisi lokal Rote Ndao, Kuda Hus yang melibatkan anak-anak dan remaja sebagai joki kuda kecil.
“Ini sangat penting karena energi pergerakan (partai) muncul dari kaum muda," tuturnya.
Tak hanya itu, Hasto juga menyoroti nasib pohon lontar (tuak) sebagai pohon kehidupan masyarakat Rote. Menurutnya, tanaman yang sangat bermanfaat dari daun hingga batangnya itu justru sulit dibudidayakan.
Kondisi itu mengingatkannya pada nasib minyak kayu putih di Pulau Buru, Maluku. Atas dasar itu, dia memberi instruksi kepada kadernya yang duduk di DPR untuk membantu memikirkan persoalan tersebut.
"Kita punya BRIN. Maka Bung Stefano segera nanti kerja sama dengan universitas bagaimana pohon kehidupan ini yang berguna bagi kepentingan rakyat bisa dibudidayakan kembali," kata dia.
Mengutip pesan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarnoputri, Hasto menegaskan Rote Ndao adalah halaman depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Wilayah-wilayah perbatasan kita justru harus diubah paradigmanya menjadi halaman depan Republik Indonesia," tegas dia.










