Proyek Tulis Ulang Sejarah Dikritik, Hasan Nasbi Bela Fadli Zon

Proyek Tulis Ulang Sejarah Dikritik, Hasan Nasbi Bela Fadli Zon

Terkini | inews | Senin, 30 Juni 2025 - 16:56
share

JAKARTA, iNews.id - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi membela Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang dikritik terkait proyek tulis ulang sejarah. Proyek tulis ulang sejarah dikritik lantaran dikhawatirkan menghilangkan peristiwa-peristiwa tertentu.

Hasan menegaskan, ada puluhan sejarawan yang dilibatkan dalam proses penulisan ulang sejarah Indonesia. Para sejarawan dipastikan tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya.

“Kita sudah pernah baca belum naskah yang dibuat oleh para sejarawan? Ada puluhan sejarawan, profesor, doktor, akademisi dari berbagai universitas yang sedang melanjutkan penulisan sejarah,” kata Hasan dalam dialog di Universitas Al Azhar, Jakarta, Senin (30/6/2025).

“Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan,” katanya.

Oleh karenanya, Hasan meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut. Dia mengingatkan, jangan sampai pengerjaan proyek penulisan ulang sejarah justru terburu-buru karena ditekan publik.

“Mau nggak kita menunggu dan memberi waktu? Kan ketergesa-gesaan ini juga bagian dari tekanan media sosial. Orang yang bekerja sekarang itu tidak boleh ditekan-tekan dengan opini media sosial yang terburu-buru karena mereka sedang mengerjakan sesuatu berdasarkan kompetensi dan keahlian mereka,” ujarnya.

Sebelumnya, anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana mengusulkan, proyek penulisan ulang sejarah yang tengah dilakukan pemerintah sebaiknya dihentikan saja, jika hal itu bersifat parsial dan politis. Hal itu disampaikan merespons pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada bukti peristiwa pemerkosaan massal tahun 1998.

"Apa yang menurut Menteri Kebudayaan tidak ada, bukan berarti tak terjadi," kata Bonnie, Rabu (18/6/2025).

Bonnie menilai, Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan yang menggagas proyek penulisan ulang sejarah Indonesia mestinya tidak melanggengkan budaya penyangkalan atas tindak kekerasan, terutama kekerasan seksual pada kaum perempuan dalam kerusuhan 1998.

Menurut Bonnie, pengalaman kolektif yang pedih dalam sejarah masa lalu bangsa juga dapat menjadi pembelajaran, sehingga tetap perlu untuk ditulis.

Bonnie mendesak Kementerian Kebudayaan sebagai mitra Komisi X DPR untuk menghentikan proyek penulisan ulang sejarah jika hanya bertujuan politis. Apalagi jika tujuan penulisan ulang sejarah untuk menyeleksi cerita perjalanan bangsa Indonesia sesuai keinginan pemegang kekuasaan sehingga bersifat parsial atau sebagian dan tidak menyeluruh.

"Jangan lakukan penulisan sejarah melalui pendekatan kekuasaan yang bersifat selektif dan parsial atas pertimbangan-pertimbangan politis. Apabila ini terjadi, lebih baik hentikan saja proyek penulisan sejarah ini," katanya.

Topik Menarik