Bisnis Perhotelan Terdampak Efisiensi Anggaran Pemerintah, PHRI Jateng: 60 Persen Andalkan MICE

Bisnis Perhotelan Terdampak Efisiensi Anggaran Pemerintah, PHRI Jateng: 60 Persen Andalkan MICE

Terkini | inews | Selasa, 10 Juni 2025 - 21:54
share

SEMARANG, iNews.id – Dunia perhotelan di Jawa Tengah (Jateng) terdampak berat efisiensi anggaran pemerintah. Selama ini mayoritas perhotelan di Jateng mengandalkan Meetings, Incentives, Conventions and Exhibition (MICE).

Penasihat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jateng Benk Mintosih mengatakan, memang ada angin segar, ketika Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mulai membuka keran pemerintahan bisa berkegiatan di hotel. 

Dalam konteks ini, kata dia PHRI mendorong pemerintah bisa mengontrolnya dengan cara membuat MoU untuk menghindari kecurangan anggaran di lapangan.

“Jateng ini 60 persennya MICE, enggak ada segmen lain. Nah, 80 persen dari MICE itu adalah pemerintah. Ini sebabnya yang membuat mereka (perhotelan) berat. Omzetnya MICE lebih besar dari tamu ketengan gitu,” kata Benk Mintosih kepada iNews, Selasa (10/6/2025) malam.

Saat ini, kata dia Jateng sudah tidak ada pekerja harian hotel. Meskipun, lanjut dia tiap hotel variatif, misalnya karyawan masuk seminggu sekali bergantian. 

Pengurangan karyawan dinilai pilihan terakhir mengatasi persoalan saat ini. Salah satu upaya yang dilakukan misalnya dari hotel sudah mengurangi pemakaian AC. “Nanti ada libur panjang 25 Juni sampai 10 Juli, tapi ini hanya untuk sedikit menahan, mengulur nafas sedikit,” katanya.  

Menurutnya, pemerintah di Jateng bisa membuat event-event besar, seperti sport tourism agar hotel bisa menampung dalam jumlah banyak.  

“Misalnya event Jateng Run. Kalau Borobudur Run, nggak pengaruh, karena segmennya bukan MICE di Magelang sana, yang segmen MICE itu hotel yang meeting roomnya banyak. Itu yang berat (terdampak), pasti megap-megap, kemudian kalau pemilik tidak punya bisnis lain, itu pasti berdarah-darah,” katanya.   

Saat ini, lanjut dia sudah saatnya dunia perhotelan bersaing secara sehat dengan adu pelayanan, bukan adu mark up. “Terbuka sajalah semua. Hotel A misalnya sudah kita bina baik-baik, ketat tidak terima mark up. Tapi Hotel B diam-diam menawarkan gitu, lalu dianggap tahu sama tahu. Sering ‘di luar nurul’ ya, artinya misalnya paketnya 400, pemerintah harus bayar 650, enggak fair kan," ucapnya.  

Selain itu, pemerintah dinilai bisa ambil bagian dengan turut aktif mengontrol sistemnya. “Caranya bagaimana, misalnya MoU dengan kami PHRI, misalnya bahwasanya hotel bintang lima tarifnya segini, bintang empat pagunya segini,” ucapnya.

Topik Menarik