Profil Sri Sultan Hamengkubuwono X: Raja Jogja Visioner yang Padukan Tradisi dan Modernitas

Profil Sri Sultan Hamengkubuwono X: Raja Jogja Visioner yang Padukan Tradisi dan Modernitas

Terkini | inews | Senin, 26 Mei 2025 - 16:15
share

JAKARTA, iNews.id - Profil Sri Sultan Hamengkubuwono X tokoh sentral dalam sejarah dan perkembangan Daerah Istimewa Yogyakarta. Lahir dengan nama Bendara Raden Mas (BRM) Herjuno Darpito pada 2 April 1946, dia merupakan pemimpin Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang mulai bertakhta sejak 1989 atau dikenal sebagai Raja Jogja sekaligus menjadi Gubernur DIY.

Sultan Hamengkubuwono X merupakan sosok pemimpin visioner dan berperan penting dalam melestarikan budaya dan tradisi Keraton Yogyakarta dengan pembangunan modernitas di era globalisasi.

Awal Karier dan Pengangkatan sebagai Putra Mahkota

Setelah beranjak dewasa, Herjuno Darpito diberikan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkubumi. Pengangkatan ini menandai dirinya sebagai putra mahkota dan calon penerus takhta Kasultanan Yogyakarta.

Setelah resmi diangkat sebagai pewaris, dia memperoleh gelar lengkap Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra Nalendra ing Mataram.

Penobatan sebagai Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat

Pada 7 Maret 1989, setelah sang ayah, Sri Sultan Hamengkubuwono IX mangkat di Amerika Serikat pada tahun 1988, dia dinobatkan sebagai Sultan Hamengkubuwono X. Penobatan tersebut sekaligus menjadikannya sebagai Sultan ke-10 dalam silsilah Kasultanan Yogyakarta.

Dalam upacara sakral yang berlangsung di Keraton Yogyakarta, dia dikukuhkan sebagai Raja sekaligus pemimpin budaya dan spiritual masyarakat Yogyakarta.

Sri Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Yogyakarta. (Foto: istimewa)

Pendidikan

Sri Sultan Hamengkubuwono X mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus dari Fakultas Hukum, jurusan Ketatanegaraan pada tahun 1983. Semasa kuliah, dia dikenal sebagai sosok yang aktif dan berwawasan luas.

Keterlibatannya dalam dunia pendidikan tak berhenti di situ. Dia juga sempat memimpin organisasi Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA).

Raja dan Gubernur Yogyakarta

Tak hanya menjadi Sultan, Hamengkubuwono X juga menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak 3 Oktober 1998. Peran ganda ini membuatnya menjadi sosok unik dalam tata pemerintahan Indonesia.

Kombinasi antara kekuasaan tradisional dan peran administratif modern menjadikan Sri Sultan HB X sebagai figur pemimpin yang adaptif terhadap perubahan zaman.

Salah satu pernyataan terkenal dari Sri Sultan yakni "Bahwa menjadi Jogja, adalah menjadi Indonesia." Ungkapan ini mencerminkan pandangan tentang pentingnya nilai-nilai kultural Yogyakarta dalam memperkuat identitas kebangsaan Indonesia.

Atas dedikasinya terhadap seni dan budaya, khususnya seni pertunjukan tradisional dan kontemporer, Sri Sultan HB X menerima gelar doktor kehormatan (Doctor Honoris Causa) dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada 27 Desember 2011. Penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan atas kiprahnya dalam melestarikan dan memajukan kebudayaan lokal.

Sikap Politik dan Kepemimpinan

Dalam dunia politik nasional, Sri Sultan Hamengkubuwono X kerap tampil netral. Meski begitu, dia tetap menjadi sosok yang disegani karena kepemimpinannya yang bijaksana. Sikap netral tersebut membuatnya sering dijadikan panutan dalam menyikapi isu-isu strategis nasional.

Sri Sultan HB X dikenal berhasil memadukan nilai-nilai tradisi Jawa dengan semangat modernisasi. Dia bukan hanya melestarikan adat dan budaya, tetapi juga membawa transformasi dalam birokrasi dan tata kelola pemerintahan daerah.

Kepemimpinannya menjadikan Yogyakarta sebagai wilayah yang tetap memegang teguh tradisi namun terbuka terhadap kemajuan.

Sosok Sri Sultan Hamengkubuwono X merupakan pemimpin yang mampu menjembatani masa lalu dan masa depan. Dengan menggabungkan nilai budaya, pendidikan, kepemimpinan tradisional dan peran politik modern.

Dia menjadi teladan dalam menjaga harmoni di tengah arus globalisasi. Ungkapannya, "menjadi Jogja adalah menjadi Indonesia," akan terus dikenang sebagai refleksi dari semangat kebangsaan yang bersumber dari kearifan lokal.

Topik Menarik