Industri Media Diguncang Badai PHK, Pengamat: Ini Ancaman Serius, Bayangkan Hidup Tanpa Informasi Tepercaya

Industri Media Diguncang Badai PHK, Pengamat: Ini Ancaman Serius, Bayangkan Hidup Tanpa Informasi Tepercaya

Terkini | inews | Minggu, 18 Mei 2025 - 07:11
share

JAKARTA, iNews.id – Industri media Indonesia tengah diguncang gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), sejak 2023 hingga Mei 2025. Perampingan besar-besaran yang dilakukan sejumlah perusahaan media, menjadi ancaman serius karena masyarakat akan kehilangan akses terhadap informasi tepercaya.

Pengamat Komunikasi dari Universitas Tarumanagara, Diah Ayu Candraningrum, mengatakan fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang mengurangi porsi belanja media, termasuk iklan layanan masyarakat dan kampanye sosialisasi kebijakan publik.

"Dampaknya, industri media tidak dapat mengoptimalkan performanya karena keterbatasan dana operasional, akibat pendapatan yang tak menentu. Akibatnya, PHK pun menjadi keputusan akhir yang harus diambil," kata Diah kepada iNews, Sabtu (17/5/2025).

Selain itu, perkembangan teknologi dan kehadiran kecerdasan buatan (AI) juga mengubah lanskap kerja di industri media. Banyak pekerjaan manusia, termasuk jurnalis, kini mulai digantikan oleh AI.

"Algoritma media sosial menjadi kunci kemenangan di pasar. Dengan kemampuan membaca algoritma, perusahaan semakin mengenal konsumennya dan bisa mengetahui kebutuhan utama mereka," katanya.

Diah memperingatkan konsekuensi dari gelombang PHK ini sangat serius jika terus berlanjut. Pengurangan jurnalis senior yang memahami etika jurnalistik dan memiliki idealisme tinggi dalam menjalankan peran sebagai agen perubahan bisa memicu matinya sumber informasi yang sahih.

"Perannya akan digantikan oleh para content creator yang muncul dadakan dan populer karena gerakan tarian atau berita bombastis. Kita mungkin tidak akan lagi menemukan berita yang cover both sides atau berimbang secara jurnalistik," ujarnya.

Gelombang PHK di industri media juga memperkuat dominasi perusahaan teknologi global seperti Google, TikTok, dan YouTube. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya menjadi mesin pencari dan platform distribusi, tetapi juga saluran utama informasi bagi masyarakat.

"Bisnis kapitalis digital ini akan semakin menggurita, masuk ke dalam lini kehidupan masyarakat tanpa disadari," ujar Diah.

Keberadaan media sebagai watchdog atau pengawas pemerintah pun patut dipertanyakan dengan ketidakberdayaannya menghadapi gelombang PHK ini.

"Bagaimana para jurnalis bisa tenang menjalankan tugas mengawasi kinerja pemerintah, sedangkan di saat yang sama, dirinya terombang-ambing dalam ketidakjelasan akan nasib perusahaan tempat dia bekerja?" katanya.

Masyarakat yang Paling Dirugikan

Yang paling mengkhawatirkan, menurut Diah, adalah dampak jangka panjang terhadap masyarakat luas. Ia menilai, tanpa keberadaan media yang kredibel dan jurnalisme profesional, masyarakat akan kehilangan akses terhadap informasi akurat dan asupan pemikiran kritis. Tanpa kerja jurnalistik profesional, ruang publik akan dipenuhi oleh konten sensasional yang viral di media sosial.

"Yang paling dirugikan dengan kehilangan peran media ini jika awaknya tergerus gelombang PHK tentu saja publik atau masyarakyat. Bayangkan hidup kita tanpa didampingi informasi-informasi tepercaya yang diperoleh dari kerja keras jurnalis dalam mengejar sumber berita," kata Diah.

Peran Pemerintah 

Diah juga menyoroti minimnya respons pemerintah terhadap gelombang PHK di industri media. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan diam, padahal situasi ini bisa menjadi ancaman serius bagi masyarakat luas.

"Ini bukan lagi isu ketenagakerjaan biasa, tapi sudah menjadi krisis bagi bangsa dan negara kita," ujarnya.

Dia menyarankan sejumlah langkah konkret yang bisa diambil pemerintah. Pertama, membuat kebijakan yang melindungi industri media dan pekerjanya, bukan melalui intervensi politik, melainkan dengan menjamin keberlanjutan bisnis dan independensi redaksional.

Kedua, pemerintah perlu mendorong transformasi digital media, baik dari sisi performa platform, interface, maupun kolaborasi antarmedia. Pemerintah juga bisa memberikan akses pada jurnalisme data, agar media dapat menyajikan informasi berbasis data resmi dari lembaga seperti BPS atau kementerian terkait.

"Ketiga, dari sisi masyarakat, pemerintah harus bekerja keras memperkuat literasi digital supaya publik bisa membedakan antara berita hoaks, disinformasi, maupun misinformasi," katanya.

Peran Pelaku Industri, Pemerintah dan Masyarakat

Diah menegaskan, pelaku industri, pemerintah, dan masyarakat memiliki peran penting agar media bisa bertahan di tengah krisis. Para pelaku industri harus segera berinovasi menghadirkan konsep baru dalam menyajikan informasi terpercaya meskipun dengan keterbatasan biaya.

Dia juga menekankan pentingnya kehadiran pemerintah membuat kebijakan untuk menjamin masa depan jurnalis. Tidak hanya saat jurnalis menjalankan tugas, tetapi juga dari sisi kesejahteraan dan keberlangsungan hidupnya di tengah tekanan industri media.

"Bayangkan menjadi seorang jurnalis penuh tantangan ekonomi, politik, dan sosial. Bisa jadi di kemudian hari tidak banyak anak-anak muda yang berminat menggeluti profesi ini. Sekarang pun di beberapa kampus, jumlah mahasiswa peminatan jurnalistik jauh menurun dibandingkan Public Relations atau Komunikasi Bisnis,” tuturnya.

Diah juga mengajak masyarakat untuk aktif membela jurnalis dan media sebagai penjaga demokrasi. Sebab, masyarakat membutuhkan kemampuan literasi digital yang baik agar mampu memilah mana informasi yang dapat dipercaya dan mana yang yang menyesatkan.

"Jika kemampuan intelektual masyarakat terus diasah dengan asupan informasi yang tepercaya, sangat mungkin masyarakat yang jadi pembela utama jurnalis di garis terdepan, saat gelombang PHK kembali datang," ujar Diah.

Topik Menarik