Studi: Anjing di Chernobyl Alami Evolusi Cepat Akibat Radiasi Nuklir?
JAKARTA – Bencana nuklir Chernobyl yang terjadi pada 26 April 1986 memuntahkan radiasi berbahaya ke udara, menjadikan daerah tersebut berbahaya untuk dihuni manusia. Namun, meski manusia tidak lagi tinggal di sekitar reaktor nuklir Chernobyl, hewan-hewan masih hidup di sana.
Hewan dari berbagai jenis telah berkembang biak tanpa manusia di Chernobyl. Di antara fauna yang tahan radiasi, hidup ribuan anjing liar, banyak di antaranya merupakan keturunan hewan peliharaan yang tertinggal dalam evakuasi cepat di area tersebut bertahun-tahun lalu.
Menjelang peringatan 40 tahun bencana nuklir terbesar di dunia ini, para ahli biologi kini mengamati lebih dekat hewan-hewan yang berada di dalam Zona Eksklusi Chernobyl (CEZ), dan menyelidiki bagaimana paparan radiasi selama beberapa dekade dapat mengubah genom hewan—dan bahkan mungkin mempercepat evolusi.
Para ilmuwan dari University of South Carolina dan National Human Genome Research Institute mulai memeriksa DNA 302 anjing liar yang ditemukan di dalam atau sekitar CEZ untuk lebih memahami bagaimana radiasi mungkin telah mengubah genom mereka. Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Science Advances pada 2023.
"Apakah mereka memiliki mutasi yang memungkinkan mereka hidup dan berkembang biak dengan sukses di wilayah ini?" ujar Elaine Ostrander, pakar genomik anjing di National Human Genome Research Institute, kepada The New York Times.
"Tantangan apa yang mereka hadapi dan bagaimana mereka mengatasinya secara genetik?"
Gagasan bahwa radiasi mempercepat evolusi alami bukanlah hal baru. Praktik penyinaran benih secara sengaja di luar angkasa untuk menginduksi mutasi yang menguntungkan, misalnya, kini menjadi metode umum untuk mengembangkan tanaman yang cocok bagi dunia yang semakin panas.
Para ilmuwan telah menganalisis hewan-hewan tertentu yang hidup di dalam CEZ selama bertahun-tahun, termasuk bakteri, hewan pengerat, dan burung. Sebuah studi pada 2016 menemukan bahwa katak pohon timur (Hyla orientalis), yang biasanya berwarna hijau, lebih sering berwarna hitam di dalam CEZ. Para ahli biologi berteori bahwa katak-katak tersebut mengalami mutasi menguntungkan pada melanin—pigmen yang bertanggung jawab atas warna kulit—yang membantu mengurangi dan menetralkan sebagian radiasi di sekitarnya.
Hal ini membuat para ilmuwan bertanya-tanya: mungkinkah hal serupa terjadi pada anjing-anjing liar Chernobyl?
Studi ini mengungkap bahwa anjing-anjing liar yang tinggal di dekat Pembangkit Listrik Chernobyl menunjukkan perbedaan genetik yang jelas dibandingkan dengan anjing-anjing yang tinggal hanya sekitar 16 kilometer jauhnya di Kota Chernobyl. Meskipun hal ini tampak menyiratkan bahwa anjing-anjing tersebut mengalami semacam mutasi atau evolusi cepat akibat paparan radiasi, studi ini hanyalah langkah awal untuk membuktikan hipotesis tersebut.
Namun, seorang ilmuwan lingkungan yang berbicara dengan Science News mengatakan bahwa studi-studi ini bisa jadi rumit, terutama karena sulit membedakan mutasi akibat radiasi dari efek lain, seperti perkawinan sedarah.
Sejak studi awal diterbitkan, peneliti lain menyelidiki pertanyaan ini dan menghasilkan temuan yang saling bertentangan.
Moto Pad 60 Neo Meluncur di Indonesia, Tablet Multitasking dan Produktivitas Seharga Rp2 Jutaan
Faktanya, sebuah studi yang diterbitkan hampir dua tahun kemudian menegaskan bahwa radiasi dapat dicoret dari daftar penjelasan kondisi populasi anjing Chernobyl saat ini. Diterbitkan dalam jurnal PLOS One oleh ilmuwan dari North Carolina State University dan Columbia University Mailman School of Public Health di New York, analisis genetik baru ini mengamati tingkat kromosom, genom, dan bahkan nukleotida anjing Chernobyl, dan tidak menemukan kelainan yang mengindikasikan mutasi akibat radiasi.
Untuk menetapkan dasar perbandingan, tim membandingkan genom anjing-anjing Kota Chernobyl yang terletak 10 mil dari CEZ dengan anjing-anjing di Rusia, Polandia, dan negara tetangga lainnya. Setelah menentukan bahwa populasinya serupa secara genetik, mereka kemudian menggunakan anjing-anjing Kota Chernobyl sebagai kontrol representatif. Tentu saja, tugas ini tidak mudah, karena lebih dari beberapa lusin generasi anjing telah berlalu sejak anak-anak anjing pertama yang menyaksikan kehancuran Chernobyl pada 1986.
"Kita tahu bahwa, misalnya, paparan radiasi dosis tinggi dapat menyebabkan ketidakstabilan dari tingkat kromosom ke bawah," ujar Matthew Breen, penulis senior studi dari North Carolina State University, dalam pernyataan pers.
"Meskipun populasi anjing ini berjarak 30 generasi atau lebih dari populasi yang ada saat bencana 1986, mutasi kemungkinan masih dapat dideteksi jika memberikan keuntungan bertahan hidup. Namun, kami tidak menemukan bukti seperti itu."
Meski demikian, studi 2023 ini tetap menyediakan templat untuk investigasi lebih lanjut mengenai efek radiasi pada mamalia yang lebih besar. DNA anjing yang berkeliaran di Pembangkit Listrik Chernobyl dan Kota Chernobyl dapat dibandingkan dengan anjing yang hidup di area bebas radiasi.
Saat ini belum ada kesimpulan yang kuat, tetapi studi ini sekali lagi menunjukkan bahwa area yang seharusnya dianggap lahan kosong justru menjadi peluang ilmiah tak tertandingi untuk memahami radiasi dan dampaknya terhadap evolusi alami.

