BMKG Buat Peta Bencana Nasional, Ada 13 Zona Megathrust dan 295 Sesar Aktif

BMKG Buat Peta Bencana Nasional, Ada 13 Zona Megathrust dan 295 Sesar Aktif

Teknologi | BuddyKu | Kamis, 8 Desember 2022 - 12:38
share

JAKARTA Koordinator Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Iman Fatchurochman mengatakan, BMKG telah berupaya untuk memitigasi meminimalisir jatuhnya korban jiwa dan dampak dari kerusakan yang akan ditimbulkan dari bencana yang terjadi.

Bahkan, BMKG juga telah membuat peta bencana nasional dengan mengajak keterlibatan pemerintah daerah (pemda) untuk memitigasinya, di mana di wilayah Indoensia ada 13 zona megathrust dan 295 sesar aktif.

Hal ini disampaikannya dalam Gelora Talks bertajuk Indonesia dan Ancaman Bencana Alam, Bagaimana Kita Memitigasinya? secara daring, yang dikutip Kamis (8/12/2022).

BMKG juga telah membahas, serta menyodorkan peta rawan bencana dengan mengajak keterlibatan pemerintah daerah untuk memitigasinya. Wilayah Indonesia itu ada 13 zona megatrust, serta 295 sesar aktif yang harus diwaspadai, kata Iman.

Menurut Iman, gempa yang terjadi di Indonesia mayoritas mendatangkan kerusakan parah dan banyak menelan korban jiwa. Hal ini terjadi karena bangunan rumah tidak tahan gempa, serta gempa sering kali terjadi di batuan lunak.

Korban meningggal pada umumnya, disebabkan karena bangunan rumahnya sendiri, bukan karena gempanya sendiri, jelasnya.

Iman melanjutkan, BMKG juga sudah menyediakan data daerah rawan gempa sejak 2017 dengan menggandeng Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI yang sekarang melebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

BMKG telah berkontribusi untuk tata ruang, serta berkoordinasi dengan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), serta Kementerian PUPR dalam memberikan informasi potensi kebencanaan, terangnya.

Selain itu, Iman menambahkan, BMKG juga memilih program Sekolah Lapangan Gempa Bumi sejak 2014, dan sekarang berkembang menjadi BMKG Go To School yang memberikan edukasi, sosialisasi dan literasi, serta advokasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat.

Mereka audience kami, mereka kita latih terkait potensi kebencanaan di wilayahnya masing-masing, bagaimana meresponnya. Kemudian menentukan peta lokasinya, dan cara evakuasinya seperti pada tsunami. Kita ukur waktunya lebih cepat mana, tsunami atau evakuasinya, jelas Iman.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta mengatakan, karena sebagian besar wilayah Indonesia rawan bencana, maka perlu adanya literasi kepada tentang kebencanaan dan perhatian serius dalam memitigasinya. Ia pun melihat, ada toga kata kunci dalam peningkatan kapasitas negara dalam pengelolaan bencana.

Menurut saya, ada tiga kata kunci dalam peningkatan kapasitas negara dalam pengelolaan bencana saat ini, kata Anis Matta dalam kesempatan sama.

Anis menjelaskan, tiga kata kunci tersebut bisa menjadi rekomendasi bagi pemerintah untuk melakukan penguatan anggaran kebencanaan, serta skala prioritas dalam kebijakannya. Sebab, perhatian pemerintah saat ini terpecah dalam menghadapi peristiwa lain seperti mengatasi ancaman krisis ekonomi, pandemi Covid-19, dampak perang Rusia-Ukraina, serta memasuki tahun politik.

Sehingga pemerintah mesti mengukur kemampuannya, ketika suatu peristiwa terjadi bersamaan. Tetapi tiga kata kunci ini, bisa menjadi rekomendasi maksimal dalam menghadapi situasi ancaman kebencanaan saat ini, ujarnya.

Pertama, Anis menguraikan, pemerintah membuat Peta Bencana Nasional, sehingga proyeksi potensi bencana secara nasional dapat diketahui dan bisa menjadi guidance atau petunjuk bagi kita semua. Kedua, perlunya regulasi pada tata ruang yang berhubungan langsung dengan konstruksi, terutama konstruksi bangunan atau hunian.

Kita ketahui bersama, bahwa bencana ini, kalau ada runtuhan bangunan, maka orang bisa meninggal dari reruntuhan. Jadi karena dampaknya mematikan itu, perlu tata ruang dan regulasi yang berhubungan dengan konstruksi, terangnya.

Ketiga, mantan Presiden PKS ini menambahkan, terkait dengan kedisiplinan dalam pelaksanaan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana agar diterapkan dalam kehidupan nyata dan tidak sekedar menjadi aturan saja, tanpa pelaksanaan secara maksimal.

Jadi catatan ketiga saya, adalah enforcement. Masalah kedisiplinan untuk memberlakukan regulasi itu ( UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana) dan menerapkannya dalam kehidupan nyata kita, tandas mantan Wakil Ketua DPR ini.