Ketua Komisi XI DPR: Pelayanan Publik yang Prima Akan Perkuat PAD

Ketua Komisi XI DPR: Pelayanan Publik yang Prima Akan Perkuat PAD

Nasional | sindonews | Kamis, 14 Agustus 2025 - 21:03
share

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menekankan pentingnya kemandirian daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil dan tidak membebani masyarakat. Pemerintah daerah (Pemda) harus fokus pada perbaikan fundamental tata kelola sebagai kunci utama peningkatan produktivitas ekonomi.

Hal itu lebih penting dari pada menempuh jalan pintas menaikkan pungutan atau pajak daerah yang justru memberatkan warga.

Baca juga: Ditentang Warga, Bupati Pati Akhirnya Batal Naikkan PBB 250

Menurut Misbakhun, paradigma lama yang hanya mengandalkan kenaikan pajak atau retribusi tanpa adanya perbaikan signifikan pada layanan publik harus segera ditinggalkan. Pendekatan semacam itu dinilai tidak hanya kontraproduktif terhadap iklim usaha, tetapi juga mencederai rasa keadilan masyarakat yang seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah.

Kemandirian daerah, tegasnya, harus diwujudkan melalui inovasi dan efektivitas pemerintahan, bukan dengan membebani rakyat.

"Kemandirian daerah adalah sebuah keniscayaan, tetapi jalannya bukan dengan menambah beban di pundak rakyat. Roda aktivitas ekonomi masyarakat harus dipermudah, birokrasi harus efisien, dan pelayanan publik harus prima. Jika pemerintah memfasilitasi warganya untuk produktif, maka basis pendapatan daerah secara alami akan menguat tanpa perlu melakukan pungutan yang eksesif," ujarnya, Kamis (14/8/2025).

Baca juga: Susi Pudjiastuti Minta Izin Keramba Jaring Apung di Pantai Timur Pangandaran Dicabut

Misbakhun menjelaskan, terdapat dua jalan utama yang saling terkait untuk mencapai tujuan tersebut. Pertama, melalui pendekatan efisiensi belanja, di mana anggaran daerah harus dialokasikan secara cermat dan diprioritaskan untuk program-program yang memiliki dampak pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian lokal, karena selama ini, belanja daerah yang tertuang dalam APBD di dominasi rata-rata diatas 50 untuk belanja pegawai.

Kondisi ini menyisakan ruang fiskal yang sangat sempit untuk belanja modal dan pembangunan. Idealnya, porsi belanja pegawai ditekan hingga 30, karena pada tahun 2027 nanti pemerintah akan menetapkan pembatasan maksimal porsi belanja pegawai daerah sebesar 30 dari total belanja APBD, sesuai UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Jadi 2025 ini masih dalam masa transisi untuk memenuhi batas tersebut. Ini semua dilakukan agar daerah memiliki kapasitas fiskal yang memadai untuk pembangunan tanpa terus bergantung pada transfer pusat.

Kedua, adalah pendekatan efektivitas pelayanan publik, yang berfokus pada penyederhanaan perizinan, penyediaan infrastruktur dasar yang andal, dan penciptaan ekosistem yang ramah bagi dunia usaha.

Misbakhun menambahkan, ketika masyarakat merasakan kemudahan dalam berusaha dan menjalankan kegiatan ekonominya, kesadaran untuk membayar pajak dan retribusi daerah akan tumbuh secara organik. Inilah inti dari simbiosis mutualisme antara pemerintah dan rakyat. Pemerintah melayani dengan baik, ekonomi masyarakat tumbuh, dan pada gilirannya Pendapatan Asli Daerah (PAD) meningkat secara sehat dan berkelanjutan.

"Pada akhirnya, baik pendekatan efisiensi belanja maupun efektivitas pelayanan, keduanya bermuara pada satu tujuan: perbaikan tata kelola untuk meningkatkan produktivitas ekonomi daerah. Tujuannya bukan semata-mata angka pendapatan, melainkan menciptakan sebuah ekosistem ekonomi daerah yang kuat, mandiri, dan pada akhirnya menyejahterakan rakyatnya secara berkeadilan," ujarnya.

Topik Menarik