Dokter Gaza Abu Safiya Hanya Diberi 2 Sendok Nasi Sehari di Penjara Israel
Seorang pengacara yang mewakili Dr. Hussam Abu Safiya dari Palestina menyuarakan keprihatinannya atas kesehatannya yang memburuk dan penyiksaan rutin di penjara Israel. Dr Abu Safiya dan para narapidana hanya diberi dua sendok nasi sehari.
Dalam wawancara dengan Arab48, yang diterbitkan pada hari Kamis (17/7/2025), pengacara Gheed Kassem mengatakan direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, yang terletak di utara Jalur Gaza, telah menghadapi serangan fisik berat yang mengakibatkan memar di kepala, leher, tulang rusuk, dan punggungnya.
Ketika Dr. Abu Safiya meminta bantuan medis untuk komplikasi yang diakibatkan oleh pemukulan tersebut, termasuk detak jantung yang tidak teratur, permintaannya ditolak.
Pengabaian dan penganiayaan medis di penjara-penjara yang dikelola Israel telah terdokumentasi dengan baik, dengan praktik-praktik tersebut dilaporkan semakin intensif sejak peristiwa 7 Oktober 2023.
Pada awal Mei, Komisi Urusan Tahanan Palestina mengatakan para tahanan Palestina yang sakit menghadapi "pengabaian medis yang disengaja dan sistematis," di samping kelaparan dan penyiksaan yang berdampak negatif pada kondisi kesehatan mereka.
Pernyataan itu muncul setelah kematian tahanan berusia 60 tahun, Mohyee al-Din Fahmi Najem, yang menderita penyakit kronis dan tidak mendapatkan perawatan medis yang layak selama masa penahanannya.Abu Safiya, yang masih berada di sel isolasi di penjara militer Ofer—yang menampung 450 tahanan dari Jalur Gaza—berat badannya tidak lebih dari 60 kilogram, menurut pengacaranya.
Selain itu, Dr. Abu Safiya ditahan di sel bawah tanah yang sepenuhnya terisolasi dan tidak menerima cahaya alami.
"Beliau tidak tahu apa-apa tentang dunia luar, dan beliau masih mengenakan pakaian musim dingin," ujar Kassem.
"Para tahanan di dalam penjara Ofer menghadapi kondisi yang sangat keras dan mengerikan," papar dia.
Pengacara tersebut menjelaskan bagaimana warga Palestina yang dipenjara di sana hanya diperbolehkan makan dua sendok nasi sehari, sementara gula dan garam dilarang sama sekali "untuk mencegah peningkatan hormon kebahagiaan, sekecil apa pun, akibat mengonsumsi gula"."Ini merupakan tambahan dari penggerebekan sel yang sering terjadi, penyiksaan, dan penggeledahan terus-menerus yang dialami para tahanan," ujar dia.
Kasus penyiksaan dan pengabaian medis terbaru di tahanan Israel melibatkan kematian Samir al-Rifai, 53 tahun, dari Jenin.
Menurut Komisi Urusan Tahanan Palestina, Rifai meninggal tujuh hari setelah penangkapannya, sehingga jumlah korban tewas tahanan Palestina yang telah meninggal di bawah tahanan Israel sejak awal perang genosida di Gaza menjadi 74 orang.
Ayah lima anak ini dilaporkan menderita masalah jantung dan membutuhkan perawatan medis intensif.
Sumber-sumber menyatakan kematiannya disebabkan perlakuan buruk dan kondisi penjara yang parah, meskipun belum ada laporan resmi yang dirilis.
Ketiadaan Hak
Abu Safiya telah dikategorikan sebagai "pejuang ilegal" oleh otoritas Israel, meskipun ia seorang dokter sipil. Klasifikasi ini berarti tidak ada dakwaan resmi terhadapnya."Penetapan sebagai kombatan ilegal menjadikan seorang tahanan tanpa hak," ujar Kassem.
"Hukum Israel mencabut hak asasi manusia alami mereka yang memiliki sebutan ini di dalam penjara," papar dia.
Kassem menambahkan otoritas penjara juga menciptakan "hambatan beruntun bagi para pengacara," dengan setiap kunjungan harus dijadwalkan empat bulan sebelumnya.
Bahkan setelah itu, kunjungan tersebut dapat dibatalkan.Selain itu, perwakilan hukum seringkali harus menunggu lama, dan ketika klien mereka akhirnya dibawa untuk kunjungan, mereka seringkali diserang di jalan sambil merangkak di tanah dengan borgol.
"Wawancara dilakukan di bawah mikroskop, di bawah pengawasan dan pendengaran sipir penjara. Jika sipir penjara merasa bahwa kunjungan tersebut telah meningkatkan moral narapidana, mereka akan menyerangnya sebagai balas dendam," ujar dia.
“Para narapidana juga menjadi sasaran penyiksaan psikologis yang terus-menerus,” ungkap Kassem, termasuk dipaparkan gambar-gambar vulgar dan berita-berita yang menyedihkan serta diberi informasi palsu tentang kematian orang-orang terkasih.
"Pertanyaan pertama yang ditanyakan setiap narapidana kepada saya adalah tentang keluarga mereka dan apakah mereka masih hidup," ujar dia.
Baca juga: Abu Ubaidah: Israel Tolak Kesepakatan Gencatan Senjata untuk Bebaskan Semua Tawanan di Gaza

