Tata Pemerintahan yang Bebas KKN
Romli AtmasasmitaGuru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran
PENGERTIAN Tata Pemerintahan yang Bebas KKN, populer dikenal dengan sebutan good governance (GG) khusus ditujukan terhadap pemerintah dan organnya; sedang Pidana Korupsikan sebutan untuk pihak swasta perseroan terbatas atau Badan Usaha Milik Negara(BUMN) dikenal dengan good corporate governance (GCG) terutama di kalangan aparatur sipil negara dan para ahli tata pemerintahan dan ahli hukum.
Telah lazim kiranya pengertian istilah tersebut merujuk pada pengelolaan tata pemerintahan yang baik dan bersih serta bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) merujuk pada peraturan perundang-undangan antara lain, UU No 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU No 31/1999 yang diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengertian korupsi merujuk pada perbuatan yang dilakukan oleh beberapa oknum penyelenggara pemerintahan, pusat maupun daerah; yang telah merugikan keuangan negara(pusat/daerah).
Konsep merugikan dalam pengertian hukum, merupakan akibat yang ditimbulkan oleh perbuatan yang melanggar hukum atau tercela dalam pandangan masyarakat sehingga terdapat korban daripadanya. Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara.
Sedangkan nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Baik kolusi maupun nepotisme UU KKN harus perbuatan yang bersifat melawan hukum; bedanya kolusi bersifat merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara, akan tetapi nepotisme bersifat menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam kenyataan kehidupan masyarakat di Indonesia yang meliputi 270 juta jiwa penduduk dan luas wilayah meliputi 35 provinsi yang terdiri dari hampir 17.000 kepulauan; telah terjadi kasus KKN merata di seluruh propinsi yang melibatkan jabatan gubernur, wali kota, bupati bahkan kepala desa serta pihak swasta korporasi yang terlibat di dalamnya. Berdasarkan Laporan ICW (periode 2019-2023) terdapat sejumlah 2.405 kasus yang ditangani KPK dan kejaksaan. Sedangkan jumlah tersangka dari kasus di KPK dan kejaksaan berjumlah 3.649 orang.
Merujuk kurun waktu empat tahun tersebut ternyata jumlah memasukkan terdakwa ke Lapas lebih tinggi daripada jumlah kasusnya. Hal mana ini memerlukan perhatian petinggi hukum dan kementrian Impas sehingga tidak terjadi overloaded penghuni lapas yang berdampak negatif sehingga, lapas menjadi sekolah tinggi kejahatan daripada sekolah pembinaan/pemasyarakatan terpidana.
Sesungguhnya upaya menciptakan tata kelola pemerintahan dapat tercapai jika dilaksanakan dari hulu ke hilir tanpa jeda dan bersamaan itu sistem hukum peradilan pidana Indonesia memerlukan perubahan menpidasar yaitu dengan mempertimbangkan cost-anf benefit dari setiap langkah penegakan hukum. Termasuk langkah penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan serta pemeriksaan perkara pidana sampai pada pemasyarakatan terpidana.
Langkah penegakan hukum tersebut telah dimulai dengan diundangkannya UU No 1/2023 tentang KUHP yang merupakan hukum pidana materiil. Di dalam undang-undang aquo telah diatur tentang Pedoman Pemidanaan, Tujuan pemidanaan, dan jenis-jenis pidana; yang keseluruhannya mencerminkan karakter nilai Pancasila yaitu perdamaian yang didasarkan prinsip musyawarh dan mufakat.
Karakteristik dimaksud adalah bahwa setiap langkah penegakan hukum tersebut tidak harus selali diawali dan diakhiri dengan pelaksanaan upaya paksa dan penetapan tersangka jika bukti permulaan cukup belum sama sekali ditemukan; penyelidik/penyidik seharusnya juga mempertimbangkan kepentingan korban tindak pidana dan keluarga pelaku tindak pidana, jika bukti permulaan tidak ditemukan sebaiknya tidak perlu dilanjutkan ke tingkat penyidikan dan penuntutan; atau jika terdapat bukti permulaan, penyidik dapat menkaji perbuatan pelaku dan meneliti tingkat keseriusan perbuatan dan akibat yang ditimbulkan perbuatan tersebut khususnya terhadap korban.
Tata pemerintahan bebas KKN juga dipengaruhi oleh cara aparatur pemerinrah khususnya aparatur penegak hukum melaksanakan tugas dan wewenangnya sessuai dengan peraturan perundang-undangan; jika terjado penyimpangan dan dilaksanakan secaratidak akuntabel dan tidak bersikap integratif niscaya tujuan tata kelola pemerintahan yang bebas KKN tidak akan tercapai.
Dapat disimpulkan bahwa tujuan membangun tata kelola pemerintahan yang bebas KKN bukan pekerjaan semudah mengucapkannya apalagi menggantungkan pada satu pimpinan melainkan keberhasilan kerja bersama atau gotong royong.










