Inggris dan Trump Beda Arah Soal Sanksi Baru Rusia
Inggris diperkirakan sedang bersiap untuk mengumumkan sanksi baru terhadap Rusia yang dirancang agar bisa meredam mesin perang Putin. Perdana Menteri Sir Keir Starmer mengatakan, sanksi baru ini nantinya bakal meningkatkan tekanan ekonomi pada Kremlin.
Tujuannya adalah agar Rusia memperlihatkan keseriusannya, dalam mewujudkan perdamaian. Namun sepertinya rencana sanksi baru Inggris terhadap Rusia, tidak mendapatkan dukungan dari AS (Amerika Serikat) setelah Donald Trump memberikan sinyal penolakan.
Saat KTT G7 di Kanada, Trump mengatakan, sanksi-sanksi tersebut "menghabiskan banyak uang bagi (AS)". Downing Street menerangkan, bahwa paket sanksi baru bertujuan untuk menjaga "tekanan pada industri militer Rusia", meski tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Baca Juga: Pembatasan Harga Minyak Rusia Bakal Dipatok USD45/Barel, Kremlin Peringatkan UE
Dalam sebuah pernyataannya, Sir Keir mengatakan bahwa dia dan mitra G7 lainnya sedang menyelesaikan langkah-langkah baru di KTT Alberta, dan bahwa mereka akan "menekan pendapatan energi Rusia dan mengurangi dana yang dapat mereka kucurkan untuk perang ilegal mereka". "Faktanya, Rusia tidak menguasai semua kartu," ungkapnya.
Ketika ditanya mengapa informasi sanksi baru sifatnya terbatas, seorang juru bicara mengatakan: "Ini hanya fakta bahwa G7 baru saja dimulai... akan terlalu cepat untuk mendahului apa yang akan dihasilkan,".
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky dan sekutu-sekutu lainnya ingin menggunakan pertemuan itu untuk mendorong Trump agar bisa menekan Rusia. Sebelumnya pada awal pekan, Trump - yang mengumumkan bahwa ia akan meninggalkan pertemuan lebih awal karena meningkatnya konflik di Timur Tengah - menunjukkan bahwa ia tidak mendukung rencana sanksi baru kepada Rusia.
Trump mengatakan, "Kamu berbicara tentang miliaran dolar. Sanksi tidak semudah itu. Ini bukan hanya jalan satu arah."
Trump menerangkan, bahwa dia "menunggu untuk melihat apakah ada kesepakatan" yang dapat dicapai antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang sebelum menandatangani paket sanksi baru. Kepergiannya yang lebih awal dari pertemuan G7 bisa berarti bahwa pengumuman tentang sanksi kemungkinan besar tidak melibatkan AS. Pembicaraan di Kanada diperkirakan mencakup diskusi tentang bagaimana mengurangi harga yang dibayar banyak negara untuk minyak Rusia.
G7 sepakat pada bulan Desember 2022 untuk menetapkan batas harga minyak mentah Rusia di posisi USD60 per barel, menjadikannya sebagai syarat agar bisa mendapatkan akses ke pelabuhan dan asuransi pengiriman. Namun, semua ini menjadi kurang efektif akibat jatuhnya harga energi.
Komisi Eropa menginginkan pembatasan harga minyak Rusia berada di angka USD45 per barel. Sementara itu Ukraina ingin batasan yang lebih rendah lagi yakni USD30. Sekutu Barat juga ingin paket baru sanksi ekonomi itu jauh lebih ketat.
Komisi Eropa telah mengusulkan putaran baru sanksi yang ditujukan pada pendapatan energi Moskow, perbankan, hingga industri militer.
Beberapa senator AS juga mendorong untuk menjatuhkan sanksi baru yang keras yang akan mengenakan tarif tinggi pada negara-negara yang membeli minyak Rusia, terutama China dan India. Namun, seberapa suksesnya sanksi ini masih belum jelas. Baca Juga: Pebisnis Barat Betah Tinggal di Rusia, 67 Perusahaan Eropa Mengaku Tak Ingin Hengkang
Dalam sebuah konferensi pers dengan Perdana Menteri Kanada Mark Carney, Trump juga menyebut pengusiran Rusia dari kelompok G7 sebagai sebuah "kesalahan" dan mengatakan hal itu justru "memperumit hidup".
Pada tahun 2014, Presiden AS saat itu Barack Obama dan pemimpin dunia lainnya memutuskan untuk mengusir Rusia dari kelompok ekonomi besar (G7) setelah aneksasi Krimea oleh Rusia.










