Rania Al Abdullah, Istri Raja Yordania yang Mencoba Menempatkan Diri sebagai Ibu Sandera Israel

Rania Al Abdullah, Istri Raja Yordania yang Mencoba Menempatkan Diri sebagai Ibu Sandera Israel

Global | sindonews | Kamis, 9 Mei 2024 - 15:45
share

Rania Al Abdullah merupakan istri dari istri Raja Yordania, yakni Abdullah II. Status tersebut juga membuatnya dikenal sebagai Ratu Yordania.

Istri dari Raja Yordania ini memiliki nama asli Rania Al-Yassin. Lahir di Kuwait, 31 Agustus 1970, ia diketahui memiliki orang tua yang berasal dari Palestina.

Mengutip laman HelloMagazine, Kamis (9/5/2024), Rania dibesarkan di sebuah rumah yang nyaman di Tepi Barat bersama dua saudara kandungnya.

Ia pernah merasakan pendidikan dari New English School di Kuwait City dan American University di Kairo dengan gelar bisnis setelah lulus.

Sekitar 1991, Rania pindah ke Amman, tempat orang tuanya tinggal setelah melarikan diri dari Kuwait bersama ratusan ribu warga Palestina lainnya pasca Perang Teluk 1991.

Sempat bekerja di sejumlah perusahaan, ia pernah mendapat kesempatan jalan-jalan ke pesta makan malam yang diselenggarakan saudara perempuan Pangeran Abdullah pada Januari 1993.

Menariknya, momen tersebut menjadi titik awal yang mengubah hidup Rania. Di sanalah ia pertama kali melihat pangerannya, yakni Abdullah II. Keduanya pun akhirnya menikah pada pada 10 Juni 1993.

Rania Al Abdullah Memposisikan Diri sebagai Ibu Sandera Israel

Baru-baru ini, Rania Al Abdullah menghadiri wawancara dari CBS. Pada kesempatan tersebut, ia banyak memberikan tanggapan tentang situasi yang terjadi di Palestina.

Pada acara yang bertajuk ‘Face The Nations’ di CBS, Rania menyebut Israel telah mengambil pendekatan salah dalam perangnya melawan Hamas. Tak hanya itu, ia pun turut membela aksi protes anti-Israel di kampus-kampus dunia.

Melihat sekian tanggapan yang disampaikan, ada satu pernyataan menarik dari Ratu Yordania tersebut. Pada salah satu penuturannya, Rania membahas empati yang dirasakan para ibu di Israel ketika melihat anak-anaknya berada di tahanan Hamas.

“Saya menantang diri saya sendiri setiap hari untuk menempatkan diri pada posisi seorang ibu Israel, khususnya yang memiliki anak yang disandera… dan saya mencoba untuk berempati dan melihat dari mana pendapat mereka,” ucap Rania seperti dikutip dari CBSNews, Kamis (9/5/2024).

“Kami membutuhkan para sandera untuk pulang secepat mungkin,” tambahnya.

Meski mencoba untuk memposisikan diri dalam sudut pandang ibu Israel yang anaknya ditahan Hamas, Rania sendiri tidak membenarkan tindakan Israel untuk melakukan tindak pembalasan dan menyasar warga sipil Palestina.

“Meskipun peristiwa 7 Oktober (Operasi Badai Al-Aqsa) itu traumatik dan menghancurkan, tanggapan Israel terhadap pembantaian brutal di Gaza tidak membantu situasi,”

“Anda tidak bisa hanya mengandalkan reaksi balas dendam dan balas dendam yang mendalam ini, karena Anda hanya akan masuk ke dalam siklus kekerasan dan menggalinya lebih dalam, dan hal ini justru akan semakin memburuk,” tambah Rania Al Abdullah.

Baca juga: Serangan Israel ke Rafah Dapat Restu Amerika Serikat

Topik Menarik