Prabowo: Lahan Harus Ada! HGU Bisa Dicabut Demi Hunian Sementara Korban Bencana
JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto menegaskan, bahwa pemerintah harus segera menyediakan lahan untuk pembangunan hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Prabowo menyatakan kesediaannya untuk mencabut sementara Hak Guna Usaha (HGU) bila dibutuhkan demi kepentingan masyarakat.
Instruksi tersebut muncul setelah Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto melaporkan bahwa salah satu hambatan terbesar dalam percepatan pembangunan huntara adalah ketersediaan lahan dari pemerintah daerah.
"Kepala daerah harus menyiapkan lahan. Pemerintah pusat yang membangun, Pak Presiden. Nah, lahannya ini kadang yang agak bermasalah lama," ujar Suharyanto dalam paparannya dalam rapat koordinasi penanganan bencana di Aceh, Minggu 7 Desember 2025 malam.
Menanggapi hal itu, Prabowo menekankan bahwa negara wajib menemukan solusi cepat dan konkret.
"Saya kira lahannya harusnya ada. Nanti koordinasi pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, pemerintah pusat, semua K/L, terutama ATR, kehutanan, ATR-BPN dicek semua," kata Prabowo.
Ia menegaskan, kembali bahwa kebutuhan rakyat adalah prioritas tertinggi.
"Kalau perlu HGU-HGU bisa dicabut sementara, dikurangi. Ini kepentingan rakyat yang lebih penting. Lahan harus ada," tegas Prabowo.
Dalam penjelasannya, Kepala BNPB menerangkan, bahwa huntara dirancang agar lebih layak dibandingkan tenda pengungsian. Setiap unit disiapkan untuk satu keluarga.
"Luasnya tipe 36, Pak Presiden. Delapan kali lima. Daripada mereka tinggal di tenda, lebih representatif mereka tinggal di hunian sementara," jelas Suharyanto.
Prabowo kemudian menanyakan spesifikasi dan biaya konstruksi. “Harganya berapa?”
“Sekitar Rp30 juta, Pak Presiden, satu hunian sementara,” jawab Suharyanto, seraya menegaskan bahwa unit tersebut telah dilengkapi fasilitas dasar. “Ada WC, kamar mandi, siap di dalam satu unit,” jawab Suharyanto.
Presiden menilai biaya tersebut relatif efisien.
BNPB menyebut bahwa huntara idealnya digunakan maksimal satu tahun sebelum warga dipindahkan ke hunian tetap (huntap). Namun masa tinggal bisa lebih lama apabila ketersediaan lahan terhambat.
"Konsep kita, hunian sementara tidak lebih dari satu tahun, kecuali beberapa kejadian karena pembagian tugasnya kepala daerah harus menyiapkan lahan,” bebernya.
BNPB menyampaikan bahwa proses pembangunan huntara dapat dipercepat dengan dukungan Satgas TNI–Polri, sebagaimana pengalaman di Lewotobi.
"Satgas Kodam IX/Udayana memindahkan 8.000 KK, semuanya masuk ke huntara, membangunnya enam bulan, Pak Presiden,” kata Suharyanto.
Prabowo langsung merespons dengan instruksi percepatan.
“Kalau bisa lebih cepat ya? Kalau bisa lebih cepat dari enam bulan?”
BNPB menyatakan kesiapannya.
“Siap, Pak Presiden. Lebih cepat.”
Selain huntara tipe rumah keluarga, BNPB juga menyiapkan opsi model barak apabila lahan sangat terbatas. Jika lahan cukup, satu keluarga dapat dialokasikan bidang 8x10 meter sehingga memudahkan integrasi antara huntara dan pembangunan huntap pada tahap berikutnya.
Di akhir pembahasan, Prabowo kembali menekankan pentingnya percepatan penyediaan lahan tanpa hambatan birokrasi. Ia juga membuka opsi penggunaan desain fabrikasi bertingkat untuk menghemat ruang bila situasi mengharuskan.










