Sidang Hasto, Ahli Pidana Nilai Ahli Bahasa Tak Diperlukan
JAKARTA - Ahli Hukum Pidana, Chairul Huda menyebut ahli bahasa tidaklah diperlukan dalam proses pembuktian terhadap perkara perintangan penyidikan. Chairul menilai seorang ahli bahasa tidak mengerti konteks atas suatu kalimat.
Chairul Huda dihadirkan untuk memberikan keterangan sebagai ahli di sidang dugaan korupsi dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, Jumat (20/6/2025).
"Sepengetahuan saya itu (ahli bahasa) hanya menilai tentang teks. Jadi kalau dia bentuknya ujaran lisan, ya ujaran lisan itu yang dinilai dari segi bahasa," ungkap Chairul, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2025).
Sebaliknya, untuk menjelaskan konteks dalam suatu ujaran atau percakapan diperlukan ahli hukum. Sebab menurutnya seorang ahli hukum bisa menjabarkan bagaimana konteks, hingga sosok siapa yang terlibat dalam sebuah percakapan atau ujaran.
"Tetapi konteks disampaikan dalam keadaan bagaimana? Oleh siapa? Dalam situasi apa? Itu yang menilai adalah ahli hukum," ujar dia.
Karena itu, ahli bahasa sering dihadirkan dalam pembuktian tindak pidana ujaran kebencian. Hal ini untuk menilai maksud langsung dari sebuah teks atau ujaran.
"Makanya yang diperlukan ahli bahasa itu dalam tindak pidana yang perbuatannya itu dalam bentuk ujaran," ujar dia.
"Hate speech misalnya, pasal penyebaran kebencian, baru keluar ahli bahasa. Kalau perintangan penyidikan engga ada perlunya ahli bahasa," sambungnya.
Sebagai informasi, Ahli Bahasa Frans Asisi pernah dihadirkan dalam sidang perkara Hasto. Saat itu Frans diminta keahliaannya untuk menerjemahkan maksud dari potongan tangkapan layar bukti percakapan yang dinilai Jaksa merupakan percakapan Hasto terkait perkara korupsi.
Hasto Kristiyanto didakwa melakukan Perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menyeret buronan Harun Masiku.
Hal itu dilakukan dengan memerintahkan Harun selaku caleg PDIP pada Pemilu 2019 dan Kusnadi sebagai orang kepercayaannya untuk merendam HP.
Hasto meminta Kusnadi merendam ponselnya ketika ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun pada 10 Juni 2024. Hasto yang menerima surat pemanggilan seminggu sebelum hari H, kemudian memerintahkan Kusnadi untuk merendam ponselnya.
Atas perbuatannya itu, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Selain itu, Hasto Kristiyanto didakwa turut menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan dalam mata uang SGD.
(Jonathan Simanjuntak).