Beda Strategi Maruarar Sirait Vs Fahri Hamzah Soal Rumah Murah di Perkotaan
JAKARTA - Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berupaya menyiasati keterbatasan lahan perkotaan untuk penyediaan rumah terjangkau bagi masyarakat. Namun antara Menteri PKP Maruarar Sirait dan Wamen PKP Fahri Hamzah, memiliki strategi yang berbeda dalam menyikapi tantangan keterbatasan rumah di perkotaan tersebut.
1. Strategi Maruarar Sirait
Maruarar Sirait menilai persoalan keterbatasan lahan perkotaan dapat disiasati dengan mengecilkan ukuran rumah. Sehingga keterbatasan lahan bisa dibangun lebih banyak unit rumah tapak.
Hal tersebut seperti yang tertuang dalam draft Keputusan Menteri (Kepmen) PKP tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Kredit/Pembiayaan Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.
Melalui draft Keputusan Menteri itu, untuk jenis Rumah Umum Tapak luas tanah ditetapkan paling rendah 25 meter persegi, dan paling tinggi 200 meter persegi. Sedangkan untuk luas lantai rumah akan ditetapkan paling rendah 18 meter persegi, dan paling tinggi 35 meter persegi.
Ketentuan soal luas tanah minimal terhitung mengecil jika dibandingkan dengan regulasi sebelumnya, Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTSM/M/2023. Melalui Kepmen ini, luas tanah rumah tapak umum paling rendah 60 meter persegi dan paling tinggi 200 meter persegi. Sedangkan untuk luas lantai rumah paling rendah 21 meter persegi, dan paling tinggi 36 meter persegi.
"Nantinya akan semakin banyak pilihan bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah subsidi di perkotaan. Selain itu akan sangat bagus bagi pengembang karena dituntut makin kreatif dan konsumen akan semakin banyak pilihan rumah," kata Maruarar Sirait melalui siaran pers Kementerian PKP.
2. Strategi Fahri Hamzah
Di satu sisi, Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah mengatakan untuk mengatasi persoalan keterbatasan lahan perkotaan untuk penyediaan hunian, solusinya adalah mendorong masyarakat tinggal di hunian vertikal.
Fahri Hamzah mengatakan, salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah pemberian insentif yang lebih untuk pembiayaan hunian vertikal. Hal ini pada akhirnya akan membentuk harga rumah vertikal lebih murah dibandingkan dengan rumah tapak.
Fahri Hamzah mengaku saat ini pihaknya tengah menggodok aturan baru soal pemberian insentif untuk hunian vertikal. Aturan tersebut menyangkut pemberian insentif berupa PPN DTP bagi pembelian rumah vertikal. Tujuannya agar harga rumah vertikal bisa lebih murah ketimbang rumah tapak dan akhirnya masyarakat lebih tertarik tinggal di hunian vertikal.
"Karena vertikal di kota itu menyelesaikan persoalan tanah yang mahal, daerah kumuh, pinggir pantai, pinggir sungai, dan sebagainya, itu nanti diselesaikan dengan pembangunan rumah vertikal yang disubsidi oleh pemerintah, dan tanahnya disiapkan oleh pemerintah, sehingga dia murah," ujarnya saat ditemui di JCC Senayan (11/6).
Menanggapi 2 strategi tersebut, Pengamat Properti sekaligus CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai kebijakan pemberian insentif hunian vertikal lebih cocok ketimbang mengecilkan ukuran rumah bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).
Sebab menurutnya, pembangunan unit rumah yang diperkecil akan menimbulkan persoalan baru seperti masalah sosial, lingkungan, hingga isu kelayakan hunian pada akhirnya.
"Jika masalah keterbatasan lahan harusnya bisa dengan pembangunan rusunami atau rusunawa di perkotaan untuk kaum pekerja. Kalo landed (rumah tapak) di lokasi rumah subsidi malah jadi salah mindsetnya," kata Ali saat dihubungi MNC Portal, Senin (16/6/2025).
Lebih jauh, Ali menjelaskan memang membutuhkan usaha yang lebih untuk mendorong budaya bertempat tinggal masyarakat yang saat ini sudah lekat dengan rumah tapak. Namun, persoalan ini menurutnya bisa teratasi dengan penawaran harga rumah vertikal yang lebih kompetitif dari rumah tapak.
"Pastinya butuh sosialisasi. Tapi kalo ada rusun yang sesuai daya beli mereka di Rp350-500 jutaan harusnya mau. Tapi sebagian juga mungkin akan memilih rusun sewa kelas menengah dg harga sewa yang affordable," tutup Ali.