Trunajaya dan Kejatuhan Keraton Plered: Pemberontakan yang Mengguncang Mataram
KERATONPlered, istana megah yang dibangun Raja Amangkurat I sebagai pusat pemerintahan baru Kerajaan Mataram mengalami kehancuran besar pada tahun 1677. Hancurnya Mataram akibat pemberontakan yang dipimpin Trunajaya, bangsawan asal Madura.
Dalam catatan sejarah, Keraton Plered menjadi simbol ambisi Amangkurat I setelah memindahkan ibu kota dari Karta ke Plered di wilayah yang kini termasuk Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Namun, kemegahan itu hanya bertahan kurang dari 3 dekade.
Baca juga: Riwayat Arya Wiraraja, Penguasa Lamajang yang Pernah Perang Dingin dengan Raja Jayanagara
Pemberontakan Besar dari Timur
Puncak huru-hara terjadi pada 28 Juni-3 Juli 1677 ketika pasukan pemberontak dari Madura dan Jawa Timur menyerbu ibu kota Plered. Serangan yang dipimpin Trunajaya berhasil menembus dinding-dinding pertahanan keraton hingga menyebabkan kehancuran total.Menurut sejarawan Peri Mardiyono dalam bukunya Tuah Bumi Mataram, pemberontakan ini berawal dari kekecewaan kebijakan otoriter Amangkurat I dan dukungan Trunajaya terhadap para bangsawan serta rakyat yang ingin perubahan. Trunajaya sempat mendirikan pusat kekuatan di Kediri setelah sebelumnya kalah lalu diusir dari Madura dan Surabaya oleh pasukan VOC.
VOC yang menjalin aliansi dengan Amangkurat I mengerahkan armada laut yang dipimpin Laksamana Cornelis Speelman. Meski pasukan Trunajaya terpukul, mereka bangkit kembali untuk menyerang Plered.
Keraton Megah Runtuh
Keraton Plered dibangun sejak sekitar tahun 1647 dengan pengerahan lebih dari 300 ribu orang. Dibangun menggunakan batu bata dan dikelilingi danau buatan bernama Segarayasa, istana ini menggambarkan kemegahan layaknya kastil-kastil Eropa.Keraton memiliki tiga pintu gerbang utama yakni Selimbi, Tadi, dan Kaliajir. Setiap gerbang dijaga ketat dan dihubungkan oleh jalan-jalan panjang yang melintasi desa dan ladang subur.Di dalam kompleks istana terdapat beberapa bangunan penting seperti Bangsal Witana, Sri Menganti, Masjid Panepen, dan Sumur Gumuling. Namun, dalam waktu 5 hari semua kemegahan itu porak-poranda. Banyak bangunan dihancurkan, prajurit gugur, dan puluhan perempuan dari kalangan abdi dalem diculik.
Kehancuran dan Pelarian Amangkurat I
Kejatuhan Plered membuat Amangkurat I melarikan diri dalam kondisi sakit dan kehilangan kepercayaan dari kalangan istana. Para pangeran justru menunjukkan penolakan terhadap kekuasaannya alih-alih membantu menghalau pemberontak.Amangkurat I melarikan diri ke arah selatan menyusuri wilayah Imogiri sebelum akhirnya wafat di Bumiayu. Keraton Plered secara de facto ditinggalkan. Sekitar tahun 1680, putra Amangkurat I, Amangkurat II memindahkan pusat pemerintahan ke Kartasura.
Warisan dan Kenangan SejarahMeskipun kini hanya tersisa jejak arkeologis, Keraton Plered menjadi bukti nyata dari sebuah masa kejayaan dan kehancuran yang cepat. Peristiwa ini juga menandai titik penting dalam sejarah politik Mataram, termasuk awal keterlibatan VOC yang semakin dalam untuk urusan internal kerajaan.
Sebagai bagian dari sejarah nasional, Keraton Plered dan kisah pemberontakan Trunajaya terus menjadi perhatian para peneliti dan sejarawan untuk memahami dinamika kekuasaan, diplomasi, dan ketegangan sosial-budaya Jawa abad ke-17.










