Profil Soedjono Hoemardani, Sosok Jenderal Gondrong yang Bikin Soeharto Berlinang Air Mata
Soedjono Hoemardani di masa lalu dikenal sebagai satu-satunya Jenderal berambut gondrong yang ahli dalam hal ekonomi dan administrasi.
Pada saat Soedjono Hoemardani tutup usia di tahun 1986, proses pemakamannya dihadiri oleh Presiden RI ke-2 Soeharto. Bahkan Soeharto terlihat menangis ketika mengikuti prosesi pemakaman tersebut.
Sosok Soeharto yang meneteskan air mata di pemakaman salah satu anggota militer ini lantas membuat banyak pihak penasaran akan sosok Soedjono Hoemardani.
Profil Soedjono Hoemardani
Letjen TNI (Purn.) Soedjono Hoemardani lahir pada 7 Desember 1918, di Solo, Jawa Tengah. Dia adalah putra dari Raden Hoemardani pedagang di Carikan, barat Pasar Klewer yang memasok berbagai jenis bahan makanan dan pakaian pamong serta abdi keraton.Ingin mengikuti jejak sang ayah, rupanya Soedjono sempat menimba ilmu perbisnisan di Gemeentelijke Handels School (sekolah dagang di Semarang). Pada 1937, Soedjono lulus pendidikan dan kembali ke Solo untuk meneruskan usaha sang ayah.
Pada masa penjajahan Jepang, Soedjono Hoemardani yang masih berusia 20 tahunan ditunjuk menjadi fukudanco (wakil komandan) dari keibodan (pembantu polisi). Sejak awal karier militernya pada masa revolusi, Soedjono Hoemardani ditugaskan mengelola bidang ekonomi dan keuangan.
Dalam perang kemerdekaan Soedjono Hoemardani menjadi anggota Resimen Infanteri XVI di Solo, dan bergerilya bersama Jenderal TNI Gatot Subroto.
Ketika masih aktif di Badan Keamanan Rakyat (BKR), Soedjono pernah dipercaya untuk jadi ketua bagian keuangan Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) di sekitar Solo.
Soedjono juga acap kali ditunjuk membawahi bagian ekonomi dan keuangan. Pada masa Orde Baru, Ia dikenal ahli melakukan lobi, antara lain membuahkan kerja sama pihak Jepang dalam penyediaan dana pembangunan.
Selain ahli dalam hal ekonomi, Soedjono juga sangat menjunjung tinggi dan mendalami masalah spiritual. Membuatnya jadi salah satu pelopor berlakunya Ketetapan MPR Aliran Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Indonesia.
Tidak hanya itu, dirinya juga memperhatikan dunia pendidikan, antara lain dengan mendirikan organisasi yang bergerak di bidang Gerakan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam (GUPPI), sekaligus pembina utamanya.
Dengan berbagai jasa yang telah dilakukan baik dari sektor ekonomi hingga pendidikan, tak heran jika ia merupakan salah satu tokoh militer yang punya jasa besar dalam membangun Indonesia di era kolonialisme dan pascakemerdekaan.
Kedekatannya dengan Soeharto sendiri diungkap dalam buku 'Liem Sioe Liong dan Salim Group' Soedjono memiliki kedekatan dengan Soeharto yang tak biasa. Bahkan disebut ada jalur khusus jika Soedjono ingin menemui Sang Presiden.
Konon hubungan keduanya terkait Soediyat Prawirokoesoemo alias Romo Diyat, seorang guru spiritual yang pernah bilang pada Soedjono agar menjaga Soeharto karena dipercaya akan menjadi orang besar.
Dalam riwayat kariernya, jenderal gondrong ini tercatat pernah menjabat sebagai Asisten Pribadi (Aspri) Presiden Soeharto Bidang Ekonomi dan Perdagangan. Ia juga pernah menjadi Inspektur Jenderal Pembangunan (Irjenbang) dan Anggota DPR/MPR-RI.
Sebelum meninggal pada 12 Maret 1986, di Tokyo, Jepang. Soedjono sempat dikenal sebagai Pendiri dan Ketua Kehormatan CSIS (Center For Strategic International Studies- Pusat Pengkajian Strategi Internasional).
Itulah profil singkat dari Soedjono Hoemardani, sosok jenderal dan tokoh militer yang membuat Soeharto meneteskan air mata ketika mendatangi prosesi pemakamannya.










