Prinsip Subrogasi dalam Asuransi di Indonesia, Sudah Dikenal Sejak Penjajahan Belanda

Prinsip Subrogasi dalam Asuransi di Indonesia, Sudah Dikenal Sejak Penjajahan Belanda

Nasional | reqnews.com | Jum'at, 15 Juli 2022 - 09:50
share

JAKARTA, REQnews Sebagaimana dilansir oleh OJK, asuransi merupakan perjanjian yang dilaksanakan antara perusahaan asuransi dan pemegang polis yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk ?memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

Salah satu prinsip yang dikenal dalam asuransi ialah subrogasi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK.010/2008 jo. PMK No. 99/PMK.010/2011 tentang Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit BAB XIV Bagian Kedua mengenai peralihan hak tagih, pada Pasal 40 yang menjelaskan bahwa sejak klaim dibayar oleh penjamin, hak tagih penerima jaminan kepada terjamin beralih menjadi hak tagih penjamin (Subrogasi).

Dalam kata lain yang lebih mudah dipahami, ialah terdapat tindakanpengalihan hak yang semula dimiliki oleh tertanggung kepada penanggung, namun hal ini dapat terjadi dalam hal penanggung telah membayar ganti rugi terhadap si tertanggung.

Alur subrogasi dalam asuransi dapat dibagi menjadi 3 hal, yaitu subrogasi, recoveries dan saldo hak subrogasi. Pada tahap subrogasi, terhitung sejak klaim dibayar oleh penjamin, maka hak tagih penerima jaminan kepada terjamin beralih menjadi hak tagih penjamin. Pada tahap recoveries, terdapat pembayaran dan penerimaan atas tagihan subrogasi dari tertanggung/penerima jaminan yang dapat berupa angsuran maupun penjualan agunan.

Sedangkan pada saldo hak subrogasi, terhadap sisa nilai subrogasi yang didapatkan setelah pengurangan pembayaran recoveries.

Istilah subrogasi juga dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie) yang dianut berdasarkan hukum Belanda, karena Indonesia memiliki kekosongan hukum dan dengan demikian menganut hukum dagang Belanda.

Dalam Pasal 284 Hukum Dagang, menjelaskan bahwa seorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuai barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan menerbitkan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada Pasal 1400 menyebutkan subrogasi atau perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepada kreditur, dapat terjadi karena persetujuan atau karena Undang-Undang.

Sebagai informasi tambahan, bidang perasuransian dapat dibagi menjadi setidaknya 5 sektor, yaitu jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilai kerugian asuransi atau asuransi syariah.

Penulis: Hans Gilbert Ericsson

Topik Menarik