Ke Dusun Dukuh, Banyuwangi, yang Mirip Latar Cerita KKN di Desa Penari

Ke Dusun Dukuh, Banyuwangi, yang Mirip Latar Cerita KKN di Desa Penari

Nasional | jawapos | Sabtu, 25 Juni 2022 - 20:48
share

Ketika film KKN di Desa Penari tayang, Rowo Bayu, Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi, diklaim pengelolanya sebagai lokasi asal cerita. Namun, berdasar penelusuran Jawa Pos Radar Banyuwangi, Dusun Dukuh, Desa Glagah, justru lebih cocok. Mereka memiliki sendang, makam, dan sejarah yang terkait dengan para penari.

LOKASI KKN di Desa Penari terus menjadi perbincangan di tengah para penikmat cerita horor. Meski banyak petunjuk yang mengarah ke Kabupaten Banyuwangi, titik pasti yang dianggap menjadi latar dalam cerita tersebut tidak kunjung ketemu.

Penulis cerita, sang pemilik akun Twitter SimpleMan, tidak memberikan petunjuk pasti. Namun, dari kanal YouTube milik Raditya Dika pada 2019, SimpleMan sempat membantah. Rowo Bayu bukan lokasi peristiwa yang menimpa para mahasiswa KKN dalam ceritanya. Klarifikasi itu seolah mematahkan pernyataan pengelola Rowo Bayu, Sudirman, yang mengklaim Rowo Bayu sebagai Desa Penari yang dimaksud dalam cerita KKN di Desa Penari.

Jawa Pos Radar Banyuwangi (JP-RaBa) memiliki pengalaman berbeda saat ikut mencari keberadaan Desa Penari. Rowo Bayu memang mempunyai banyak kesamaan dengan narasi-narasi dalam thread horor yang beredar di Twitter yang kemudian menjadi rujukan warganet untuk menebak-nebak lokasi desa tersebut. Mulai batu besar yang menjadi titik wajib bagi mereka yang akan mengunjungi Rowo Bayu sampai beberapa sumber mata air di sekitar Rowo Bayu.

Namun, semua asumsi itu patah ketika warga yang bermukim lama di sekitar Rowo Bayu menyatakan bahwa tidak ada budaya tari-tarian di desa tersebut. Tidak ada budaya tari-tarian dari dulu di sini. Saya dari kecil di sini, orang tua juga asli sini, kata Agung, warga Desa Bayu.

Dalam cerita KKN di Desa Penari, selain penggambaran latar tempat, penulis menceritakan budaya tari yang menjadi salah satu kunci cerita. Jika memang itulah yang menjadi dasar cerita, Banyuwangi memiliki beberapa tempat yang sangat kental dengan budaya penari. Yaitu, Desa Olehsari, Desa Kemiren, dan Desa Glagah. Kebetulan, tiga desa itu berdekatan dan saling berbatasan.

Tiga lokasi tersebut menjadi tempat yang cukup memungkinkan menjadi latar cerita KKN di Desa Penari. JP-RaBa sempat mencari-cari informasi dengan mengerucutkan latar peristiwa sesuai cerita dengan budaya masyarakat di tiga lokasi itu. Hasilnya, di antara beberapa versi nama, Dusun Dukuh menjadi lokasi yang cukup mendekati.

Pada 20082010, tempat yang biasa menjadi jujukan KKN mahasiswa adalah Desa Kemiren. Desa tersebut menjadi sasaran KKN karena dianggap menjadi representasi budaya di Banyuwangi.

M. Arifin, Kades Kemiren, membenarkan, pada periode 20082010 ada beberapa mahasiswa yang menjalani KKN di Desa Kemiren. Dia lantas menunjukkan data buku tamu yang tercatat pada 2008. Ada delapan mahasiswa yang mencatatkan namanya saat berkunjung ke Balai Desa Kemiren.

Sayangnya, Arifin yang baru beberapa tahun menjabat tidak menemukan bukti lain terkait dengan aktivitas para mahasiswa tersebut. Tahun itu ada dua kampus yang KKN di Kemiren, dari Universitas Muhammadiyah Malang dan Untag Surabaya, jelas Arifin.

Dalam cerita dan film KKN di Desa Penari, kata Arifin, ada banyak hal yang membuatnya merasakan bahwa suasana film itu dekat dengan Desa Kemiren dan wilayah sekitarnya. Salah satunya, penggunaan jarit juwono, yaitu kain jarit yang dipakai masyarakat Kemiren. Kain itu memiliki beberapa fungsi, mulai menggendong bayi, membawa dandang, mengikat tiang manten (pernikahan), sampai menggendong maesan (nisan).

Kain itu yang membuat Bu Siyami, penenun kain tradisional dari Jambesari. Yang menggunakan kain tersebut hanya orang Kemiren, jelas Arifin.

Budaya tari yang diceritakan di kisah itu juga lekat dengan budaya masyarakat di Desa Kemiren dan sekitarnya. Tarian gandrung di Desa Kemiren dan tari seblang di Desa Olehsari menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari aktivitas warga. Budaya tari-tarian ada di sini sejak dulu. Karena tidak ada sanggar tari, penari berpindah-pindah, ujarnya.

Arifin kurang mengetahui kasus mahasiswa yang mengalami kesurupan. Jika merujuk kepada sosok Mbah Buyut di cerita KKN di Desa Penari, Arifin menceritakan bahwa ada seorang pria yang mendekati ciri tersebut. Namanya Jainuri. Sosok itu sudah meninggal pada 2018. Pak Jainuri tinggal di Dusun Dukuh, masuknya sebagian Desa Glagah, tapi berbatasan langsung dengan Kemiren. Dia sering mengobati orang sakit yang berkaitan dengan dunia gaib, terangnya.

Setelah mendengar nama Pak Jainuri, JP-RaBa mendatangi Dusun Dukuh. Jaraknya hanya sekitar dua atau tiga menit dari Balai Desa Kemiren. Seperti dukuh pada umumnya di wilayah Jawa, penduduk hanya bermukim di satu titik lokasi. Selebihnya adalah hamparan sawah dan kebun yang luas mengelilingi permukiman. Di sana JP-RaBa menemui salah seorang tokoh budaya setempat, Sanusi Marhaedi.

Pria yang tinggal seorang diri itu langsung paham saat JP-RaBa datang. Setelah mengenakan kemeja, Sanusi mengajak berjalan menuju sebuah tempat yang cukup dikeramatkan warga Dusun Dukuh. Lokasi yang dimaksud Sanusi berada cukup jauh dari permukiman. Butuh waktu sepuluh menit melewati jalan berbatu yang diapit ladang dan perkebunan untuk sampai di sana.

Setelah turun dari sepeda motor, pria yang memiliki hobi beternak itu mengajak kami menyusuri jalan setapak. Jalan itu menuju area kebun yang ditumbuhi banyak pohon. Setelah melewati area pepohonan, Sanusi menunjukkan sebuah ladang. Sekilas, bentuknya mirip sawah yang ditumbuhi banyak ilalang.

Begitu diamati lebih jelas, ladang itu bukan sawah kering. Sanusi menginjaknya dan menunjukkan banyaknya air di bawah tanaman liar yang tumbuh. Tempat ini disebut Sendang Kembar Kamulyan. Memang terlihat seperti sawah kering, tapi di dalamnya ada sumber air, kisahnya.

Meski terlihat sepi, Sendang Kembar Kamulyan selalu ramai setiap 15 Safar dalam kalender Jawa. Banyak orang yang datang ke sana untuk mencuci keris dan pusaka yang mereka miliki. Di samping Sendang Kembar, ada dua makam yang dikeramatkan warga. Sanusi mengungkapkan, yang bersemayam di makam adalah Gandrung Arum. Ada yang menyebut itulah makam dua putri dari kerajaan di Jawa Barat. Ada juga yang menyebut keduanya adalah penari yang menjadi sesepuh di desa tersebut.

Konon, penari-penari juga mandi di Sendang Kembar. Bagi yang bisa melihat alam gaib, ada banyak perempuan di makam tersebut, jelasnya.

Sanusi menceritakan sosok almarhum Pak Jainuri semasa hidupnya. Orang itu memiliki kemampuan linuwih. Banyak orang yang berobat kepadanya, terutama jika berkaitan dengan barang gaib. Biasanya, sebelum pasien datang, Jainuri tahu masalah yang diadukan.

Dia selalu menolak jika pasienya memberikan ucapan terima kasih dalam bentuk uang. Dalam pengobatannya, Jainuri kerap memberikan segelas kopi kepada pasiennya. Kata yang merasakan kopinya, ada aroma melati. Pak Jainuri sering dimintai tolong kalau ada masalah di dekat sini, kisahnya.

Sayangnya, tidak ada orang dekat dari almarhum Jainuri yang bersedia berkisah tentang kejadian mahasiswa KKN. Beberapa sumber menjelaskan, peristiwa tersebut memang ditutup dalam-dalam. Siapa pun yang terlibat dalam kejadian itu tidak diperkenankan bercerita lebih jauh.

Topik Menarik