Soal LGBT, Mengapa Kita Bak Macan Ompong?

Soal LGBT, Mengapa Kita Bak Macan Ompong?

Nasional | republika | Minggu, 8 Mei 2022 - 16:14
share

Dukungan terhadap kampanye Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender and Queer (LGBTQ) kerap didengungkan. Jika ekspos terhadap para pendukung perilaku kaum Nabi Luth dilakukan akhir-akhir ini oleh salah satu acara podcast populer di negeri ini, perusahaan multinasional pembuat produk-produk kebutuhan rumah tangga sudah lebih dahulu mengendorse mereka. Kita bisa dengan mudah menyaksikan brand-brand ternama yang kerap digunakan masyarakat menyokong kampanye mereka. Variannya merata dari sepatu, perabot rumah tangga hingga produsen handphone.

Kaum Muslimin menjadi pengguna barang-barang tersebut. Segenap pemakluman pun disuarakan. Dari sulitnya mencari produk sejenis dengan kualitas yang sama, kenyamanan konsumsi, tradisi dan beribu alasan lainnya. Masyarakat tidak bisa disalahkan karena memang produk-produk tersebut sudah mendapat sertifikat halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan lulus uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Kualitas barang-barang para pendukung LGBT itu pun tergolong baik dan amat lazim digunakan masyarakat kita.

Di sisi lain, umat Islam mafhum jika agama ini melarang LGBT. Ayat-ayat Alquran dengan tegas melarang perilaku tersebut. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas (Q.S. al-Araf: 81).

Dalam kitab sahih disebutkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah RA bahwa dahulu ada seorang lelaki banci yang biasa masuk menemui istri Rasulullah SAW. Mereka menganggapnya termasuk orang lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita. Pada suatu hari Nabi SAW masuk ke dalam rumahnya, se dangkan lelaki tersebut sedang menggambarkan perihal seorang wanita.

Lelaki itu mengatakan bahwa wanita ter sebut apabila datang, maka melangkah dengan langkah yang lemah gemulai. Apa bila pergi, ia melangkah dengan lemah ge mulai disertai dengan goyangan pantatnya. Maka, Rasulullah SAW bersabda: Bukan kah kulihat orang ini mengetahui apa yang ada di sini? Jangan biarkan orang ini masuk menemui kalian! Maka Rasulullah SAW mengusir lelaki itu, kemudian lelaki itu tinggal di Padang Sahara. Dia masuk (ke dalam kota) setiap hari Jumat untuk mengemis meminta makanan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah menetapkan fatwa haram untuk aktivitas komunitas yang menyimpang itu. Menurut MUI, pengharaman terhadap LGBT termasuk pada tin dakan mengampanyekannya. MUI juga menilai, aktivitas LGBT bertentangan dengan Pancasila sila satu dan dua, serta UUD 45 pasal 29 ayat 1 dan pasal 28 J. Selain itu, aktivitas LGBT bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. LGBT pun dinilai sebagai penyakit berbahaya bagi masyarakat.

Meski hampir setiap Muslim mafhum jika LGBT dilarang, propaganda mereka begitu kuat. Mereka hendak membolak-balik logika berpikir masyarakat beragama jika memusuhi LGBT sama dengan melawan hak asasi manusia. Mereka merasa homoseksualitas dan transgender merupakan satu pilihan asasi yang wajib dihormati manusia lainnya. Logika ini yang diikuti banyak perusahaan besar sehingga mendukung eksistensi dan kampanye LGBT.


alt

Sejauh mana umat Islam bisa melawannya? Disinilah kemandirian dan kepercayaan diri umat untuk mengikuti syariat tengah diuji. Apakah umat Islam rela ada persentase dari dana belanjanya yang dialokasikan untuk mendukung LGBT?

Bila berbicara lebih makro, mengutip pendapat Umer Chapra dalam Islam dan Tantangan Ekonomi, Islam merumuskan sistem ekonomi yang berbeda dari sistem sekuler yang berlaku saat ini. Tujuan-tujuan Islam -- yang disebut maqashid asy-Syari\'ah dalam pandangan Imam Al Ghazali menunjukkan segala sesuatu yang diperlukan untuk mewujudkan hal yang tak sepenuhnya materi.

Maqashid merupakan segala sesuatu yang dianggap perlu untuk melindungi dan memperkaya iman, kehidupan, akal, keturunan dan harta-benda. Al Ghazali meletakkan iman di awal daftar maqashid ketimbang harta-benda.

Iman adalah ramuan terpenting untuk kesejahteraan manusia. Dengan iman, manusia dapat berinteraksi dengan sesamanya dalam satu sikap yang seimbang dan saling memperhatikan untuk membantu memantapkan kesejahteraan.

Yang tidak kalah penting, iman memberikan filter moral dalam meraih kesejahteraan.

Ada pun Al Ghazali meletakkan harta benda pada posisi buncit dalam daftar maqashid. Harta benda adalah hanya sebuah alat meski penting untuk meraih kesejahteraan. Dengan demikian, sudah saatnya umat lebih percaya diri dan cerdas dalam memilih konsumsi dengan tujuan meningkatkan iman dan takwa. Tekanan ekonomi kepada mereka yang mendukung gerakan LGBTQ akan memperkuat daya tawar kita sehingga kaum Muslimin tak sekadar menjadi macan ompong. Kuat sekadar mengaum tetapi lemah saat berbuat. N wallahu alam.

Topik Menarik